09-Dilema

1.2K 148 5
                                    

"Gem pulang,"

Bungsu Ruangroj itu tiba di rumah saat sore hari, membawa satu tas tambahan berisi titipan sang nenek. Gemini nampak lesu, selain karena perjalanan, perjuangannya untuk Fourth juga harus berakhir.

Tadi saat di stasiun, Fourth meminta untuk bicara. Gemini mengiyakan karena pikirnya Fourth akan mengajaknya berbaikan setelah dua hari mengabaikannya. Namun justru penegasan yang Gemini dapatkan dari omega manis tersebut.

"Kak, gue harus tegasin sesuatu sama lo, kalo perasaan gue ke lo bener-bener pure cuma sebatas kaya gue ke bang Phuwin sama kak dunk. Gue mohon pengertiannya ya, kak? Di sini gue gak mau bertindak seolah-olah gue udah jahat sama lo,"

Gemini mengerti dengan sangat, bagaimana perangai Fourth tidak pernah berubah sejak dulu, sejak pertama kali Gemini mengajaknya bermain bola di taman perumahan. Justru Gemini sendiri yang mulai berubah, caranya ia memandang Fourth dengan tatapan memuja, bagaimana Gemini berinteraksi dan memperlakukan Fourth, intonasi bicara yang melembut, menjaga Fourth dalam diam sehingga membuat omega itu nyaman. Seperti yang Krist pernah katakan, cara Gemini berperilaku kepada Fourth, persis seperti Singto merawat omeganya.

"Gue sayang sama lo juga, sebagai kakak yang udah jagain gue, sama kaya kak Dunk yang ngemong gue waktu gue sedih, kaya bang Phuwin yang selalu ngajarin gue belajar, lo apalagi, harusnya gue bales budi sama lo atas semua kebaikan lo selama gue hidup. Tapi kalo sayang lo lebih dari itu, maaf gue gak bisa bales," Tegas Fourth saat itu dengan yakin, "Gue sayang sama Aun, kak! Gimanapun statusnya kita,"

Si bungsu Ruangroj itu meletakan barang bawaannya ke sembarang tempat dengan hati-hati, lalu memeluk Krist yang sedang asyik mengobrol di obrolan grup ponselnya. Serangan tiba-tiba itu membuat Krist sedikit terperenjat, apalagi ukuran tubuhnya kini kalah dengan bungsunya, "Gem?!"

Krist tak berbicara apapun ketika mendengar bungsunya terisak, ia tahu siapa lagi yang bisa membuat Gemini menangis seperti ini jika bukan Fourth, khas remaja jatuh cinta.

***

"Terus, gimana?"

Dunk dengan santai melahap potongan pizza-nya yang ke sekian, di sebelahnya ada Phuwin yang juga asyik mengerjakan tugas akhirnya sambil mendengarkan curahan hati sang adik.

Sedangkan Gemini mengendikan bahunya, merebahkan kepalanya di paha sang papi. Berkeluh kesah mengeluarkan kesedihannya di depan papi dan kedua kakaknya adalah jalan terbaik Gemini setiap merasa gundah. Setelah menangis penuh drama, kedua omega anak Ruangroj itu berbaik hati mendengarkan si bungsu bercerita yang ternyata tentang omega kecil kesayangannya.

"Aku gak bisa marah, mau gimanapun itu keputusan dia," Gemini memandangi kaki jenjangnya yang menggantung di ujung sofa, "Tapi gue sedih bang, perjuangan aku kayak sia-sia aja, kalah sama beta yang gak pernah mau kasih Fourth kepastian, dan nyakitin Fourth berkali-kali,"

Phuwin menutup laptopnya, "Gini ya Gem, gue ngomong sebagai omega, dengerin!" Ia menatap sang adik lamat-lamat, "Sikap lo yang gentle ke Fourth, mungkin aja bikin dia mikir, kalo lo terlalu baik buat dia. Apalagi lo temen kecilnya, pasti Fourth takut kalo bakal kehilangan lo kalo dia ikut maju,"

"Tapi kan gue ngasih kepa—"

"Dengerin gue dulu, Gemini,"

Omega tengah itu berbicara serius, "Dia lebih milih sama Aun yang udah bikin dia nangis berkali-kali ke kita, daripada ambil resiko kehilangan kita selamanya, Fourth sayang banget sama kita, Gem!"

"Terus gue harus gimana?"

Dunk akhirnya membuka suara setelah tiga potong pizza ia habiskan, "Buat sementara ini, turutin dulu apa maunya dia, tapi lo juga tetep harus jagain dari jauh kaya biasanya," Ujarnya lembut, tidak setegas nada bicara Phuwin, namun ini membuat Gemini sedikit luruh dan bertekad untuk menjaga Fourth seperti biasanya.

"Papi, kalo aku berhrap sama Fourth, gapapa?"

***

Pada akhirnya, Gemini memilih untuk berdiam, menunggu lebih lama lagi dengan perasaannya yang entah akan bagaimana jadinya. Terus berdiri di tempat yang sama menunggu orang yang ia sayangi itu berbalik meski hanya menjadikan Gemini sebagai pelampiasan sesaat.

"Gem, temenin gue revisian, dong! Lo kan udah janji mau nemenin gue kalo ketemu pak Pond,"

Gemini melirik malas sang kakak yang berdiri di ambang pintu, Phuwin sudah rapi dengan kemeja abu-abu yang dilapisi cardigan warna putih kesukaannya, monokrom khas Phuwin.

Sedangkan omega di ambang pintu menatap adiknya penuh harap. Meskipun sebenarnya malas bertemu pak Pond, namun kelulusannya ditentukan olehnya hari ini, "Gem, ayolah... nanti gue traktir sushi,"

"Deal!"

Kertas latihan soal yang sedang diulik Gemini itu dalam sekejap sudah rapi di dalam tas selempang yang akan ikut sang pemilik hari ini. Dengan pakaian sederhana, Gemini begitu bersemangat mendengar makanan Jepang tersebut.

Satu minggu terakhir ini, Gemini tak berniat keluar kamarnya sama sekali, memforsir dirinya di depan latihan-latihan yang guru les nya berikan sebagai latihan mandiri. Selain karena ujian akhir yang semakin dekat, perasaan gundahnya akibat Fourth juga ia salurkan melalui angka-angka yang membuat kepala Gemini rasanya ingin meledak.

Phuwin membawa adiknya ke sebuah kafe di dekat kampusnya sesuai janji dengan pak Pond hari ini. Ditemani Gemini yang kembali larut dengan latihan soal (lagi), Phuwin akhirnya menyelesaikan tugas akhirnya dengan mulus.

"Selamat, Phuwin! Kamu orang pertama yang selesaikan tugas akhir kamu," Ujar Pond memberi selamat.

"Ya iya lah, orang di bantuin mulu," Gemini mencibir orang di depannya dengan galak dan tidak tahu malu. Kemudian melepaskan tangan Phuwin yang berjabat tangan dengan pembimbingnya itu, "Gak usah kelamaan, nanti naksir," sergah Gemini galak.

Pond hanya menanggapi dengan maklum karena sudah pernah menghadapi sikap galak Gemini sebelumnya, juga menjadikan ini sebagai pancingan, "Kalo emang naksir beneran, kamu mau gimana?"

Sepasang kakak adik di depan Pond saling melempar tatap, Phuwin yang memohon dan Gemini yang usil. Lalu Gemini tersenyum miring pada pak Pond, "Mas Joong yang udah mau dua tahun tunangan sama kak Dunk aja belum akur sama saya, pak! Gak adil kalo saya restuin bapak sama abang saya gitu aja,"

"Siapa takut?"

Lain kali jangan tahan Phuwin untuk memukul adik satu-satunya ini di depan umum.















Bersambung!

Rumah CemaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang