53-Ipar Adalah Maut? Hormon Adalah Maut!

962 78 4
                                    

"Papa! Ayah!"

Tay terperanjat nyaris menumpahkan cangkir kopi kesukaannya yang masih panas tersebut. Karena seruan sang putra, hilang sudah minat menyeruput kopinya itu.

Sedangkan sang pelaku terus berlari mencari kedua orang tuanya ke setiap sudut rumah.

"Papa sama ayah di belakang, nak!" Seru Tay menyahut.

Tak lama, Fourth dengan rambut sedikit panjangnya yang memantul saat berlari itu nampak dari dalam rumah, lalu meraih tangan papa dan ayahnya, mengajak orang tuanya melompat-lompat, "Papa! Ayah! Aku seneng banget! Yeay!" Seru Fourth kegirangan, terus membawa orang tuanya melompat-lompat sambil berputar.

Sementara orang tuanya bingung, "Nak.. Papa sama ayah pusing, udah ya?" Pinta New yang tidak kuat mengimbangi energi putranya.

Dan akhirnya mereka bertiga berhenti, membuat kedua orang ta Fourth meraup nafas sebanyak-banyaknya, "Nak... Kenapa? Ayah sama papa sampe engap loh ini!" Tanya Tay lagi.

"Kak Dunk hamil! Fourth bakalan punya ponakan! Yeay!" Seru Fourth riang memberi kabar.

Seketika senyum terkembang dari bibir Tay dan New, "Wah! Kalo gitu nanti agak siang deh papa ke rumah Dunk, mau nyari tentengan dulu!" Celetuk New.

Tak hanya rumah Ruangroj yang berbahagia, rumah Vihokratana, sang calon besan Ruangroj juga tertular euforia bahagia. Karena Fourth membawakan kabar tersebut dengan bahagia pula.

***

"Kit!" New berseru seraya menghampiri Krist ketika melihat papi Dunk itu hendak masuk ke dalam rumah, "Fourth bilang, si kakak hamil, beneran?" Tanya New memastikan kepada Krist.

Yang lebih muda mengangguk, "Iya, lo mau ketemu Dunk? Noh anaknya di dalem!" Begitu mendengar penuturan Krist, New langsung masuk ke dalam mengekor sang tuan rumah.

Nampak Dunk dan Phuwin tengah menonton sebuah tayangan di televisi berduaan saja, keduanya tersenyum menyambut New. Phuwin lalu bangkit, "Gue ambilin air sebentar buat om New," Ujarnya pelan.

Papa dari Fourth itu menyapa Dunk dengan ceria, mengucapkan selamat dan berbincang panjang mengenai kehamilan. Lebih condong Dunk yang mendengarkan cerita New, karena omega yang lebih tua itu berceloteh banyak mengenai pengalamannya.

"... Dulu loh waktu om hamil Fourth, om nggak bisa deket-deket sama ayahnya Fourth! Rasanya benci banget sama dia! Eh pas Fourth udah gede, kelakuannya sama persis kaya ayahnya," Ujar New penuh semangat, "Eh iya, kamu ada ngidam? Atau apa gitu yang dirasa?"

Dunk menerka, memikirkan sesuatu untuk jawaban New, "Paling mual sih om, sama manja banget ke mas Joong, rasanya tiap saat pengen nempelin dia terus! Tapi untungnya mas Joong sabar sama perhatian banget sih om,"

New tersenyum lega, "Bagus deh kalo begitu, semangat ya!"

***

"Huek! Anjir mas Ajung! Kalo gini perhatian apanya?! Gue lagi mabok gini malah di tinggal liputan, brengsek!"

Pagi-pagi sekali Joong menelpon Phuwin dengan keluhan Dunk yang terus mual dan mengeluh lemas sementara Joong sendiri tidak bisa meninggalkan pekerjaannya. Phuwin sebenarnya kasihan dengan kakaknya tersebut, namun ia lebih kasihan dengan calon keponakannya nanti yang terus mendengar orang tuanya mengumpati yang lain.

"Kak, kalo lo ngumpat terus, nanti anak lo bakalan ngomong kasar juga, mending minum dulu, nih udah gue bawain air anget!" Ujar Phuwin menasehati sebelum yang dipikirkan Phuwin benar terjadi.

Dunk mengangguk, meminum air hangat itu sampai habis dan mengembalikan gelasnya pada sang adik, "Lo emang paling pengertian, daripada si Ajung-Ajung itu, huft!" Gerutu Dunk seraya bersandar pada tubuh adiknya.

Lagi-lagi Phuwin menghela nafas, "Terserah apa kata lo, deh! Mending sekarang istirahat, ayo!" Phuwin menyeret tubuh sang kakak yang lebih besar darinya itu keluar dari kamar mandi.

Sejak Dunk mengumumkan berita kehamilannya pada keluarganya. Dan drama Dunk marah-marah setiap waktu pun di mulai. Omega itu menjadi sensitif sepanjang waktu, banyak sekali yang diinginkan dan di protes, namun sepertinya hanya Joong saja yang tahan dengan segala ocehan omega sulung itu.

"Kak, lo balik ke rumah aja, ya? Gue nggak bisa masak dan lo belum sarapan," Ajak Phuwin kemudian.

Dunk menggeleng, "Gue lemes, mau di sini aja tidur, lo aja yang ambilin gue makan," Titahnya malas dan makin bergelung di bawah selimut, "Lagipula, di rumah papi nggak ada bau mas Joong, gue ga mau pergi," Lanjutnya lalu menghidu dalam selimut yang memiliki feromon alphanya. Omega yang tengah mengandung biasanya lebih sensitif terhadap aroma, apalagi aroma alphanya sendiri. Omega ingin selalu berada bersama sang alpha, karena kalau tidak maka hasilnya akan rewel seperti Dunk yang di tinggal Joong bekerja.

"Kak..." Phuwin merengek, "Gue laper beneran ini! Masa lo tega biarin adek lo kelaperan gini?! Nanti gue pingsan gak ada yang gendong gue!" Serunya.

Dunk akhirnya bangun dengan malas, "Yaudah, ayo!" Ketus Dunk lalu bangkit dengan bergelung selimut yang memiliki feromon alphanya, melangkah keluar dari kamarnya mendahului sang adik.

Rumah Dunk dan orang tuanya sebenarnya hanya terpisah beberapa bangunan saja. Hari masih sedikit terang, matahari belum muncul ketika Dunk membuka pintu utama rumahnya. Omega itu mengeratkan selimutnya menghalau udara dingin yang menerpa tubuhya.

"Angin pagi tuh bagus buat orang hamil, ayo jalan!" Ajak Phuwin yang melihat kakaknya terdiam di depan pintu, mungkin Dunk mendadak kedinginan karena angin pagi.

Dunk menahan adiknya, "Lo ke sini nggak bawa motor? Sepeda?" Tanya Dunk panik.

"Kaya gue bisa bawa motor sama sepeda aja?" Cerca Phuwin, "Ayo jalan! Nggak usah manja!"

Meskipun dengan gerutuan yang lebih tua, kedua omega Ruangroj itu akhirnya berjalan kaki menyusuri jalan aspal di area perumahan tempat mereka tinggal. Dengan Dunk yang terus mengeratkan selimutnya, mengumpati sang adik yang tega membuatnya berjalan kedinginan sepagi ini, menyesal sudah Dunk berkata bahwa Phuwin adalah yang paling peka. Nyatanya semua sama saja.

Begitu sampai di perkarangan, keduanya di sambut oleh Singto yang sedang mengurus tanaman omeganya, "Eh anak-anak Daddy! Kok mukanya pada suram begitu? Masih pagi lho ini?" Sapa sang kepala keluarga ketika mendapati kedua anak omeganya saling cemberut satu sama lain.

"Laper," jawab Phuwin sekenanya dan langsung masuk ke dalam rumah.

Lalu Dunk yang langsung menghambur ke pelukan sang Daddy, "Janji sama aku, Daddy enggak akan sama kaya Phuwin sama mas Joong!" Ujar Dunk dengan nada sendu, nyaris menangis.

"Eh, kenapa nih? Kok anak daddy nangis? Emang kamu diapain sama Phu sama Joong?" Buru-buru Singto membawa sulungnya untuk duduk di kursi teras, membiarkan putranya menceritakan apa saja yang terjadi.

Dunk merengek, "Masa mas Ajung bangunin aku pagi-pagi karena dia mau liputan pagi! Akunya mual-mual, tapi tetep di tinggal!" Adunya pada sang Daddy.

Singto mengerutkan keningnya, "Loh, kan Joong kerja, buat kamu sama anak kalian, salah?"

Dunk menggeleng lesu.

"Terus Phuwin kenapa?"

"Dia nyuruh aku pagi-pagi buat jalan, padahal aku lagi mual! Pengennya tiduran aja di rumah, tapi aku laper juga, di rumah ga ada makanan!"

Sang kepala keluarga menghela nafas kasar, kalau sudah begini, siapa yang salah?








Bersambung, selamat hari minggu!

Rumah CemaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang