10-One Step

1.9K 195 16
                                        

Phuwin benar-benar memukul kepala Gemini ketika sudah sampai di rumah, geram dengan adiknya yang seolah memberikan lampu hijau agar Pond maju mendekatinya, "Lo satu-satunya harapan gue biar pak Pond gak deketin gue lagi! Malah di restuin,"

Sedangkan Gemini menjawab dengan santai, "Siapa bilang gue restuin? Gue cuma pengen liat, dia tahan nggak ngadepin kerasnya lo, kalo kemaren lo nurut karena skripsi lo itu. Nah sekarang lo gak ada alesan lagi buat nurut, kan?"

Benar juga, Gemini membuka matanya lebar-lebar tentang pak Pond. Selama ini Phuwin menurut karena tugas akhirnya agar selamat, namun kini sudah tidak ada alasan lagi untuk Phuwin menurut, hanya mengeluarkan sifat aslinya yang tangguh.

"Lagian, lo sebenernya juga suka sama pak Pond, kan?" Tebak Gemini dengan yakin, "Cuma lo masih trauma sama kisah orang, jadinya lo gak berani maju,"

"Kisah orang," Gumam Phuwin membeo.

Kemudian seperti biasa, Dunk muncul di tengah kedua adiknya dengan dua buah tas kertas di tangannya, "Hai adek-adek jones! Nih! Dari mama Som buat kalian biar gak galau mulu kerjaannya,"

Gemini menerima tas kertas itu dengan senyum tipis, "Makasih bro!" Ujarnya lalu melepas rangkulan sang kakak untuk membongkar tas kertas tersebut.

Sungguh di luar dugaan, Phuwin dan Dunk mendapati Gemini menyapa Joong yang tengah duduk di depan Krist di meja makan, bahkan Gemini juga berbicara baik-baik dengan Joong.

"Kak, gue tadi mukul Gemini, kayaknya kenceng banget deh sampe otaknya geser," Gumam Phuwin takut dengan perubahan adiknya.

Dua omega itu kemudian saling melempar pandang, dan keduanya beranjak mendekat ke meja makan dan bergabung. Keempat pasang mata selain Gemini itu saling melempar tatapan bingung, karena Gemini sekarang bersikap ramah terhadap Joong.

"Papi, Phu minta maaf, kayaknya tadi Phu mukul Gemini kekencengan deh," Ujar Phuwin menyesal.

Gemini lantas melirik sang kakak, "Gue baik-baik aja?!" Sarkasnya.

"Terus yang lo nempel-nempel alpha gue tuh?" Protes Dunk akhirnya membuka suara keheranannya yang diangguki semua kepala di sana.

Si bungsu melirik Joong yang duduk di sisi kanannya, kemudian tersenyum simpul, "Ya... gue cuma berusaha baikin mas Joong, salah?"

"MAS JOONG?!"

"Fix! Dia geger otak!" Phuwin mengambil kesimpulan dengan spontan. Ini pertama kalinya Gemini memanggil Joong dengan embel-embel kehormatan di depan namanya. Tentu saja membuat terkejut para kakak dan juga papinya yang hampir terkena serangan jantung.

Cukup, ini berlebihan!

Lain dengan Dunk dan Phuwin, lain juga dengan Joong, alpha itu terharu karena akhirnya Gemini mau berdamai dengannya, "Gemini, makasih banget! Akhirnya lo ngerestuin gue-"

"Jangan peluk! Jauh-jauh lo!" Gemini buru-buru menghindar dan bersiap memukul Joong jika benar-benar memeluknya, membuat tiga omega di depan mereka menghela napas lega, "Ini baru Gemini, alpha sensian kayak omega mau heat!"

"BANG PHUWIN!"

***

Singto sontak tertawa mendengarkan cerita seru hari ini dari Dunk dan Phuwin di meja makan, tentang Gemini yang mencoba membuka dirinya kepada Joong meskipun tetap sensitif jika Joong melakukan sentuhan fisik kepadanya.

"Jadi, kalo misalkan kakak sama mas Joong mulai persiapan nikah, kamu gapapa, nih?" Dunk kemudian bertanya dengan hati-hati, penuh harap agar sang adik tak lagi merajuk.

Sedangkan si bungsu mengangguk santai, "Asal kalian gak nikah tahun ini juga, gue belum siap kakak keluar ngikut mas Joong,"

Ini dia permasalahannya, akhirnya Gemini ungkapkan. Sebenarnya ini menjadi masalah Phuwin juga, namun omega tengah itu sengaja diam dan membiarkan adiknya berbicara mewakili.

Singto dan Krist sebagai orang tua hanya mendengarkan dengan seksama curhatan si bungsu di meja makan, ternyata ini yang membuat Gemini selalu nampak seperti tidak suka terhadap Joong.

"Mas Joong alpha yang baik, selama ini cuma ngetes aja, sih. Gemini gak bener-bener benci sama dia, cuma takut aja bakal kepisah sama kakak nanti," Ujar Gemini lalu menyuapkan makanan terakhirnya.

Krist mengangguk paham, kemudian menoleh pada anak tengahnya, "Kalo abang?"

Phuwin tersenyum, "Aku juga gak masalah sama mas Joong, sebenernya aku sama Gemini cuma ngulur waktu aja biar lama-lama sama kakak. Tapi gatau kenapa Gemini jadi tiba-tiba baik, rencananya kita masih belum mau baikin mas Joong,"

"Patah hati, kali?" Celetuk Dunk, "Mungkin karena di tolak sama Fourth, Gemini jadi ngerti gimana rasanya jadi mas Joong yang gak bisa ngiket hubungan baru sama omeganya,"

Gemini mengangguk menanggapi

"Lah, beneran?" Dunk terkesiap. Ia mengerjapkan matanya karena melihat Gemini yang tiba-tiba murung mendengar nama Fourth.

Kepala Gemini diusap Singto lembut, interaksi antara ayah dengan anak alpha yang jarang ada di kediaman lain, Singto selalu memperlakukan Gemini sama dengan kedua kakaknya. Tanpa sepatah kata pun, Singto memberikan ketenangan bagi bungsunya itu. Perlakuan lembut sang kepala keluarga itu tak heran jika Gemini berlaku lembut kepada semua orang, meskipun sedikit jahil.

"Gemini yang Daddy kenal gak pernah murung lama-lama, kecuali jawaban ulangannya salah cuma satu nomer," komentar Singto sambil meledek.

Si bungsu tersenyum menatap daddy nya, "Dad, temenin Gemini ngerjain latihan soal, dong! Sekalian ajarin,"

Kemudian suasana kembali cair, Gemini yang mulai tersenyum lagi membuat anggota keluarga lainnya menghela napas lega.

***

"Dunk, tadi Joong nyamperin Daddy ke kampus, dia minta izin ke Daddy buat nikahin kamu,"

Singto mengajak putra sulungnya berbicara empat mata, mengenai kelanjutan hubungan yang telah tertunda. Dunk mengangguk gugup, rencananya dan Joong setelah Gemini merestui Joong adalah berbicara dengan Singto untuk menikah, "Iya, Dad. Aku sama mas Joong udah lama ngobrolin ini,"

"Sejauh apa kesiapan kalian?"

Dunk menarik napas dalam, mencoba tenang menjawab pertanyaan dari alpha di depannya, "Tabungan, sama tempat tinggal kita nanti, banyak hal yang kita udah obrolin dan rencanain, semua baru bisa kita lanjutin kalo Gemini, Daddy, papi sama Phu bener-bener restuin kita,"

Lelaki yang sudah sering mewarnai rambutnya karena uban itu tersenyum, menepuk bahu sulungnya yang tidak terasa kini sudah dewasa. Dunk menjawab pertanyaan Daddy nya persis dengan bagaimana Joong menjawab, membuat Singto yakin dengan keputusan putranya.

"Daddy sama papi sedih, anak kita udah gede, gak bisa digendong lagi soalnya pinggang Daddy udah sering encok," Singto bergurau diakhiri kekehan di belakang ujarannya, "Tapi kita terharu, akhirnya anak Daddy yang dulu suka di tanyain orang 'Kapan punya anak?' Itu sekarang udah nemu jalan bahagianya sendiri,"

Obrolan ini mau tidak mau membuat Dunk juga menitikan air matanya karena Singto juga menangis. Dunk beranjak memeluk daddy yang menyayanginya sepenuh hati itu, pelukan erat.

"Apapun jalan yang Dunk pilih, daddy sama papi bakal ada terus di belakang Dunk, kalau kamu jatuh di tengah jalan, Dunk bisa nengok belakang dan minta bantuan kita, oke, nak?"













Bersambung, ini nulisnya tengah malem gini kenapa jadi mellow, ya?

Rumah CemaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang