19-Abang Phu

1.3K 140 9
                                    

"Bang Phuuuuuu! Banguuun!"

Phuwin terengah, pekikan berat yang memenuhi kamarnya itu sukses menariknya dengan paksa dari mimpi indahnya dengan seorang alpha tampan impiannya itu. Sementara Fourth, Gemini, serta Dunk tertawa puas di sekeliling kasur single yang ditempati omega tersebut.

Putra tengah itu mengerjap, menyesuaikan cahaya lampu kamar yang masuk dengan paksa ke matanya. Di luar masih gelap, tetapi ketiga manusia ini telah berisik di kamarnya, "Apa-"

"Happy birthday abang Phuwin!" Seru Gemini, Fourth, dan juga Dunk yang duduk di depan adiknya membawa kue dengan lilin yang siap di tiup.

Phuwin lupa, dirinya berulang tahun hari ini, dan saudaranya merayakan tepat jam dua belas malam, bahkan ada Fourth juga. Melihat jendela kamar yang terbuka, sudah jelas Fourth memanjat lewat sana.

"Ayo doa dulu, terus tiup lilinnya," Titah Dunk, kemudian omega yang masih mengumpulkan dua puluh kesadarannya itu memejamkan mata, memanjatkan doa pada Moon Godess.

Dua buah lilin dengan bentuk angka dua puluh dua itu ditiup Phuwin dengan iringan tepuk tangan dari Gemini dan Fourth, "Habede bang Phu! Semoga cepet berjodoh sama pak Pond, hehe," ujar Fourth seraya menjulurkan sebuah kado untuk si omega yang berulang tahun.

"Selamat ulang tahun, bang! Semoga impian lo cepet terkabul,"

Kini giliran Dunk setelah Gemini, "Semoga adek gue nggak sensian lagi,"

"AAMIIN!" Seru Gemini dan Fourth bersamaan dengan semangat membara, mengundang tawa dari Dunk dan lirikan sinis dari Phuwin.

Phuwin berusaha untuk tidak emosi seperti kemarin-kemarin karena ini hari ulang tahunnya, "Thanks sama wish-nya, tapi yang gue aminin cuma punya Gemini, punya Fourth ama kakak nanti-nanti aja," gerutunya menahan senyum. Ia bersyukur memiliki saudara-saudaranya yang menyayanginya, mengingat dan merayakan hari ulang tahunnya bahkan sampai usianya dua puluh dua.

Omega itu memandang orang-orang di depannya, "Makasih udah inget ulang tahun gue, kalian masih sayang ama gue, anjir jadi terharu!"

"Lebay!" Cibir Fourth seraya mengoleskan krim kue yang sengaja ia bawa dari rumah untuk bermain malam ini. Omega yang paling muda tertawa puas setelah melihat Phuwin terkejut dengan krim kue di wajahnya.

"Fourth!"

Dan perang krim itu tak terelakkan, keempat pria tersebut mengacaukan kamar Phuwin setelah Dunk menyimpan kue ulang tahun Phuwin di lemari pendingin agar tetap bisa di makan. Di jam dua malam, mereka baru terlelap kembali setelah membereskan kekacauan kamar yang dibuatnya sendiri.

Kecuali Phuwin dan Dunk, sepasang kakak adik itu belum benar-benar terlelap, hanya Fourth yang menempati kasur Phuwin dan Gemini kembali ke kamarnya, ia sungkan untuk tidur dengan omega, meskipun kakaknya sendiri, apalagi ada Fourth yang menginap.

Phuwin dan Dunk terlentang di atas karpet tebal, memandangi langit-langit kamar yang kembali temaram, "Kak, makasih ya, masih mau ngerayain ulang tahun gue," Ujar Phuwin pelan.

Lalu Dunk menoleh pada adiknya, "Apa, sih? Nyantai aja, kali? Lo sama Gemini sama-sama adek gue juga!"

"Beda ibu, kak,"

Ekspresi Dunk berubah, ia teringat kisah lama yang mencoba Phuwin gali meskipun sudah terkubur dalam. Dunk tak mampu mengucapkan sepatah kata apapun lagi.

Phuwin tersenyum kecut, "Gue masih nggak bisa lupain cerita itu, karena kejadiannya waktu ulang tahun gue. Nggak bisa maafin diri gue sendiri sampe sekarang, padahal udah empat belas tahun yang lalu,"

"Maafin ibu gue, kak. Kalo misalkan ibu gue waktu itu nggak heat di kampus, mungkin hari ini papi bahagia sama impiannya punya sepasang anak alpha omega-"

"Phuwin Tangsekyuen Ruangroj," Potong Dunk tegas, ia mendudukan dirinya diikuti Phuwin.

Omega yang lebih tua menunduk, "Kalo ibu gue nggak bawa gue kesini di hari ulang tahun gue, mungkin hari ulang tahun gue nggak bikin gue tersiksa seumur hidup, kak,"

Dunk tak tahan lagi, ia memeluk sosok kurus itu erat-erat, mengusap sayang surai lembut Phuwin seraya menangis, "Udah ya, Phu? Gue kakak lo, papi Krist papi lo! Bukan omega brengsek yang telantarin lo demi harta yang nggak ada apa-apanya dibanding lo! She doesn't deserve you!"

Seharusnya, ulang tahun menjadi momen paling menyenangkan bagi setiap orang. Kue ulang tahun, nyanyian dan ucapan selamat ulang tahun, dan hadiah yang diterima, seharusnya membuat memori baik.

'Seharusnya', sejatinya hanyalah sebuah kata perandaian.

Banyak kata 'seharusnya' dengan tambahan harapan yang hanya berputar saja di benak Phuwin tanpa pernah bisa terwujud.

Memori jahat terus mengganggu Phuwin semenjak usianya delapan tahun di hari ulang tahunnya. Phuwin kecil dibawa sang ibu pergi dengan menutup matanya dengan kain selama perjalanan, hingga akhirnya tiba di sebuah rumah sederhana berlantai dua seperti impian Phuwin ketika bocah tersebut membuka kain penutup matanya.

Perkarangan penuh tanaman membuat suasana asri, cat biru yang senada dengan suasana asri perkarangan membuat Phuwin kecil merasa tentram berada di lingkungan perumahan seperti ini.

"Ibu, ini rumah siapa?" Tanya Phuwin penasaran, dan ibunya menjawab dengan senyuman, "Rumah Daddy kamu, sayang," Ujarnya sumringah lalu mengetuk pintu.

Munculah sosok manis yang tangguh dari dalam rumah, Phuwin kini memanggilnya akrab dengan sebutan 'papi tersayang', Krist yang berwajah masam namun masih berusaha tersenyum. Mengajak Phuwin kecil untuk masuk bersama sang ibu ke dalam rumah impian Phuwin itu.

Phuwin dengan polos duduk di dekat Krist yang mengajaknya mengobrol, lalu datang Gemini dengan mainannya yang diberikan pada Phuwin, "Abang! Ayo main sama aku! Aku punya lego yang banyak!" Ajak Gemini kecil berusia empat tahun. Kedua bocah itu bermain bersama hingga lupa waktu, dan abai dengan kepergian wanita yang Phuwin panggil dengan sebutan ibu.

Bocah polos itu sedang berulang tahun. Ibunya mengajak bepergian dengan semua pakaian Phuwin dikemasnya dalam dua tas. Termasuk seragam sekolah dan buku-buku pelajarannya. Phuwin lalu ditinggalkan ibunya di rumah Ruangroj, tidak ada perpisahan sampai usianya dua puluh dua tahun.

Phuwin yang malang itu butuh waktu untuk bisa beradaptasi dengan keluarga barunya, menyebut papi dan daddy, tidak bertemu ibunya lagi, da juga sorot mata tajam dari Dunk yang sempat ia terima. Apalagi kenyataan pahit yang Phuwin ketahui saat menengah pertama itu membuat omega tersebut sempat terpukul. Mengetahui dirinya adalah seorang anak haram Singto dengan omega lain yang membuat senyuman Krist tidak secerah sebelumnya. Membuat Phuwin menjadi sungkan kepada setiap anggota keluarga di kediaman Ruangroj tersebut.

Butuh waktu untuk Phuwin bangkit dan menerima kenyataan bahwa dirinya tak diinginkan sang ibu. Namun ia juga harus bersyukur karena Krist mau menerima anak haram ini. Hingga akhirnya Phuwin kembali mau membaur dengan keluarga hangat Krist.

"Phu, papi bakalan sedih kalo lo terus sedih begini, kita semua udah ikhlas, kok! Lagian yang salah Daddy sama cewek itu! Bukan lo yang nggak tau apa-apa,"












Bersambung, sini kalo mau nampol Vee lagi, Vee ga takut, pawangnya Gemini😝




Ohiyaak, habede abang Phuwin! Semoga tambah ganteng dan makin disayang orang-orang, aamiin

Rumah CemaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang