47-Penantian

570 69 4
                                    

Pond menyandarkan tubuhnya yang lelah menatap monitor sejak tiga jam yang lalu. Pekerjaannya banyak sekali, namun memang ini yang Pond inginkan.

Pujaan hati yang tengah bekerja di tempat berbeda dengannya itu membuat Pond menjadi workaholic, banyak proyek universitas yang ia ambil. Dalam satu bulan, bahkan dosen tersebut bisa menyelesaikan dua sampai tiga proyek. Membuat jurnal, penelitian, dan masih banyak lagi. Semua itu Pond lakukan demi mengusir rasa rindunya terhadap Phuwin yang terpisah jarak dan waktu dengannya.

"Rajin banget mas Pond? Lagi nabung biaya nikah, ya?" Komentar salah satu dosen seniornya di dalam ruangan dosen.

Pond tersenyum kecil, "Iya mbak, anggep aja begitu, sambil ldr-an sambil nyari uang buat biaya nikah," Jawab Pond sekenanya.

"Loh masih sama Phuwin Ruangroj itu? Anaknya Mas Singto yang jurusan sebelah itu, ya?" Rekan dosen Pond yang lain menyahut, "Langgeng banget, udah dapet restu belum nih?" Tanyanya berbasa-basi.

Dan Pond tersenyum bangga, "Udah, dong, mas! Doain aja ya,"

Wanita beta yang pertama kali bertanya itu kembali membuka suaranya, "Kalian masih muda, nggak buru-buru nikah juga nggak masalah, kan? Phuwin itu lho baru lulus S2, biarin dia nikmatin masa lajangnya dulu, nah kalo udah mendekati 30 tuh baru mulai serius," Nasehatnya seraya bercanda.

Perkataan rekannya itu mengingatkan Pond akan pernyataan papinya Phuwin beberapa bulan yang lalu saat ia menyatakan keseriusannya pada omega manis yang galak itu. Krist juga meminta waktu agar Phuwin menghabiskan banyak waktu dengan keluarganya dalam status lajang terlebih dahulu.

Semua meminta Pond untuk menunggu. Tapi sampai kapan?

"Emang kalo alpha umur 37 masih bisa knotting, mbak?" Tanya rekan Pond si lelaki beta yang duduk di sebelahnya.

Lalu wanita tersebut terkekeh, "Alpha umur 60 tahun aja masih bisa knotting, kok! Coba tanya mas Achi, alphanya masih bisa, nggak?"

Tunggu! Mengapa obrolannya jadi begini?

"Eh, mas Tha mbak Jan, mas Achi, saya pamit sebentar, ya? Phuwin telpon,"

Melarikan diri dengan alasan telepon adalah jalan terbaik menghindari obrolan rancu senior-seniornya di ruang dosen. Terima kasih Phuwin telah menelpon.

"Halo dek? Lagi ngapain nih?" Sapa Pond pertama kali.

"Halo dek, halo dek, kamu dosen, ya! Bukan pejabat Klan!" Protes Phuwin menggerutu.

Dan Pond tertawa puas karena berhasil menggoda kekasihnya tersebut, "Kenapa sayangku? Tumben banget telfon jam segini?" Tanya alpha itu.

"Pak, kontrak kerjaku udah selesai dan nggak aku perpanjang, besok siang jemput aku di bandara, ya? Sama Daddy,"

Akhirnya hari ini datang juga, senyuman Pond mengembang seperti roti boy yang dijual di stasiun dan bandara itu. Kepulangan Phuwin telah ia tunggu sejak lama. Akhirnya komunikasi jarak jauh dan penantian panjang ini selesai juga.

"Iya! Aku jemput besok ya, sayang? Eh, emangnya kamu flight jam berapa?"

Di seberang sana, Phuwin tersenyum, "Sekarang pak, udah ya? Aku mau take off!"

***

Singto menggelengkan kepalanya seraya tertawa melihat penampilan Pond pada siang ini. Alpha yang lebih muda itu memegang sebuket bunga dengan gugup di gerbang kedatangan, pakaian yang licin disetrika, serta feromon yang wangi menguar mengelilingi Pond. Secara keseluruhan, Pond seperti remaja seusia Fourth yang tengah kasmaran, meskipun usia Pond sepuluh tahun lebih tua daripada Fourth.

Tak ada yang salah dari sikap Pond hari ini, Singto justru senang, dengan penampilan yang sangat tertata rapi, alpha yang lebih muda itu membuktikan bahwa ia sangat mencintai Phuwin.

"Kamu secinta itu ya sama anak saya? Mau ketemu aja effort banget," Komentar Singto.

Sedangkan Pond tersenyum bangga, "Ini diatasnya banget, pak! Kalo nggak cinta, nggak akan kuat saya nungguin sampe hari ini," Jawabnya.

"Halah, sama Gemini aja masih takut,"

Skak matt! Gemini adalah raja terakhir di dalam percintaan anak-anak Singto. Siapapun yang ingin serius dengan Phuwin maupun Dunk, mereka semua harus meluluhkan raja terakhir, seperti apa yang dilakukan Joong untuk Dunk.

Tak lama kemudian, Phuwin akhirnya muncul dari gerbang kedatangan dengan menarik dua buah koper besar yang berisi kebutuhannya selama tiga tahun bekerja di Belanda sana, sekarang dibawanya semua kembali ke tanah air karena tak dibutuhkan lagi di tempat tinggal lamanya.

Kedatangannya membuat kedua alpha yang diminta Phuwin menjemput itu seketika tersenyum lebar menyambut si omega, Phuwin berjalan cepat menghambur ke pelukan Singto, "Daddy! Phu kangen!" Seru Phuwin di dalam dekapan Singto. Begitupun Singto yang mendekap erat putranya dengan sayang. Pria itu tak berkata apapun, karena cukup dengan pelukannya yang terasa kuat, Phuwini tahu sang Daddy juga merindukannya.

"Kamu sehat kan, nak?" Pertanyaan Singto dibalas anggukan semangat oleh putranya.

Melihat interaksi yang harmonis itu membuat Pond berpikir, pantas saja Phuwin sulit menerima alpha lain di hidupnya, karena kasih sayang dari Gemini dan daddy mereka sudah lebih dari cukup untuk mengisi kantong cinta yang Phuwin miliki.

Maka Pond akan berusaha lebih keras untuk bisa menyetarai cinta Gemini dan Singto untuk Phuwin kesayangan mereka.

"Pak Pond! Makasih ya udah mau jemput aku," Ujar Phuwin seraya tersenyum malu.

Pond pun mengangguk tulus, "Buat kamu apa sih yang enggak?"

"Ekhem!" Singto berdeham, "Ayo kita pulang, papinya Phuwin udah masak buat kita semua," Tegur Singto lalu merangkul putranya, berjalan mendahului Pond dan dua koper Phuwin, "Koper Phuwin jangan lupa di bawain, katanya cinta,"

Astaga, sekarang Pond tahu gen possessif Gemini datang dari mana.













Bersambung, sabar ya pak Pond! Nggak ada Gemini, Daddy Singto yang gantian rese, hahahaha!

Rumah CemaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang