60-Phuwin dan Daddy

572 55 3
                                    

Matahari belum nampak sama sekali, namun Fourth telah berada di kamar Phuwin dengan satu set lengkap alat rias yang akan ia gunakan semua hari ini. Permintaan khusus dari Phuwin, ia ingin Fourth merias dirinya di hari pernikahan, dengan bayaran tiket bulan madu ketika Fourth menikah dengan Gemini nanti. Penawaran yang menarik, meskipun agak sulit diterima oleh Dunk yang merasa tidak masuk akal, karena Phuwin membayar tukang riasnya beberapa tahun lagi.

Tapi mungkin karena Phuwin dan Fourth telah bekerjasama selama dua tahun terakhir, keduanya seperti telah berbagi isi pikiran sehingga jalan berpikir mereka seakan sama. Dan akhirnya Fourth setuju untuk menyiapkan Phuwin dari riasannya.

Omega itu telah berkutat mencorat-coret dan memoles wajah Phuwin sejak satu jam yang lalu. Memberikan perawatan, menutupi mata panda dan bagian kusam lainnya, membuat wajah sang pengantin lebih cerah hari ini. Kemampuan merias Fourth tidak diragukan lagi, karena nenek Davi selalu meminta Fourth untuk merias dirinya ketika akan menghadiri acara tertentu, tangan Fourth terlatih luwes dalam merias. Ini adalah salah satu alasan Gemini sangat protektif kepada omeganya yang selalu bertambah cantik setiap hari.

"Nah! Selesai! Lo tinggal ganti baju deh bang!" Seru Fourth setelah memberikan pewarna bibir yang segar.

Hasilnya tak pernah mengecewakan, Phuwin semakin bersinar ketika ditangani Fourth, apalagi dengan setelan jas putih bersih, hari ini benar-benar harinya Phuwin.

Pekerjaan Fourth selesai tepat pukul enam pagi, cukup untuk Phuwin menenangkan diri dan mengisi perut sebelum ia pingsan karena kelaparan.

Namun sebelum Fourth beranjak untuk mengambil sarapan, Singto telah terlebih dahulu mengetuk pintu kamar sang pengantin, membawakan satu nampan penuh makanan, "Phu sarapan dulu ya! Daddy suapin,"

Kemudian orang-orang yang berada di dalam kamar Phuwin itu pergi meninggalkan kamar sang pengantin, memberi ruang bicara kepada sepasang ayah dan anak tersebut.

Nampan itu berisi nasi dan lauk pauk, tak lupa dengan kudapan dan air putih sebagai pemuas dahaga. Singto menyuapi putranya dalam diam, begitu telaten dan hati-hati, tidak ingin pakaian putranya menjadi kotor karena makanan.

Selama Singto menyuapi putranya, ia hanya diam dan tersenyum, sesekali menanyakan bagaimana rasa dari makanan tersebut. Lelaki itu menahan diri, tak ingin menangis dikala putranya tengah makan. Meskipun Phuwin tahu, nafas Singto sesekali memberat seperti menahan tangisnya.

Ketika suapan terakhir tiba, rasanya Singto tak ingin memberikan suapan terakhir itu pada Phuwin. Ia masih ingin terus menyuapi Phuwin sebagai putranya sendiri, tidak dengan status suami orang, berat sekali.

"Daddy masih pengen nyuapin anak daddy ini, suapan terakhir ini rasanya nggak pernah siap daddy kasih ke kamu," Ujar Singto ketika Phuwin mempertanyakan suapan terakhir itu.

Lalu Phuwin tersenyum, "Phu masih anak daddy, sampai kapanpun itu!" Phuwin menggenggam tangan Singto yang kosong, "Mau Phu udah nikah, punya anak, punya cucu sekalipun, Phu masih anak Daddy sama papi! Kalian masih berhak buat suapin aku kapanpun kalian mau!"

Saat ini, ketimbang si pengantin, Singto sang orang tua itu yang nampak paling gugup. Berkali-kali ia menghela nafas berat menahan perasaannya.

"Maafkan daddy, kalau selama ini belum bisa jadi daddy yang baik buat kamu," Tutur Singto lembut.

Genggaman itu mengerat, Phuwin membawa tangan Singto untuk dipeluknya, "Terima kasih banyak, karena udah jadi orang tua paling baik sedunia! Phuwin selamanya sayang daddy!"

Tangis Singto jatuh begitu saja, ia menangis karena merasa berat untuk melepaskan Putra omeganya yang satu ini. Singto akui, dulu dirinya tak mengharapkan kelahiran anak itu ke dunia ini, apalagi setelah ia menghancurkan hati Krist karena keteledorannya telah meniduri orang lain. Namun ketika Krist saja mau memaafkannya dan menyayangi Phuwin seperti anaknya sendiri, Singto mulai bisa menerima omega cantik satu ini sebagai putranya.

"Dad.." Panggil Phuwin pelan, "Kalo Daddy nggak sanggup ngasih suapan terakhir itu, Phuwin gapapa," Tutur Phuwin, "Masih ada waktu buat kita tunda..."

Singto segera menggeleng, "Daddy harus sanggup, kamu udah ngelewatin banyak sakit nak, Daddy mau kamu hidup bahagia," Kemudian dengan tangan yang bergetar, Singto berhasil memberikan Phuwin suapan terakhir, sebelum omega tersebut terikat janji pernikahan dengan sang alpha.

***

Krist tersenyum haru, ia berdiri di ujung karpet setelah mengizinkan Phuwin dibawa Gemini dan Singto menuju panggung pemberkatan. Phuwin nampak anggun dengan setelan jas putih bersih dan bunga hasil rangkaiannya sendiri, meski tak sempurna, namun Phuwin sangat bahagia ketika ia berhasil memeluk bunga buatan sang papi.

Irish pun hadir, berdiri di samping Krist, ikut melepaskan putranya menuju kehidupan yang baru. Meskipun Irish tidak merawat dan membesarkan Phuwin, namun Krist tidak pernah lupa, jika putra tengahnya itu lahir dari rahim wanita itu.

"Selamat kak Krist! Phuwin akhirnya bahagia di tangan kakak," Ujar Irish sendu, "Kalau Phuwin sama aku, aku nggak tau dia masih ada sama kita atau enggak."

"Irish.." Sela Krist pelan, "Jangan bahas hal itu di hari bahagia anakku, kamu diundang ke sini cuma karena Phuwin anakku. Inget satu hal, setelah kamu taruh Phuwin di rumahku hari itu, memang kamu udah nggak ada hak lagi atas dia," Peringat Krist, "Jadi lebih baik kamu diam!"

Lukanya masih ada, tak bisa disembuhkan, Krist masih sakit hati ketika melihat Irish muncul di hadapannya. Tapi hari ini Krist mengalah demi Phuwin, mengizinkan Irish berada di sekitar keluarganya, meskipun Krist sangat muak.

Di seberang sana, Phuwin telah sampai di panggung pemberkatan, Singto dengan tegar dan tersenyum tegas meraih tangan Pond untuk menggantikannya menggandeng tangan Phuwin, sebagai tanda semua tanggungjawab Singto terhadap Phuwin telah diberikan kepada Pond.

"Daddy sayang banget sama Phuwin, jangan sampe Phuwin nangis ya. Kalau kalian udah nggak bisa bersama, tolong jangan sakiti Phuwin, kembaliin Phuwin aja sama saya," Tutur Singto penuh ketegaran.

Mendengar hal itu, Pond mengangguk tegas, "Pasti, pak! Saya bakalan jaga Phuwin sekuat yang saya bisa."

Akhirnya Singto dan Gemini turun dari panggung, duduk di kursi paling depan yang telah diisi keluarganya, kemudian Jaydee merengek kepada Joong, agar ia bisa di pangku oleh sang kakek. Sedangkan Gemini duduk di sebelah Fourth yang kini lebih tenang dengan pembawaan diri yang lebih dewasa.

"Kak, hari ini gue udah dua puluh lima, bukan umur bocah lagi yang dilarang liat orang ciuman!" Peringat Fourth galak, sedangkan Gemini hanya mengangguk sambil terkekeh pelan.

"... Dengan ini, kalian telah dah menjadi sepasang alpha-omega yang diberkati Dewa dan Dewi di seluruh semesta. Kalian pasangan pengantin diizinkan untuk menyampaikan kasih sayang kepada satu sama lain," Seru tetua yang memimpin pemberkatan Pond dan Phuwin pagi ini.

Riuh tepuk tangan seluruh undangan telah memenuhi gendang telinga sang mempelai, membawa perasaan bahagia yang tiada tara. Lalu Pond, mengeratkan genggaman tangannya pada sang omega, saling melempar senyum satu sama lain.

"Cium! Cium! Cium!"

Tiba-tiba, sorak sorai itu memaksa Pond untuk mencium Pengantinnya, sedangkan Phuwin menunduk tersipu. Tetapi kemudian Pond mengangkat dagu Phuwin dan mengecup bibirnya dalam, seperti tiada hari esok.

Ciuman kedua mempelai itu mengundang sorak sorai para tamu agar lebih riuh lagi, seluruh tempat itu diselimuti kebahagiaan.

































Bersambung, siapa yang kangen sama Vee?

Rumah CemaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang