38-Kak Dunk

971 82 9
                                    

"Dunk, maaf-"

"Berita Ford udah sampe mana? Ada perkembangan, nggak?" Dunk bertanya acuh, sambil terus mengoreksi sebuah artikel yang hendak ia serahkan pada tim penerbitan.

Sedangkan lelaki di belakang Dunk terdiam, menghela nafas lelah karena telah beberapa hari di diamkan omeganya. Akhirnya Joong mengalah, dan melaporkan apa yang ia dapatkan dalam pekerjaannya. Hari sudah sore, jam kerja masih kurang satu jam lagi sebelum pulang. Pikir Joong biar nanti setelah pulang kerja ia selesaikan.

Namun tetap saja, omega itu diam bahkan ketika ia setuju pulang bersama Joong alphanya sendiri. Duduk seperti patung di kursi penumpang mobil Joong.

Keheningan sangatlah bertolak belakang dengan riuhnya suara kendaraan dan klakson di jalan raya yang padat sore ini. Jam pulang kerja adalah jam ramai jalanan karena semua orang turun ke jalan untuk pulang ke rumah dari tempat kerja dengan lelah yang melanda.

Begitupun Joong dan Dunk, pasangan tersebut juga merasa lelah. Selain karena pekerjaan kejar tayangnya, konflik antara keduanya juga belum reda, makadari itu Joong meminta izin kepada Singto untuk mengajak keluar sulungnya.

"...iya Dad, nanti sekitar jam tujuh Joong anterin Dunk ke rumah, semoga nggak macet, ya? Iya Dad, makasih,"

Tut... sambungan di putus, Dunk menghela nafas mendengar pembicaraan Joong dengan orang tua Dunk sendiri.

"Selalu ambil keputusan sepihak, emangnya aku mau pergi sama kamu?" Ketus Dunk tanpa menoleh pada Alphanya, "Aku mau pulang,"

Nampaknya ketusan sang omega tak didengar Joong sama sekali, alpha itu justru melewati jalan Dunk pulang dan membelokkan mobilnya menuju indekosnya sendiri, Joong rasa tempat itu aman untuk ia beradu argumen dengan Dunk nanti, ia akan mendengarkan Dunk dan mengutarakan semuanya.

Mungkin sore ini akan terasa panjang.

"Mas?! Aku mau pulang!" Protes Dunk yang marah karena dibawa ke tempat tinggal sang alpha.

Joong menarik pedal rem tangan, lalu membalas tatapan sengit Dunk dengan lembut, "Aku masih rumah kamu, kan?"

Yang lebih muda membeku, ia tahu jelas jawabannya adalah Joong, tapi rasanya lidah sialan ini telah membekukan syarafnya agar tak bisa menjawab pertanyaan yang lebih tua. Tatapan Dunk perlahan berubah sendu, menyelami manik kecoklatan sang alpha yang menatapnya penuh ketulusan.

Halaman parkir indekos tempat Joong sore ini nampak sepi, karena hari ini adalah hari jumat dimana sebagian besar penghuninya pulang ke rumah masing-masing. Hal ini dimanfaatkan Joong untuk membawa omeganya dan menyelesaikan masalah mereka di tempat yang sepi ini.

"Dek... mas ini masih rumah kamu, kan?" Tanya Joong sekali lagi.

Dan detik selanjutnya hanyalah Dunk yang menunduk seiringan air mata yang jatuh. Ia lelah, Dunk lelah mendiami dan marah kepada alphanya seperti sekarang. Karena bagaimanapun, tempat aman selain keluarganya adalah Joong, alphanya sendiri.

Isakan kecil itu makin terdengar jelas ketika Joong meraih omeganya ke dalam dekapan hangat, "Maafin mas, ya? Mas udah minta maaf ke tante mas karena keterlaluan sama mereka," Papar Joong selagi tangannya aktif mengusap surai lepek omeganya.

"Aku nggak marah, aku cuma takut kalo sikap mas nanti bakal berdampak sama perlakuan keluarga kamu ke aku," Dunk menjelaskan dengan susah payah. Tangisnya belum reda, ia berbicara tersengal-sengal.

Joong mengangguk, "Iya sayang, mas nggak akan kurang ajar lagi sama orang tua, ya? Maaf, mas cuma mau lindungin adek waktu itu,"

Yang di dekap juga mengangguk pelan, "Maafin adek juga ya, mas? Adek nggak bersikap dewasa, diemin mas berhari-hari, padahal masalah kaya gini bisa kita selesaiin cepet,"

"Gapapa sayang,"

***

Sebelum pukul tujuh malam, Joong telah memarkirkan mobilnya dengan sempurna di luar perkarangan rumah Ruangroj, sesuai janjinya ia telah mengantarkan si sulung dengan selamat.

"Dek, panggilin Daddy, mas mau pamit langsung," Titah Joong sesaat sebelum keduanya turun dari mobil.

Namun sebelum Dunk melakukan permintaan sang alpha, di teras sudah ada Singto yang duduk dengan sebuah koran yang Dunk tahu itu koran dari tempat ia bekerja.

Joong pun tersenyum menyapa calon mertuanya, "Malem Dad, apa kabar?" Sapanya, mengabaikan Dunk yang masuk ke dalam meninggalkan dua alpha di teras malam itu.

Yang lebih tua tersenyum cerah membalas sapaan sang calon menantu, menutup korannya dan berdiri, "Daddy baik, ayo mampir dulu, kita makan malem,"

Sebagai anak perantau yang jauh dari orang tua, tawaran kepala keluarga Ruangroj itu amat menggiurkan, mengingat Joong juga masih memikirkan apa yang akan ia makan untuk malam ini. Tetapi ia baru berbaikan dengan Dunk, rasanya masih canggung jika mereka harus duduk dalam satu meja.

"Enggak dulu Dad, maaf ya? Joong-"

Singto berdecak, ia merangkul calon menantunya, "Halah! Banyak gaya nolak-nolak, kasian papinya Dunk udah masak banyak, tau! Dia pengen makan sama anak-anaknya, ayo masuk!" Sergah Singto seraya membawa tamu si sulung itu masuk ke dalam.

Di meja makan hanya ada empat piring yang disiapkan, seolah Krist memang sudah menantikan kedatangan calon menantunya. Lalu tiga macam lauk khas rumahan ditata rapi menggoda perut yang keroncongan, sebenarnya mana bisa Joong menolak masakan papi Krist?

"Nah ini dia, Joong!" Sapa Krist sumringah, keriputnya tercetak jelas ketika ia tersenyum.

Joong pun tersenyum membalas sapaan calon mertuanya, "Malem papi, apa kabar?"

"Papi baik, sini gabung!"

Keempatnya duduk bersama di meja makan, dengan kondisi para anak yang belum mandi. Krist amat senang, karena semenjak Phuwin dan Gemini pergi belajar mengejar impiannya di tempat yang jauh, rumahnya terasa sepi, apalagi Dunk yang seringkali disibukkan dengan liputannya. Krist hanya makan berdua saja dengan sang alpha.

Namun kehadiran Joong malam ini menambah suasana ramai kediaman Ruangroj itu, kerinduan Krist dan Singto terhadap anak-anaknya yang suka ribut itu sedikit terobati.

"Makan yang banyak, Joong, Dunk," Perintah Krist seraya menambahkan sesendok lauk lagi di piring kedua anaknya.

"Oh iya, kalian beneran mau nikah setelah Gemini lulus? Kuliah dia lama, lho! Belum koas dan lain-lain," Tanya Singto, "Keburu tua kalian," Komentarnya.

Pertanyaan sang kepala keluarga membuat Dunk dan sang alpha meletakkan kembali sendok mereka di atas piring, keduanya saling bertukar pandang dengan ketegangan yang ada.

Singto meminum airnya sedikit, lalu menatap putranya, "Maksud Daddy, kalo kalian mau nikah tahun depan atau tahun ini juga, Dad sama papi bisa bantu kalian buat bujukin Gemini sama Phuwin," Ujarnya lagi.

Pasangan yang lebih muda itu masih diam, kini ditambah si sulung yang menundukkan wajahnya, amat kentara di mata Krist. Mungkin pertanyaan Singto sederhana, namun di dalam masing-masing Joong dan omeganya yang baru saja berbaikan itu menjadi pertanyaan berat.

"Ekhem... kita enggak maksa, kok! Kalo kalian belum siap juga gapapa," Krist menyenggol alphanya, "Iya kan, Dad?" Tanya Krist dengan tatapan memberi kode.


















Bersambung, halo! Ketemu lagi kita!

Rumah CemaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang