58-Deeptalk

563 51 0
                                    

"Phu, mau kemana sambil marah-marah gitu?"

Singto menegur, ia menatap putranya datar tanda tak baik. Pergi dengan suasana hati yang buruk adalah hal yang sangat dilarang oleh kepala keluarga Ruangroj tersebut.

"Phuwin Tangsa," Panggil Singto lagi.

Hingga mau tidak mau omega tersebut menghampiri daddynya dengan langkah menghentak, omega itu sedang marah, entah karena apa. Phuwin duduk di sebelah Singto dan langsung mendumel, "Pak Pond bilang hari ini mau ke tempat temennya buat rapat koordinasi lagi soal pernikahan sama aku, tapi tiba-tiba dia batalin karena diajak kaprodinya* ngopi di warkop!" Phuwin menggerutu dengan air mata yang mengalir terus.

"Makin kesini, makin deket hari pernikahan, ada aja yang bikin kita berantem. Yang nggak ada kabar lah! Yang batalin janji mau pergi berdua! Akhirnya aku doang yang ngurusin persiapan! Sebenernya dia niat nggak sih nikahin aku?!"

Omega itu lalu menutup wajahnya, "Yang mau dia nikahin itu aku atau kaprodinya sih?!" Phuwin tersedu, lalu kembali mengangkat wajahnya menatap sang daddy, "Bayangin aja! Dua bulan ini sering banget kita gagal nge-date karena kaprodi kegatelan itu! Lagi-lagi kaprodi ngajakin ke warkop, kaprodinya begini begitu! Aku capek, dad!"

Tangis Phuwin makin kencang ketika Singto menariknya dalam pelukan, "Daddy kan kaprodi juga, ngomong lah sama dia itu! Jangan ngajakin pak Pond terus! Emang sesepi apa hidupnya sampe ngajakin alpha orang lain terus?" Keluhnya lagi.

Singto kali ini hanya mengangguk mendengar keluhan putranya, "Terus sekarang Phu mau kemana? Ke vendor? Mau sama daddy aja perginya?" Tawar Singto lembut.

Phuwin mengangguk lemah, lagipula ia tak ada tenaga untuk menyetir atau naik angkutan umum. Membatalkan janji pun tidak baik, apalagi di menit terakhir.

"Daddy ganti baju dulu ya? Abis dari Vendor kita cari makan, oke?"

Di sisi lain, Krist tengah mampir di perpustakaan yang berada di dalam pusat perbelanjaan dengan cucu pertamanya. Anak perempuan itu begitu tenang di gendongan sang kakek karena ia sibuk mengamati sekitarnya yang ramai.

"Jaidee sayang, yang itu namanya.. Eh sebentar ya Jaidee, opa angkat telepon dulu," Tutur Krist lembut seraya tersenyum.

Tiba-tiba ponselnya berrdering mengganggu, Krist segera mengangkatnya karena sedikit mengganggu ketenangan toko buku yang sedang ia kunjungi bersama Jaidee, "Kenapa mas? Aku lagi sama Jaidee nih! .. Loh? Oke aku sama Jaidee nyusul ya? Aku lagi di toko buku yang biasanya, oke deh mas!"

Mendengar kabar tentang putranya itu, Krist harus bergegas membayat buku-buku pilihannya untuk nanti dibacakan kepada Jaidee. Omega itu sedang suka sekali membelikan cucunya berbagai judul dan jenis buku untuk Jaidee, setiap hari Krist akan datang ke rumah Dunk untuk membacakan buku.

***

Krist menghela nafas lelah, membiarkan Phuwin menggendong keponakannya itu selagi ia memilih makanan untuk menjamu tamu di hari resepsi nanti. Sedangkan Singto entah pergi kemana setelah berbicara di telepon.

"Phu, kamu bukan anak kecil lagi yang harus papi tolongin di setiap masalah kamu. Apalagi kamu mau nikah, kalian udah berapa tahun barengan coba?" Omel Krist sambil menelisik satu persatu hidangan sampel.

Sedangkan Phuwin merenung, memainkan jemari kecil keponakannya.

Lalu Krist memberikan sesuap kue kepada Phuwin, "Kamu udah mau masuk kepala tiga, tetep boleh kok sedih dan kecewa, tapi yang sampe mau udahan sama Pond, coba kamu pikirin lagi," Nasehat sang papi, nada bicaranya melembut seiring usapan lembut di kepala Phuwin, "Mau gimanapun, kalian udah komitmen satu sama lain dan serius mau menikah, ini salah satu ujian kalian, masalah komunikasi. Gimana aja caranya kalian ngobrol, ngungkapin unek-unek. Jangan apa-apa tantrum dan marah, kalo kaya gitu, papi anggap kamu belum siap menikah dan papi bakalan tarik restu papi buat kalian,"

Phuwin membola, "Jangan dong pi! Masa kita nunda nikah lagi?" Protesnya.

Sedangkan Krist mengedikkan bahunya cuek, "Loh? Ya biarin! Biar kalian belajar lagi dan mempersiapkan diri! Kalo kalian nikah tapi Pond masih plin-plan, kamu masih tantruman, mau jadi apa hubungan kalian?" Lalu Krist kembali menikmati makanan sambelnya dengan tenang.

Sedangkan Phuwin kembali merenung, memilin ujung pakaian Jaidee yang digendongnya. Kemudian ia menghela nafas panjang, di peluknya Jaidee hingga bocah itu merengek tidak nyaman akibat pelukan sang paman yang terlalu kencang.

"Iya deh pi, nanti Phu ngobrol sama pak Pond,"

***

Pond sekali lagi merapihkan pakaiannya dan sebuket bunga yang ia bawa sebelum benar-benar menghampiri tunangannya itu. Jantungnya berdegup kencang, seperti saat pertama kali mereka pergi berkencan dulu.

"Phu.." Panggil Pond pelan.

Yang lebih muda mendongak, mendapati sang alpha yang nampak rapi dengan sebuket bunga matahari yang cerah.

Pond lalu berlutut, "Maafin saya ya, Phu? Hari ini harusnya kita bisa habisin waktu berdua, tapi karena kesalahan saya, kita malah jadi berantem," Ujarnya tulus.

Bunga itu nampak indah terpancar matahari sore di danau tempat Phuwin menunggu Pond. Phuwin menerima bunga itu dengan senyuman tipis.

Setelahnya Pond duduk di sebelah Phuwin, di kursi panjang yang sebenarnya hanya cukup untuk dua orang dewasa saja.

"Maaf, saya masih susah ngendaliin emosi saya, apa bapak masih mau sama saya yang suka tantrum ini?" Tanya Phuwin seraya menatap lurus manik alphanya.

Pond langsung mengangguk, "Mau gimanapun sifat kamu, bakalan saya terima, seiringan dengan saya mencintai kamu. Saya juga masih kurang tegas dan suka terbawa arus, apa kamu masih mau sama saya?" Balasnya.

Yang lebih muda mengangguk malu, "Kata kak Dunk, hubungan pernikahan itu ibaratkan kapal bajak laut di tengah samudera, perjalanannya nggak mudah, tapi kalo kita berdua yang ngendaliin kapalnya, pasti bisa selamat, walaupun akhirnya nggak akan sempurna,"

Alpha itu mengangguk setuju, "Kalo begitu, ayo kita matangkan persiapan lagi, sebelum kapal kita berlayar!"












Bersambung!

Rumah CemaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang