Guys, maapin yah nanti kalo ada kata-kata yang menurut kalian frontal banget hehe
"Boys! Kunci aja rumahnya nanti, papi sama Daddy pulang besok!"
Gemini melirik punggung kedua orang tuanya yang saling berangkulan keluar rumah, "Hm... sus," gumamnya cuek lalu kembali asyik mengunyah keripik yang menemaninya menonton film.
Kemudian Krist tiba-tiba muncul di balik pintu, "Fourth sama Gemini hati-hati loh! Dunk lagi liputan malem sama Joong! Fourth tidur di kamar Phuwin aja ya!" Serunya lalu keluar.
Dua remaja yang tengah asyik menonton film itu berseru kompak mengiyakan titah papi kesayangan mereka. Malam ini hanya ada Gemini di rumah karena Dunk sedang liputan malam, Phuwin yang berada di Belanda baru memulai perkuliahannya, serta kedua orang tua mereka yang jam tujuh malam sudah berpakaian rapi, bersiap keluar rumah, sepertinya ingin pergi kencan.
Akhirnya Fourth menjadi sasaran empuk rengekan alpha bungsu tersebut dan berakhir menginap di rumah alphanya yang berjarak satu lompatan dari kamarnya. Hanya menonton film berdua dan memasak makanan sekenanya, Gemini tidak berpikiran macam-macam terhadap omega di pelukannya ini.
"Punya alpha cemen banget, di tinggal sendirian di rumah kok takut," Cibir Fourth lalu menyandarkan kepalanya di dada sang alpha.
Gemini memajukan bibirnya sepanjang yang ia bisa, "Punya omega pundungan banget, timbang nemenin alphanya doang ngambek,"
Lain di mulut, lain juga gestur tubuh mereka. Meski saling melempar cacian, pasangan muda itu mengeratkan pelukan satu sama lain. Senyum kecil terlukis di bilah masing-masing, menandakan rasa aman yang mereka dapatkan.
"Kak, kalo di novel-novel, kalo nonton film sambil back hug gini, endingnya ngeseks nggak, sih?"
Tuk!
"Anjir! Sakit, kak!" Fourth mengusap kening lebarnya yang panas akibat sentilan maut dari sang alpha, "Kotor banget otak lo! Besok gue pakein mode orang tua hp lo deh, biar ga baca gituan lagi," Omel Gemini tak habis pikir dengan isi otak omeganya.
"Eh bocil, dengerin! Lo kelas dua belas aja belom masuk, ya! Ga usah belaga ngesaks-ngeseks, deh! Nanti kalo jadi anak beneran, nangis lo," Sembur Gemini yang masih belum melepaskan pelukannya pada omega pendek di di dekapannya.
Bukannya ikut merajuk, justru Fourth tersenyum mendusalkan wajahnya pada sang alpha, memutar badannya agar leluasa memeluk Gemini yang setengah merebah, "Gue sayang banget sama lo, kak!"
Gemini ikut tersenyum lembut seraya menyugar rambut omeganya, "Gue juga sayang banget sama lo, cil,"
***
Krist tersenyum mengamati interaksi dua remaja di layar ponselnya, "Anak kamu gentle banget, ya!" Gumam Krist lalu menutup ponselnya, beralih memperhatikan alpha yang sedang mengemudi di sampingnya.
"Anak kita, tapi kamu yang didik sih jadinya keren," Balas Singto, ia meraih tangan Krist dan mengecupinya lembut.
Awalnya Krist tidak tenang meninggalkan Gemini dengan Fourth berdua saja, namun Singto meyakinian omeganya jika bungsu mereka bisa di percaya. Akhirnya dengan titah Krist, Singto memasang penyadap suara di beberapa titik yang mungkin akan Gemini singgahi, mengawasi putranya dalam diam.
Kemudian setelah mendengar percakapan Gemini dengan tunangannya, Krist merasa jauh lebih lega, bungsunya bisa ia percaya tidak akan berbuat macam-macam terhadap omega, bahkan omeganya sendiri.
"Kita mau kemana, mas?"
"Pantai,"
Hari ini adalah hari ulang tahun Singto, Krist sudah menjanjikan dirinya untuk mau ikut sang alpha pergi kemana saja atau menurut jika Singto ingin melakukan apa saja bersama dirinya. Singto mengarahkan mobilnya menuju pantai terdekat dari rumahnya, meskipun berjarak satu jam dari rumah mereka, sih.
Rencananya Singto ingin menghabiskan waktu berdua saja dengan omeganya, pantai menjadi tempat terpilih karena memori baik banyak bersarang di benak sepasang alpha-omega tersebut.
Singto memarkirkan mobilnya di parkiran sebuah hotel dekat pantai. Setelah mengurus akomodasi, Krist dibawanya menuju restoran daging panggang, makanan kesukaan mereka sejak masa kuliah dulu.
"Bang Off!" Sapa Singto pada pemilik resto, yang merupakan kakak tingkat Krist di universitas.
Off tersenyum sumringah membalas sapaan Singto, "Udah lama gak main, apa kabar, bro!"
"Kita baik. Bang, gue minta paket kaya biasa ya! Tapi kurangin porsinya soalnya cuma gue sama Krist yang makan," Pesan Singto yang dicatat asisten Off.
"Anak-anak lo nggak di ajak?"
Singto menggeleng seraya tersenyum, mengeratkan rangkulannya pada Krist "Nggak, udah gede mereka, masanya udah abis,"
Si pemilik resto tertawa menanggapi teman dekatnya itu, belasan tahun berteman, mengetahui lika-liku kehidupan satu sama lain, Off adalah kakak tingkat yang Krist anggap seperti kakak kandungnya sendiri.
Kursi di bagian ujung resto menghadap langsung ke pesisir yang gelap saat malam hari meskipun sedikit remang dengan pencahyaan lampu resto. Pemandangan dan suasana yang pas untuk menikmati waktu berdua saja.
"Kita pertama kali ketemu di sini nggak, sih? Waktu camp reboisasi kampus? Mas inget banget kamu mabok terus ngeracau macem-macem di depan senior," Ujar Singto membuka obrolan.
Wajah Krist memerah sempurna, kulit putinya berubah drastis, malu mengingat kejadian tersebut, "Mas, bisa nggak usah di ungkit lagi? Aku malu!"
Singto terkekeh pelan, "Tapi kalo kamu nggak mabok, aku nggak akan bisa duduk di sini lagi berdua sama kamu,"
"Iya, soalnya aku..." Krist menghela nafas, "Maaf ya, itu salah aku,"
Semua orang pasti memiliki kesalahan di masa lalu, namun masa lalu haruslah ditinggalkan agar bisa maju melangkah ke masa depan. Begitulah prinsip Singto dan Krist yang saling menggenggam tangan dan bersama hingga hari ini.
Pertemuan pertama mereka bukanlah momen yang baik, tetapi biarlah ditinggalkan di masa lalu. Krist melupakan dirinya di masa lalu sebagai omega nakal yang suka mempermainkan alpha, dan Singto yang tidak setia. Jodoh cerminan diri, kan?
Bahkan ketika Krist mengetahui kehadiran Phuwin sebagai anak tirinya, Krist tidak marah sama sekali dan menganggap Phuwin adalah balasan yang harus ia terima akibat kelakuannya di masa lalu. Begitupun Singto, mengetahui Krist mengandung anaknya di luar pernikahan, mengharuskan ia dikeluarkan dari rumah dan menjadi penyebab ayahnya tiada karena serangan jantung.
Krist dan Singto memulai hidup baru dengan memaafkan dan memperbaiki diri mereka sendiri, setelahnya banyak hal baik yang datang kepada mereka. Mereka menjadi kuat dari hari ke hari.
"Berapa lama kita bareng sih, mas?" Ujar Krist membuka suaranya setelah merenung.
Daging yang telah matang di angkat dari pemanggang dan berpindah ke mangkuk Krist, "Dua puluh... berapa, ya?" Gumam Singto menerka, "Seumuran kakak, berarti sekitar dua puluh delapan, kalo kita ngitungnya pas pertama kali kita ketemu di pantai, berarti udah tiga puluh tahun lebih. Ternyata udah lama banget, ya?"
Yang lebih muda mengangguk dalam kunyahan dagingnya, "Selama itu kita, mas gak bosen sama aku?"
"Setelah aku milih kamu daripada Irish? Setelah aku nekat kabur kesini sama kamu berdua dan kerja serabutan buat kuliah sama biaya hidup kita? Setelah kamu nekat pertahanin Dunk yang hampir dibunuh ayah kamu sendiri?" Tanya Singto lembut, "Masih bisa ngeraguin aku? Asem pahit keringet aku sama kamu, mana bisa aku lepasin kamu gitu aja?"
Krist tersenyum hingga garis-garis penuaan di sudut bibir dan matanya nampak, "Selamat ulang tahun, mas. Semoga kita masih bisa hidup, sampe anaknya Gemini sama Fourth gede,"
Bersambung!
Selamat ulang tahun p'Singto! Pacar Vee sebelum ketemu Gemini hehe semoga hal-hal baik selalu datang ke p'Singto, aamiin!
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumah Cemara
AcakOmegaverse! Kerusuhan tiada akhir dari tiga bersaudara Dunk-Phuwin-Gemini yang hampir bikin papi Krist naik pitam, tapi selalu ada Daddy Singto yang jadi pereda emosi papi. Gimana gak emosi? Phuwin sama Gemini akurnya cuma pas Alphanya kak Dunk date...