51-Ibu

595 67 12
                                    

Phuwin telah melihat presensi wanita yang melahirkannya itu di kafe tempat mereka membuat janji temu. Jantung Phuwin berdegup kencang, namun ia harus memenuhi janjinya kepada dirinya sendiri, setelah menenangkan diri selama satu minggu lamanya, Phuwin harus siap bertemu sang ibu yang telah memberikan luka mendalam seumur hidupnya.

Bahu Phuwin di tepuk sang kakak karena Phuwin terus berdiri dengan ragu di dekat pintu masuk, "Kalo lo masih ragu, kita bisa balik sekarang juga," Tawar sang kakak.

Namun omega itu menggeleng kepada sang kakak seraya tersenyum, "Gue harus selesaiin ini, soalnya setelah gue pikir-pikir, masalah satu ini berpengaruh juga ke hubungan gue sama pak Pond," Jelasnya lembut.

Lalu sepasang kakak adik itu memasuki kafe tersebut, menghampiri Irish yang baru saja menerima pesanan minumannya. Begitu melihat Phuwin berjalan mendekat ke mejanya, Irish tersenyum cerah menyapa putranya. 

"Ibu udah lama tunggu? Maaf ya kalau hari ini nggak bisa berdua aja, soalnya-"

"Takut aja kamu sakitin adik saya lagi," Sela Dunk ketus, menatap wanita di depannya dengan sinis.

Phuwin menyikut lengan sang kakak, menegurnya.

Tapi Irish tak peduli, ia hanya peduli pada Phuwin yang duduk tepat di hadapannya. Perasaan haru Irish melihat Phuwin yang kini tumbuh dewasa, anaknya sangat cantik dan tampan di saat yang bersamaan, feromonnya wangi seakan menenangkan, "Kamu sehat, nak?" Tanya Irish pertama kali.

Anggukan menjadi jawaban omega yang paling muda, ia pun juga tersenyum, "Phuwin sehat, ibu apa kabar?"

"Ibu baik, baik sekali waktu udah ketemu Phuwin. Kamu cantik sekali! Lega rasanya ibu tau kalo kamu hidup lebih baik daripada waktu sama ibu,"

Ada ketulusan dan setitik rindu yang mendalam di pancaran matanya. Dunk bisa merasakan hal itu. Namun ada hal yang tak bisa ia mengerti, mengapa Irish membuat luka yang sulit disembuhkan untuk anaknya sendiri? Bahkan Phuwin dan dirinya memiliki feromon yang aromanya sama persis.

Entahlah, mungkin Dunk harus belajar memaafkan kesalahan orang lain dan menerima kehadiran Irish di sekitar sang adik. Kalau Phuwin sang korban saja memaafkannya dan mau berdamai dengan Irish, kenapa tidak?

***

Mobil Dunk melaju pelan menikmati perjalanan pinggiran kota yang lumayan renggang. Di sebelahnya, Phuwin menatap lurus ke depan dengan senyum kecil yang nampak sesekali.

"Setelah ketemu ibu lo, gimana perasaan lo? Lega? Atau masih takut?" Tanya Dunk hati-hati.

Phuwin melirik sang kakak sebentar, "Ternyata berdamai sama ibu bikin hati gue tenang, bisa ngobrol sama ibu meskipun nggak lama, ada satu titik beban yang akhirnya lepas," Jawab Phuwin mengemukakan perasaannya, "Sebelum ketemu ibu, gue kemarin konsul sama psikolog gue, ternyata beliau bener, mungkin obatnya adalah berdamai dan berteman sama luka, dengan ketemu sama ibu Irish, luka gue berangsur pulih walaupun nggak secepat itu,"

Kini Dunk juga melihat binar bahagia yang terpancar di manik kecoklatan sang adik, akhirnya Phuwin menemukan titik bahagia di dalam hidupnya.

Namun ada satu keraguan muncul di dalam diri si sulung tentang eksistensi dirinya dan keluarganya di mata Phuwin. Apakah Phuwin masih akan menjadi anak dari Krist dan Singto? Akankah Phuwin tetap berada di dalam keluarga Ruangroj dengannya dan Gemini? Dunk mengerti jika ia dan Phuwin memiliki ayah yang sama, namun apapun bisa terjadi. Rasa sayang dan ingin melindungi sang adik kini perlahan berubah menjadi rasa egois mempertahan Phuwin agar tidak berada di sisi ibu kandungnya. Terdengar jahat, namun Dunk akan sangat menjadi sensitif jika menyangkut keluarganya sendiri.

"Phu, mau es susu?"

Tawaran sepintas Dunk membuat sepasang kakak adik beda ibu tersebut berada di satu kedai es susu dekat  rumah mereka. Es susu mbak Jani yang merupakan kesukaan Gemini dan Fourth itu ternyata juga kesukaan tiga bersaudara Gemini, Phuwin, juga si sulung Dunk. Jika Gemini dan Fourth datang ke kedai ini untuk merajut kasih, maka Phuwin dan Dunk akan membuat obrolan orang dewasa.

"Udah punya alpha juga masih doyan makan ginian," Komentar Phuwin.

Dunk mengenndikkan bahunya acuh, "Yaudah sih kenapa? Gue yang bayar, gue yang atur!"

Sang adik hanya mengangguk saja, menikmati sajian manis yang membangkitkan suasana hatinya  itu. Rasanya sudah lama ia tidak menghabiskan waktu berdua saja dengan sang kakak. Entah kapan terakhir ia tidak ingat.

"Kak, kira-kira pak Pond serius nggak ya sama gue? Udah beberapa tahun, tapi dia nggak ada omongan mau seriusin gue," Tanya Phuwin retoris, tak perlu dijawab.

Namun Dunk ingin menjawab, "Lah? Kan Abis gue nikah tuh pak Pond ketemuan sama Papi, lo belum tau?" Ujar Dunk, "Dia minta izin buat lamar lo. Tapi papi belum puas habisin waktunya sama lo, makanya papi belum bilang iya,"

"Tapi bener kata lo, ini udah beberapa tahun, mungkin papi udah berubah pikiran," Lanjut si sulung lalu menepuk bahu sang adik, "Setelah masalah lo sama ibu lo jelas, lo bisa obrolin lagi tentang hubungan kalian ke pak Pond, mungkin emang udah saatnya, Gemini juga bentar lagi udah mau selesai koas, kan?"

Di saat-saat sendu begini, ada banyak sekali yang tiba-tiba terlintas di pikiran. Entah Phuwin dengan kelanjutan hubungannya dengan sang dosen, atau Dunk dengan kehamilan yang tak kunjung datang.

"Phu, tiba-tiba kok gue overthinking ya? Udah lebih dari dua tahun gue nikah sama mas Joong, tapi gue belum hamil juga," Keluh Dunk seraya menghabiskan tegukan susu coklatnya.

Dunk menghela nafas, "Padahal gue sama mas Joong sehat, keuangan stabil, umur kita juga udah pas buat punya anak,"

"Gue harus jawab pertanyaan lo, nggak?" Tanya Phuwin memastikan yang diangguki oleh sang kakak.

Akhirnya omega yang lebih muda itu menghela nafas pelan, "Gue nggak tau ya kenapa, karena hubungan gue belum sejauh lo. Tapi coba lo obrolin lagi tentang itu sama mas Ajung, cari jalan keluarnya berdua, atau coba ambil waktu sehari buat Quality Time berdua, siapa tau nemu jawabannya?"

Tiba-tiba Dunk tertawa hambar, "Agak tolol ya kita? Padahal masalah kita cuma di komunikasi solusinya, sama aja, tapi kok ya kepinteran banget sok ngasih solusi buat satu sama lain,"

Benar juga, solusi dari masalah Phuwin maupun Dunk hanyalah komunikasi dengan pasangan masing-masing, namun seakan hal ini adalah masalah besar bagi keduanya.

"Yaudah, good luck aja buat kita!"










Bersambung, kalian pada bosen nggak? Dengan alur yang lambat dan ngalor ngidul kaya Sinetron ini, masih pada minat nggak sih sama Rumah Cemara?

Rumah CemaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang