Phuwin kecil dengan binar di mata jernihnya itu berdecak kagum, melewati gedung-gedung tinggi menjulang yang belum pernah ia lihat sebelumnya di desa membuat bibirnya tak bisa menutup rapat. Tak ada kata-kata yang keluar, tetapi semua orang bisa mengetahui bagaimana bahagianya omega kecil tersebut lewat binar matanya.
Di sisi kanannya, sang ibu fokus menyetir dengan raut datar cenderung jijik, menganggap putranya seperti bocah norak yang belum pernah melihat perkotaan, walaupun sebenarnya memang belum pernah.
"Ma..."
Belum sempat Phuwin melanjutkan kalimatnya, sang ibu sudah melayangkan tatapan sinis, hingga Phuwin kecil tidak berani mengutarakan keinginannya. Cukup sudah ia dipukuli sang ibu karena terlalu banyak berbicara, bertanya ini itu sehingga ibunya merasa sakit kepala.
Akhirnya, Phuwin hanya bisa diam.
Tak lama, mobil yang ibunya kendarai itu memasuki sebuah perumahan sederhana, berbeda jauh dengan riuhnya perkotaan. Rumah dengan perkarangan luas impian Phuwin itu lagi-lagi membuat sang bocah berbinar.
Pintu diketuk tiga kali, terdengar sahutan dari dalam terburu-buru membuka pintu, "Phuwin, ya?"
Ternyata, kedatangannya dinantikan, Phuwin merasa bahagia ketika pria yang beraroma manis itu memeluknya erat, menempel padanya, menyuapinya makan, merawatnya hingga Phuwin lupa, jika sang mama telah pergi meninggalkannya di rumah impian Phuwin kecil.
"Bang Phu! Di sini aja sama aku! Main lego yang banyak! Jangan nangis, dong!"
Sebuah mimpi buruk mengingatkannya atas kepergian sang mama yang tega meninggalkannya di rumah nyaman ini, sehingga Phuwin terbangun saat dini hari, membangunkan seluruh anggota keluarga. Kakak, adik, dan lelaki yang Phuwin panggil dengan sebutan papi adalah orang-orang baik yang mau dan rela rumah mereka dimasuki satu orang lagi, rela berbagi kasih sayang dengannya meskipun tak tahu asalnya dari mana.
Perlahan, Phuwin menerima semuanya, melupakan sosok wanita yang jahat pada putra kandungnya sendiri, dan memulai langkah baru bersama keluarga barunya. Meski lelaki alpha tertua di sana belum mau bicara padanya, tetapi Phuwin bersyukur, setidaknya ia tidak dipukul hanya karena bertanya tentang banyak hal. Justru kasih sayang melimpah ruah kepadanya, kak Dunk begitu sabar menjawab semua pertanyaan anehnya, sedangkan papi tak pernah marah ketika Phuwin membuka suaranya.
Senyum tulus ia dapatkan ketika ia berhasil mengeja satu dua kata sederhana, tak ada bentakan ketika ia salah atau lupa melakukan sesuatu. Phuwin senang, Phuwin bahagia, hidupnya kini terasa damai.
Tetapi, amannya di dalam rumah, bukan berarti akan begitu di luar rumah. Obrolan simpang siur tentang asal usul Phuwin dipertanyakan, omega kecil ini di pandang sebelah mata, hingga ia beranjak remaja, semuanya terungkap.
"Papi, Phu bisa pergi dari sini, maaf kalo selama ini Phu ngerepotin kalian, semuanya bakal Phu bales pas dewasa nanti," Ujar Phuwin mengakhiri perdebatan orang tuanya malam-malam ketika Phuwin terbangun untuk buang air kecil, ia mendengar orang tuanya berdebat tentang nasibnya.
Krist menggeleng kuat, ia menatap lurus Phuwin, "Kamu anak papi! Selamanya anak papi!" Dipeluknya remaja awal tersebut erat-erat. Kasih sayangnya tak terbedakan antara anak kandungnya dengan anak tirinya. Krist menyayangi semua anak-anaknya.
"Tapi papi, Gemini..."
"Gemini cuma butuh waktu buat nerima semuanya, dia masih harus berproses, percaya sama papi, semua bakalan baik-baik aja!" Janji Krist yang sampai saat ini terlaksana.
Krist dengan berani menatap mata alphanya, "Mas, aku mau Phuwin tetep sama kita! Ini tanggungjawab kita, mas!"
Semua berawal dari malam itu, ketika Phuwin mengetahui fakta, jika ia adalah anak dari hasil perselingkuhan. Ia merusak satu keluarga bahagia dengan kehadirannya, menghilangkan senyum bahagia kak Dunk dan Gemini, menghancurkan kebahagiaan papi Krist, Phuwin mengacaukan segalanya.
***
"Mas Pond... aku belum siap, karena aku takut, kalo aku nggak bisa jadi orang baik buat mas. Masa lalu orang tua aku nggak baik, mas! Orang-orang bakalan mandang aku sebelah mata kalo aku beneran bersanding sama mas..."
"Karena kamu anak selingkuhan?!" Sela Pond, Phuwin hanya diam, tetapi ia mengangguk kecil.
Melihat jawaban Phuwin, Pond menghela nafas kasar, menatap lurus kakinya yang terbalut kaos kaki tebal. Kini pikirannya ikut buntu setelah mendengarkan cerita Phuwin.
Keduanya kembali terdiam di malam larut yang dingin, setelah Pond memohon untuk Phuwin bercerita. Pond sendiri tidak mengira bahwa kisah omega yang ia sukai akan serumit ini.
Phuwin menarik nafas dalam sebelum melanjutkan kalimatnya, "Banyak spekulasi buruk di pikiranku, gimana nanti kalo misalkan mas Pond udah nikah duluan? Gimana nanti kalo misal aku nggak baik buat mas? Gimana..."
Ujaran Phuwin terhenti karena genggaman lembut yang menyambutnya, "Phu mau coba? Mas bakal buktiin kalo kita pantes buat satu sama lain,"
Berkali-berkali Phuwin mencoba percaya, tetapi sulit untuk melakukan hal kecil tersebut. Melihat bagaimana lingkungan sang dosen, Phuwin bukan apa-apa dibanding Pond, pikirnya. Phuwin masih trauma, karena peristiwa yang bukan ia alami sendiri. Sebuah anggukan mungkin menjadi jalan pembuka, dan bagi Phuwin, anggukan tersebut adalah kunci pintu yang harus ia lewati, di dalamnya ada banyak sekali rintangan yang ia lalui. Namun selama Pond ada di sisinya, mungkin semua akan baik-baik saja.
***
Di seberang telepon, Gemini tersenyum simpul mendengarkan cerita sang kakak, diam-diam ia menghela nafas lega karena sang kakak akhirnya membuka diri.
"Congrats buat lo aja deh, bang! Semoga lo bahagia, kalo enggak, knott dia bakal gue tebas, liat aja!"
Lihat! Semuanya hanya ada di kepala Phuwin, omega kecil itu selalu berspekulasi dan mengambil kesimpulan sendiri, sehingga membuat rumit masalah hati ini.
Bersambung! Akhirnya bang Phu bisa lovey-dovey an sama ayang😭

KAMU SEDANG MEMBACA
Rumah Cemara
RandomOmegaverse! Kerusuhan tiada akhir dari tiga bersaudara Dunk-Phuwin-Gemini yang hampir bikin papi Krist naik pitam, tapi selalu ada Daddy Singto yang jadi pereda emosi papi. Gimana gak emosi? Phuwin sama Gemini akurnya cuma pas Alphanya kak Dunk date...