59-Harapan

987 76 0
                                        

"Jaidee! Awas jatuh! Nah tuh kan! Apa Papa bilang? Jatuh, kan!"

Krist memijat kepalanya yang pening karena mendengar keributan Dunk dan juga putrinya, sore ini seharusnya Krist sudah menyelesaikan rangkaian bunganya yang akan ia berikan untuk Phuwin di pernikahannya. Namun karena Jaidee tiba-tiba rewel dan berlarian ke seluruh rumah, pekerjaannya jadi terdistraksi oleh cucunya yang lincah itu.

Kemudian Fourth datang membawa beberapa gelas dan sebuah teko berisi teh lemon dengan jahe yang ia sengaja buat untuk menemani kehebohan sore ini. Esok hari adalah hari pernikahan Phuwin. Beberapa pegawai toko bunga termasuk Fourth datang untuk menemani bos mereka yang akan menikah esok hari, sekaligus membantu segala persiapan yang dilakukan.

"Papi capek banget denger Jaidee sama bapaknya yang teriak-teriak itu," Keluh Krist pada Fourth dan Joong yang duduk di dekatnya, lalu Krist menatap Joong, "Kerjaan di sini tinggalin aja, bantuin omegamu aja sana! Kuping papi pengang dengerin omegamu marah-marah aja dari tadi," Titah Krist, "Marah-marah mulu, hamil lagi apa ya?" Tebak Krist asal.

Tak mau membuat sang mertua marah, Joong bergegas pergi menghampiri anak dan suaminya yang berada di halaman belakang, namun suara mereka terdengar hingga ke ruang tengah.

Sementara itu Fourth tertawa pelan, ia duduk di tempat Joong tadi, melanjutkan pekerjaan membuat rangkaian bunga segar yang akan di pajang nanti malam di halaman rumah Ruangroj, "Omongan itu doa loh, pi! Inget, Jaidee belum genep dua tahun!" Peringat Fourth pada calon mertuanya.

Krist menghela nafas, "Habisnya, kak Dunk-mu itu lho! Mood nya nggak tentu kaya cuaca pancaroba! Bentar-bentar nangis! Bentar-bentar marah! Abis itu nanti haha hihi, gimana papi nggak mikir dia hamil lagi?"

"Papi juga, jangan marah-marah terus! Inget darah tinggi, nanti makin naik, bahaya!" Lalu Fourth menyodorkan segelas teh buatannya, "Minum dulu, biar rileks,"

Krist tersenyum seraya menerima teh dari Fourth, "Padahal yang dokter itu anak papi, kenapa malah kamu yang care sama papi coba?" Ujarnya lalu menyesap teh hangat tersebut, pikirannya menjadi lebih rileks, terlihat dari keningnya yang mengendur daripada sebelumnya.

Fourth tersenyum tipis, "Kak Gemini kan jagain papa di rumah sakit, jadi aku di sini yang jagain papi," Ujarnya lembut, "Tukeran ya papi..."

Mendengar ujaran Fourth, Krist meletakkan cangkir tehnya, "Papamu gimana? Udah membaik?" Tanya Krist penasaran.

Yang lebih muda menggeleng lemah, "Papa makin drop, obat pun kayaknya nggak ngaruh lagi buat papa," Suara Fourth berubah parau, ia menarik nafas dalam, "Besok Fourth izin ke rumah sakit ya pi? Setelah abang pemberkatan bang Phuwin, Fourth mau nemenin papa," Lanjutnya.

"Om!" Jaidee berlari kearahnya seraya membawa bunga melati yang ia petik, bunga tersebut telah rusak karena digenggam kencang selama Jaide berlari menuju Fourth.

Seruan bocah itu membuat Fourth menghapus air matanya dan tersenyum cerah, "Wah! Jaidee bawa apa nih?" Tanya Fourth semangat, "Cantiknya! Ini buat om?" Lalu Jaidee mengangguk kencang, membuat rambutnya yang terikat ikut bergoyang lucu.

"Jaidee liat om Fourth mau nangis, jadi dia petik ini buat om biar nggak nangis," Ujar Joong di belakang putrinya.

Hanya beberapa kuncup melati yang bahkan masih hijau, namun Jaidee amat antusias memetiknya dan memberikan kepada sang paman. Fourth lalu memeluk keponakannya itu erat-erat, "Terima kasih, Jaidee!" Ujarnya terharu.

Joong lalu mengusap surai Fourth, "Yang kuat, ya!"

***

Fourth bergegas pergi ke rumah sakit setelah Gemini tiba di rumah tepat jam enam sore, omega itu bergantian dengan sang alpha menjaga sang papa yang tengah di rawat di rumah sakit. Meninggalkan pesta lajang Phuwin sebelum pernikahan esok hari.

"Hati-hati, cil! Kabarin gue kalo udah sampe rumah sakit," Pesan Gemini lalu mengecup kening kekasih kecilnya.

Fourth mengangguk, kemudian ia masuk ke dalam mobil, ia mengendarai mobilnya sendiri ke rumah sakit.

Dokter muda itu menghela nafas, lalu masuk ke dalam rumah yang sedikit ramai, karena teman-teman sang kakak yang menginap malam ini untuk membantu persiapan pernikahan. Semua orang sibuk, terutama Krist dan mama Joong yang sibuk mondar-mandir memeriksa di sana dan di sini.

Hiasan di dalam rumah pun telah terpasang sejak beberapa jam yang lalu, dipercantik dengan bunga yang dipajang di beberapa sudut rumah. Kemudian Phuwin duduk di ruang tengah, dikelilingi tiga orang pegawai sekaligus temannya yang tengah memberikan perawatan pijat dan perawatan wajah. Mereka melayani Phuwin si calon pengantin saat ini.

Gemini kemudian tersenyum kecil, ia tak menyangka jika saudaranya dulu yang selalu dirundung saat di Universitas dan tidak memiliki teman satu orang pun, kini tengah tertawa bahagia bersama teman-temannya. Bahkan kini akan menikah, Dewi mengganti kesakitan Phuwin.

"Senyum-senyum aja lo! Tiati kesambet!" Tegur Phuwin yang kini tangannya tengah di pijat menggunakan krim badan yang wangi.

Lalu Gemini berjalan mendekat, duduk di hadapan Phuwin, "Gue nggak nyangka aja sih, abang gue akhirnya nikah," Gemini berdecak pelan, "Sebenarnya masih nggak rela, tapi yaudahlah, yang penting abang gue bahagia," Ujarnya tulus.

Mungkin karena biasanya Gemini hanya melontarkan kalimat manis kepada omeganya saja, kini ketika Gemini melontarkan kalimat manis kepada Phuwin, omega itu sedikit tersentuh, ia menangis, "Jangan lembut-lembut lo! Aneh! Mending lo ngumpat ke gue!" Seru Phuwin seraya memukul lengan Gemini yang menggenggamnya.

"Aduh! Kasar banget sih lo! Adek sendiri juga!" Goda Gemini, berusaha mencairkan suasana, keduanya lalu bercanda bersama, mengabaikan teman-teman Phuwin yang entah telah pergi berpencar mengerjakan hal yang lain.

Dari sisi lain, Krist dan Dunk tersenyum mengamati interaksi Gemini dan Phuwin. Krist lalu berujar, "Papi bersyukur, Gemini akhirnya sayang banget sama Phuwin. Dulu papi takut kamu dan Gemini jadi jahat ke Phuwin cuma karena dia beda ibu," Katanya.

"Apa papi masih sakit hati sama Irish?" Tanya Dunk penasaran.

Agak lama Krist terdiam, entah apa yang ia pikirkan, mungkin merangkai kalimat agar Dunk tidak membenci Irish juga, entah hal lain, Dunk tidak tahu.

"Di umur papi, rasanya udah nggak ada energi buat marah ataupun mendendam, kak. Papi sama Daddy kamu udah hidup lama bareng, sering kita berantem, dan akhirnya saling minta maaf, pelukan, nangis bareng," Jelas Krist, "Perihal Irish dan Phuwin, papi cuma merasa mereka adalah karma masa lalu papi, yang mana papi harus damai dan hidup berdampingan sama mereka. Papi nggak marah ataupun dendam lagi sama mereka,"

Dunk merenung dalam. Sebagai seorang omega yang telah menikah dan memiliki anak, ada secuil ketakutan di dalam dirinya akan perselingkuhan yang dilakukan oleh alphanya. Trauma masa lalu mengingatkannya akan pertengkaran kedua orang tuanya, mungkin karena ada Irish diantara mereka, Dunk tidak ingat. Namun malam itu, sang papi membawa dirinya pergi ke rumah paman Off dan paman Gun, bermalam di sana selama beberapa waktu, sampai ia melihat sang daddy datang lalu bertengkar lagi dengan sang papi.

"Pi, semoga hidup Phuwin dipenuhi kebahagiaan, ya?"































Bersambung

Rumah CemaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang