49-Ibu

1.1K 90 2
                                    

"Kamu nggak ngajar, pak?"

Pertanyaan pertama sedari dulu hingga kini yang tak pernah absen Phuwin tanyakan pada Pond ketika mendatanginya. Maklum, Phuwin merasa belum sedekat itu dengan Pond sampai harus mengetahui bagaimana keseharian sang dosen.

Pond menggeleng dengan senyuman, "Mahasiswanya udah pada libur,"

"Oh, ayo masuk!"

Suasana beberapa tahun terakhir ini sepi, dan akhirnya Phuwin kembali pada rumahnya. Menghabiskan masa lajangnya merawat kedua orang tua sampai mungkin Gemini mengizinkannya menikah dengan alpha yang tengah membuntutinya masuk ke dalam rumah.

Phuwin berhenti di dapur, membuka lemari penyimpanan untuk mendapatkan beberapa bahan olahan, "Pak Pond bisa duduk dulu, aku bikinin minum," Ujar Phuwin.

Meja makan dan dapur tempat memasak itu hanya terpisah sebuah meja bar kecil sebagai pembatas, dan dari meja makan, Pond bisa melihat omega manis itu tengah berkutat di dapur untuk membuatkannya minuman sebagai jamuan sebagaimana adabnya terhadap tamu.

"Phuwin,"

"Ya?"

Sang dosen melihat sekelilingnya yang sepi, "Orang tua kamu pada kemana?"

Minuman selesai dibuat, Phuwin menyajikannya pada Pond, "Lagi kondangan, kenapa nyariin mereka? Kangen?" Ketus Phuwin seperti biasa, namun kini tersenyum.

"Eh? Emang gapapa kalo kita berduaan aja di rumah? Nggak ada orang lain, lho!" Pond merasa tidak enak hati. Sebagai alpha yang berpikiran lurus, berada di ruangan yang sama hanya berduaan saja dengan omega adalah hal yang menurutnya tidak pantas, rasanya menjadi serba salah.

Phuwin menyeringai, mendekati sang dosen, "Bapak nih mikir mesum, ya?"

"Sembarangan kamu!" Seru Pond seraya mendorong bahu omega yang tiba-tiba jahil tersebut, "Kita pindah ke depan aja, gimana? Nggak enak kalo ada yang tau kamu masukin alpha ke rumah, sementara orang tua kamu nggak ada,"

Pond beranjak, ia ketakutan, sampai Phuwin mencegah alpha itu berdiri, "Bapak takut amat sih? Toh saya sama bapak nggak ngapa-ngapain juga!" Keluh Phuwin merajuk, mengerucutkan bibirnya.

Sungguh godaan yang berat bagi Pond yang sebenarnya ia adalah seorang alpha yang cupu jika dihadapkan dengan omega nakal seperti Phuwin. Luarnya saja penggoda, kata-katanya begitu manis. Namun jika seperti ini keadaannya, maka Pond lebih baik melarikan diri. Ia belum siap.

Melihat reaksi Pond, Phuwin lantas terbahak, "Yaampun, pak! Sebenernya bapak dua orang, ya? Dulu gencar banget godain saya di kampus, giliran saya gas malah ciut! Huuu cupu!" Ledek Phuwin dengan senang.

Tok tok tok!

Ketukan pintu di depan rumah itu menginterupsi aktifitas alpha-omega tersebut. Phuwin segera berlari menuju pintu, meninggalkan Pond yang hampir terkena serangan jantung karena sifat asli Phuwin yang perlahan ditunjukkan.

Sementara itu Phuwin bersiap tersenyum menyambut tamunya yang telah berdiri di depan pintu. Ia seorang wanita yang ia kira lebih muda sedikit dari papi Kristnya, perempuan itu nampak sederhana dengan blus selutut berwarna merah muda yang lembut, riasan yang ringan dan rambut panjang yang diurai begitu saja sedikit membuat Phuwin tertipu dengan usia wanita di depannya.

"Cari siapa ya bu?" Tanya Phuwin dengan rasa ingin tahu, dan sedikit familiar dengan perempuan di depannya, namun ia tidak bisa mengingat dengan baik.

Wanita itu terdiam, menatap Phuwin dengan haru, "Kamu... Phuwin?" Tanya wanita itu tergugup.

Phuwin mengerutkan keningnya, "Iya bu, saya Phuwin. Ibu cari saya? Ada perlu apa ya? Kayaknya kita belum pernah ketemu deh," Jawabnya keheranan.

Lalu secara tiba-tiba wanita itu memeluk Phuwin dan menangis, "Nak.. ini ibu nak, ibu... maafin ibu ya nak? Ibu salah banyak sama kamu..."

"Sebentar..." Phuwin melepaskan pelukan wanita tersebut, menolaknya lembut, "Maaf, ibu saya laki-laki, dia papi Krist, seinget saya, saya nggak punya orang tua lain selain papi Krist sama Daddy Singto," Jelas Phuwin tegas membuat wanita di depannya semakin tersedu.

"Phuwin... ini ibu, nak! Ibu Irish! Kamu lupa?"

Tidak, Phuwin tidak pernah bisa melupakan perlakuan buruk yang diterimanya dari wanita itu. Namun sekarang Phuwin sudah bertekad untuk melupakan masa lalunya yang kelam. Meskipun kini kilatan masa lalu tentang rotan yang melayang melukai punggungnya itu kembali mampir, bersama rasa sakit akibat pukulan yang juga mulai terasa.

Ternyata traumanya belum sirna.

"Kayaknya ibu salah orang deh, saya bukan anak ibu, mending ibu pergi ke tempat lain," Buru-buru Phuwin menutup pintu utama rumahnya tanpa menggubris seruan penuh drama wanita di depan rumahnya.

Omega itu lalu pergi ke dapur dengan tergesa, meraih ponselnya untuk menghubungi sang kakak. Panggilan yang tak kunjung di angkat itu membuat Phuwin frustasi. Dan kejadian ini seketika membuat Pond si tamu juga khawatir.

"Hey... Phuwin? Kenapa? Siapa tadi di depan? Kamu kenapa takut banget?" Tegur Pond berusaha menenangkan si omega.

Phuwin membantin ponselnya ke meha bar, memeluk Pond dan menangis, "Pak... dia... aku ga mau ketemu dia! Pak, panggil kak Dunk sekarang!"

***

"Phuwin! Nak? Kamu dimana?"

New menyusuri kediaman tetangganya yang sepi itu. Selain Fourth, New juga sering berkunjung ke rumag Ruangroj tanpa malu langsung masuk saja. Omega berusia setengah abad itu segera mencari keberadaan Phuwin setelah menerima telepon dari kakaknya yang memiliki pekerjaan mendesak, tak bisa di tinggal.

Sementara Phuwin yang mendengar panggilan New itu langsung berlari menghambur ke pelukan omega tersebut, menangis semakin kencang.

"Pa... dia... Phu takut papa... papi sama daddy enggak bisa di telpon... usir perempuan itu papa... nanti Phu dipukul lagi... Sakit!" Rengek Phuwin di sela tangisannya.

Tubuhnya bergetar, kata-katanya kacau tak beraturan, New tahu jika trauma anak ini ternyata masih ada, "Phu... dia udah papa usir, sekarang yang tenang, ya! Ada papa sama pak Pond di sini," Ujar New menenangkan, menatap Pond agar ikut menenangkan omega malang satu ini.

Pond akhirnya mendekat, mengusap surai lepek Phuwin karena menangis. Meskipun tak tahu apa yang sedang terjadi, namun Pond paham betul kalau omeganya ini sedang tidak baik-baik saja, "Ada saya di sini sama papanya Fourth, enggak ada yang bakal pukulin atau jahatin kamu lagi. Okey?"

***

Krist menutup layar tabletnya dengan wajah angkuh, "See? Kamu baru menampakkan diri sebentar aja, anak saya udah nangis sebegitunya. Kamu masih punya muka buat anggep Phuwin anak kamu?" Tanya Krist penuh murka.

"Tapi mau gimanapun Phuwin lahir dari rahim aku, kak! Aku ibu kandungnya!"

"Ibu kandung mana yang tega kasih trauma seumur hidup ke anaknya sendiri?!" Cecar Krist di wajah orang di depannya.

"Coba jawab, Irish?"




Bersambung

Rumah CemaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang