12

3.9K 480 162
                                    

Pagi ini Rion terbangun karena merasakan usapan lembut tangan seseorang di rambutnya. Dia kira sang bunda, tapi saat membuka mata, yang duduk di kursi samping ranjang dan mengelus rambutnya ternyata adalah kakak pertamanya. Refleks Rion terperanjat dan memundurkan kepala.

"Pagi, Iyong," Erlin menyapa dengan suara yang manis.

Kening Rion makin mengernyit, memandang aneh kakak perempuannya. Erlin pulang pasti untuk acara khitanan Junior yang akan diselenggarakan lusa.

Bola mata Rion bergerak ke arah sofa, ada kakak iparnya di sana, tersenyum pada Rion.

"Hei, Yong," sapa Rafli, suami Erlin.

Rion tersenyum pada pria itu. Tapi saat melirik Erlin, wajahnya kembali datar, waspada.

"Kenapa sih, Yong? Lo liat gue gitu banget," kata Erlin.

Kepala Rion masih termundur seolah tidak mau disentuh oleh Erlin.

"Kita gak se-deket itu, ya, Kak!" tegas Rion.

Aneh sekali melihat Erlin sampai tersenyum manis padanya, menyapa, dan bahkan mengusap-usap rambutnya.

Erlin bukan kakak yang seperti itu!

Erlin mendecak. "Lo itu, gue itu cuma mau memperbaiki hubungan. Lo malah kek gitu."

Rion melirik Rafli.

"Bang, lo ngasih pengaruh positif banget ke dia," ucap Rion.

Tuk!

Erlin menjitak kepalanya keras.

Nah, ini Erlin.

"Gue aneh deh sama lo, Yong, setiap pulang ke rumah ada aja waktunya masuk rumah sakit, dari mulai patah kaki, patah tangan, kecelakaan, sekarang sakit kek gini," omel Erlin.

Yang ini juga baru Erlin.

Di mata Rion, Erlin itu galak dan tidak ramah, lebih-lebih dari Bilal.

Erlin menghela napas, tapi kemudian ekspresi wajahnya kembali berubah seperti tadi--cerah dan memasang senyuman manis.

"Kakak bawain hadiah buat Iyong," katanya, lalu dari pangkuannya dia mengangkat sebuah kotak.

Rion kembali merasa agak waspada.

Tapi diliriknya kotak yang disimpan Erlin di sampingnya. Kamera Mirrorless keluaran terbaru.

"Gue mau mati, ya?" ceplos Rion.

Buk!

Kali ini Erlin menggeplak kepala Rion dengan kotak kamera, yang dengan sigap dia ambil lalu menggeplak keras kepala Rion dengan itu.

"Omongan lo!" sentak Erlin.

Rion mendecak. Galak!

"Abisnya lo tiba-tiba kasih hadiah, tiba-tiba baek. 21 tahun gue idup, gak pernah lo kasih hadiah."

"Pernah, ya! Lo gak inget aja, waktu ulang tahun lo yang ke-1, gue kasih lo boneka kecil," kata Erlin.

Rion mendecih. "Siapa juga yang bakal inget. Abang yang judes, jadi baek. Lo juga yang galak, tiba-tiba kasih gue hadiah. Sumpah, ya, ini sebentar lagi kiamat atau sebentar lagi gue mau mati?"

"Dongo!" Dengan kedua jarinya, Erlin mendorong kepala Rion. "Bukannya bersyukur. Dah, ah!"

Kotak kamera disimpan kembali di samping Rion kemudian Erlin bangkit dari kursi, melangkah ke arah sofa dengan gerutuan samarnya. Nyebelin banget Rion. Tahu, gak?! Seharian Erlin nangisin dia pas bundanya kasih tahu tentang Rion, yang tiba-tiba saja dikabarkan sakit parah, mana tidak bisa disembuhkan, katanya sekalipun di masa depan Rion mendapatkan transplantasi paru, kelainan genetiknya kemungkinan akan kembali merusaknya.

Just🌹StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang