23

3K 445 62
                                    

Beberapa hari kemarin Rion mendapat pesan dari dosen pembimbing magangnya, dan dia sangat terkejut. Dari semester awal ke semester akhir ini baru pertama kali dia dihubungi dosen duluan, dan Rion yakin di antara seluruh mahasiswa angkatannya yang ikut magang pun, tidak ada yang dihubungi dosen pembimbing magang duluan. Mana dosen yang katanya menyebalkan itu menghubungi Rion untuk memberitahukan kalau dia tidak usah mencetak dulu laporannya, Rion bisa mengirim laporan berupa soft file untuk bimbingan, bimbingannya pun secara online saja, nanti baru temui beliau jika laporan sudah dicetak setelah tidak ada lagi revisi.

Rion terkejut. Apa ini kemudahan yang diberikan Tuhan untuknya? Apa Tuhan-Nya sedang berbelas kasih pada Rion?

.

Rion full senyum sejak hari itu, soalnya di saat-saat ini teman-temannya sedang gencar-gencarnya mendumel karena janji bimbingan dibatalkan atau dosen bilang ada di ruangan A, tapi pas mereka ke sana tidak ada, tahu-tahu dosennya lupa dan sudah pulang ke rumah, jadinya harus jadwal ulang. Rion bersyukur tidak perlu berlelah-lelah seperti itu. Baik sekali ternyata dosen pembimbingnya, menyesal telah berprasangka buruk pada pria paruh baya dengan tampang menyebalkan itu.

Hatinya yang sedang senang berimbas pada perlakuannya kepada kedua adiknya. Rion jadi tidak terlalu galak, malah kadang dia tersenyum saat tidak sengaja beradu tatap dengan Junior. Tapi Junior yang tidak biasa melihat Rion yang begitu, hanya menatap tanpa membalas senyum.

.

"Gila lo, Bang?" tanya Qaisar.

Rion melirik, senyuman di bibirnya yang selalu terukir, sedikit menurun.

"Jangan bikin gue badmood, Qai, suasana hati gue lagi bagus, jadi gue lagi mode baik."

Qaisar kembali melihat handphone, tidak terlalu tertarik dengan mode baik abangnya.

Handphone Rion berdering.

"Ohola, Dam."

"Assalamu'alaikum," ralat Qaisar sembari melirik Rion.

Rion mengacungkan jari telunjuk.

"Iya, besok gue ke kampus pagi. Tapi belom gue print sih laporannya, bentar lagi dah, gue lagi males keluar. Oke, gue ke kosan Gazza dulu, tar berangkat ke kampusnya bareng-bareng, gitu? Osyapp, Dam."

Telepon singkat dengan Adam selesai.

Rion melipat bibir. Laporan magangnya sudah jadi dan sudah sempurna, tinggal dicetak untuk diberikan besok kepada dosen pembimbingnya untuk disetujui secara resmi, dan dua minggu lagi adalah jadwal dilaksanakannya seminar magang atau sidang laporan hasil magang. Tinggal membuat power point untuk presentasi dan mempelajari jawaban-jawaban dari perkiraan pertanyaan-pertanyaan yang mungkin akan diajukan. Tapi itu gampang, Rion dikenal sebagai si ahli presentasi.

"Qai," panggil Rion.

Qaisar menoleh. "Lo manggil gue?"

Rion mendecak. Balas dendam itu bocah.

"Lo bisa motor?" tanya Rion. Di suasana hati yang baik ini, tidak akan tersulut emosi.

"Bisa lah, emang lo doang yang bisa," sahut Qai dengan nada menyebalkan.

"Bukan waktunya resek. Anterin gue ke tempat print, ayok."

"Di kamar gue ada, pake aja," kata Qaisar.

"Gak asik, Qai, kita pergi, ayok, mumpung Bunda lagi gak ada," ajak Rion.

Hardian dan Lena sedang pergi kondangan dengan Junior yang memaksa ikut karena tidak mau ditinggalkan dengan kedua abangnya yang ada di rumah.

Just🌹StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang