9

5.4K 494 100
                                    

Sepanjang di kampus Rion tidak banyak bicara dan becanda seperti biasanya. Hari ini dia hanya menanggapi setiap obrolan dengan senyuman dan sahutan ala kadarnya yang keluar sekata-sekata, bahkan suara batuknya terdengar lebih sering dibanding dengan suara bicaranya.

Di jam terakhir mata kuliah, diam-diam Rion mulai bernapas dengan mulut. Teman-temannya tidak akan ada yang menyadari karena mereka semua fokus mendengarkan dosen yang sedang berbicara di depan.

Saat jam mata kuliah selesai, Rion langsung bergegas pulang. Biasanya dia bergerak santai nongkrong dulu karena ini masih siang juga, belum masuk waktu Dzuhur malah, sekalipun punya rencana pulang ke rumah, biasanya Rion tetap undur-undur waktu pulang. Tapi kali ini, dia bergegas, beralasan ingin segera sampai rumah--ambil handycam yang akan dipakai untuk tugas praktek selanjutnya--agar bisa cepat pulang ke kosan lagi. Ya, itu memang alasan yang jujur, tapi selain itu, yang utamanya adalah Rion tidak enak badan; pusing, lemas, dan sesak sejak tadi. Dia sedang tidak ingin menampakkan sakitnya di depan teman-temannya.

"Hati-hati, Yong."

"Yo."

Rion menyahut sambil melangkah cepat menuju parkiran.

Sebelum melajukan motor, Rion menyemprotkan terlebih dulu inhalernya, yang membantu sedikit menghilangkan rasa sesak.

Apa dia overdosis obat batuk semalem, ya?... Pikiran Rion sejak tadi ke situ.

Rion menjalankan motor dengan kecepatan maksimal. Harusnya dalam keadaan begini dia menjalankan kendaraan dengan pelan-pelan karena bisa saja tiba-tiba hilang fokus--beresiko tinggi kecelakaan. Tapi Rion ingin cepat sampai rumah, makanya dia gila-gilaan mengendarai motor di jalanan. Untung saja masih diberi keselamatan sampai rumah. Dia berhasil memangkas waktu perjalanan sebanyak setengah jam.

Rion terbatuk, membuka helm, mencabut kunci motor kemudian masuk ke dalam rumah.

"QAI?"

Terdengar suara bundanya dari dalam ruangan tempat Junior main. Hasil sunat adiknya itu pasti belum kering benar, jadi dia belum masuk sekolah.

"BUKAN, BUN, AKU," Rion menyahut tanpa menghentikan langkah dan tanpa ada niatan untuk berbelok dulu menemui bundanya.

"PULANG, YONG, KENAPA?"

"AMBIL HANDYCAM."

Rion menaiki tangga.

Dia sampai ke lantai atas dengan keringat yang membanjir, membasahi baju dan rambutnya. Lalu Rion melepas jaket jeans-nya, melepas kaosnya juga, mengganti dengan yang baru.

Setelah mengambil handycam, dia hendak kembali memakai jaketnya, tapi kemudian terduduk di tepi ranjang, Rion mengocok inhaler, menghirupnya dalam, diakhiri dengan batuk. Sepertinya dia butuh istirahat sebentar, sebelum pulang ke kosan. Rion menyimpan handycam ke atas nakas lalu naik ke atas ranjang, menghempaskan jaketnya yang belum terpakai dengan benar.

Dia menumpuk dua bantal dan satu guling kemudian berbaring telentang, mencoba tekhnik pernapasan yang tenang dalam posisi seperti itu.

.

Rion berhasil tertidur selama beberapa jam. Dia terbangun karena batuk-batuk, matanya melirik ke sekeliling, Rion meraih tasnya, mengambil minuman dalam botol yang ada di dalam sana; bekas tadi di kampus.

Tidak ada yang masuk ke dalam kamarnya. Bundanya pasti mengira Rion sudah kembali pulang ke kosan karena memang terkadang Rion masuk dan keluar rumah seperti ular, tanpa ada bicara; salam ataupun pamit.

Rion terbatuk dan berbaring lagi. Dia menarik napas dalam, dadanya semakin terasa berat, badannya juga hangat dengan rasa pusing yang masih sama seperti sebelum dia tidur.

Just🌹StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang