52

3.5K 396 46
                                    

"Ininya gak dilepas?"

"Nggak. Kan, buat nanti lagi kalo mau masukkin obat injeksi, infus, atau ambil darah. PICC line ini bisa dipake buat beberapa bulan ke depan."

"Oh, gitu."

Perawat itu menutup bagian PICC line di lengan atas Rion menggunakan cover yang berbahan jaring elastis seperti waktu itu.

"Jangan kena basah, ya. Kalo mandi pake cover yang waterproof. Buat perawatannya... ah, ada Dokter Farees."

Perawat perempuan itu teringat akan siapa Rion kemudian memberikan senyuman. Sepertinya perawat yang ini lebih senior, soalnya dia terlihat sudah mengenal Bilal lama--mungkin juga mereka teman. Perawat cantik yang waktu itu diomelin abangnya, satu hari setelah diomelin itu, katanya dia sudah dipindahkan ke bagian kelas rawat inap lain.

"Tunggu Dokter Nirwan dulu, ya."

"Dokter Nirwan? Tadi, kan, udah--"

"Tadi bukan Dokter Nirwan," Hardian memotong ucapan Rion.

Perawat itu kembali mengembangkan senyum. "Tunggu bentar, gak akan lama kok," katanya.

Rion mengangguk.

Perawat itu kemudian pamit.

"Sabar bentar," ucap Hardian.

"Iya," Rion menyahut. Dia sabar kok, hanya sedikit kesal saja. Nunggu izin pulang sejak kemarin, setelah akhirnya dijanjikan pulang pagi ini, nyatanya proses menuju pulang lama sekali, sekarang sudah hampir masuk tengah hari, masih saja harus menunggu dokter lagi.

-

Setelah kunjungan Dokter Nirwan, akhirnya Rion turun dari ranjang, duduk di atas kursi roda dan didorong keluar dari ruangan yang sudah bersih itu--tidak ada lagi barang-barang Rion di sana.

Mereka mendapatkan banyak ucapan 'Mohon maaf lahir dan batin' dari sederet tenaga medis juga staff rumah sakit di area ruang rawat inap eksekutif itu, dan juga mendapatkan hampers yang disediakan rumah sakit untuk pasien khusus.

Pelayanan diberikan sampai Rion masuk ke dalam mobil. Perawat yang mengantarkan memberikan senyuman lebar diiringi do'a untuk kesembuhan.

Mobil akhirnya meninggalkan pelataran rumah sakit.

.

"Nanti kalo lebaran, selang makan ini boleh dilepas, gak?" tanya Rion.

Hardian sedang mengemudi. Mereka hanya berdua karena Bilal sedang bertugas--tidak bisa mengantarkan.

"Emangnya kenapa?"

"Nggak kenapa-napa, gak enak aja diliat orang."

"Ditutupin aja pake masker."

Rion menghela napas. Ayahnya malah memberikan solusi.

"Sampe kapan emangnya harus dimasukin makan lewat selang gini? Kan, aku udah bisa makan lewat mulut," tanya Rion.

"Sampe kamu berdaging," sahut Hardian.

"Harus banget berdaging?"

"Harus lah, biar bisa Ayah kurbanin ntar kalo Idul Adha."

Rion mendecih.

"Jun, noh, dagingnya tebel, pipinya udah kayak donat," katanya.

Hardian melirik putra ketiganya yang duduk dengan kaki dinaikkan ke atas jok. Kaki jenjang yang kurus itu terlihat karena Rion hanya memakai boxer pendek.

"Paha kamu sama betis Jun, masih gedean betis Jun," kata Hardian.

Rion langsung menoleh dengan alis menukik.

Just🌹StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang