28

3.7K 425 103
                                    

Orang yang sakit normalnya kalau sudah diperbolehkan keluar dari rumah sakit, minimal kondisi sudah terasa lebih baik--badan segeran. Namun, kenapa untuk Rion rasanya sama saja? Dia sudah mendapatkan izin pulang, tapi untuk bernapas saja masih harus dibantu dengan tambahan oksigen dan batuknya yang memang tidak pernah bisa hilang, masih terasa mengganggu. Ingin protes, tapi Rion juga tidak mau kalau harus bermalam lagi di rumah sakit.

.

"Yah, ada yang jual es itu."

Hardian baru masuk ke dalam mobil setelah selesai membeli beberapa belanjaan titipan Lena dari supermarket. Rion menunjuk jajaran booth jajanan yang berdiri di samping parkiran supermarket, ada es campur yang di gambarnya terlihat menyegarkan dengan guyuran sirup merah dan berbagai macam toping.

"Mau?" tanya Hardian.

Rion mengangguk.

Hardian keluar lagi, menghampiri booth penjual es yang di badan booth-nya bertuliskan 'es oyen' itu.

Rion membayangkan segarnya sensasi dingin es yang akan melewati tenggorokannya yang terasa tidak nyaman karena dipenuhi dahak yang lengket, padahal tadi pagi saat masih di ruang rawat dahaknya sudah keluar banyak.

Hardian masuk ke dalam mobil membawa cup bulat berukuran cukup besar. Sebenarnya dia tidak tahu, apa Rion boleh memakan ini atau tidak, tapi yasudahlah, yang tahu hanya Hardian ini dan lagi pula Hardian memesannya tidak terlalu dingin--esnya sedikit.

"Dimakan berdua sama Ayah, ya? Ayah gak tahu soalnya kamu boleh makan ini atau nggak."

Rion tidak menyahut, dia sudah mulai menyendok es yang tampilannya lumayan persis dengan yang di gambar.

Hardian sengaja meminta dua buah sendok; satu untuknya, satu untuk Rion.

"Seger banget, Yah--uhukk... "

Rion terbatuk--tersedak air es.

"Pelan-pelan," ucap Hardian.

Rion mengambil tisu, mengelap bibirnya, lalu menyendok kembali es yang cup-nya dipegang oleh sang ayah.

"Aku udah, Ayah abisin aja."

Hardian tahu Rion baru makan dua suap dengan sendok yang kecil itu, tapi dia tidak berniat untuk bilang 'lho, kan, baru sedikit?'. Justru Hardian bersyukur karena Rion menghentikan sendiri kegiatan menyantap esnya.

Rion meneguk air mineral, matanya kembali melirik-lirik sekitar. Parkiran supermarket itu dikelilingi oleh pedagang.

"Yah, es lilin itu yang kayak gimana?"

"Mana es lilin?"

"Itu."

Rion menunjuk.

"Wah, iya ada es lilin. Emangnya kamu gak tahu, Yong?"

"Tahu kayaknya, tapi lupa."

"Mau?" tanya Hardian.

Rion menggeleng.

"Ayah yang mau." Hardian nyengir lebar lalu keluar dari mobil dengan semangat, sekalian membuang cup es yang sudah dia habiskan.

Rion menurunkan kaca jendela mobil.

"YAH, AYAH!" panggilnya nyaring sampai orang yang lewat lirik. Rion lalu menurunkan kepala agar matanya saja yang terlihat. Orang-orang itu mungkin akan menatapnya aneh saat melihat nasal kanul yang tersemat di hidung Rion.

Hardian menengok.

"STIK KENTANG, YAH!" teriak Rion.

Hardian melirik booth penjual cemilan ringan yang Rion maksud lalu melangkah ke arah sana setelah mendapatkan es lilin dengan toping guyuran coklat dan potongan kacang--sesuai pesanannya.

Just🌹StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang