82

2.8K 477 131
                                    

Ternyata di rumah lebih sepi daripada di rumah sakit. Pagi menjelang siang orang-orang rumah sudah tidak ada--sudah pergi menuju tempat beraktifitas rutin masing-masing, si bayi Altair juga ikutan punya aktifitas di luar rumah hari ini, bersama kedua orang tuanya bayi itu ada jadwal pemeriksaan rutin di rumah sakit.

Rion di kasurnya hanya ditemani televisi yang menyala, memperlihatkan tayangan kartun bekas tontonan Junior saat sarapan beberapa waktu lalu yang masih terputar.

"Keluar, Yong, berjemur."

Rion melirik orang yang baru masuk ke dalam ruangan tempatnya rebahan.

"Nggak, males," sahut Rion datar.

"Gak nawarin, nyuruh," kata Bilal sembari membuka kursi roda yang terlipat di dekat pintu.

"Maksa terus. Gak usah dibantu, gue bisa."

Bilal menarik kembali tangannya, membiarkan adiknya bangun sendiri, berdiri sembari berpegangan pada kursi roda.

"Jalan aja keluarnya, olahraga," ucap Bilal.

"Mata lu! Capek lah gue," sungut Rion sambil kemudian duduk di atas kursi rodanya. Lalu menatap ke depan dengan sorot mata tanpa gairah, menunggu Bilal merapikan tabung oksigen.

"Mau ke kosan Gazza dah," ungkap Rion tiba-tiba.

"Suruh Gazza yang ke sini," sahut Bilal.

Rion mendecak. "Mau, tar siang. Tapi kangen maen sana."

Bilal kemudian mendorong kursi roda keluar dari ruangan tanpa menanggapi lagi keinginan Rion.

Rion juga tidak lanjut merengek.

"Yong, sambil makan, ya?"

Terdengar suara Lena, bundanya pasti ada di area dapur. Rion tidak berminat untuk melirik ke arah lain, selain depan.

"Nggak," sahutnya singkat.

"Apa, Iyong? Mau yang banyak porsi makannya?? Okeyy."

Rion mendengkus.

Dan bersamaan dengan itu terdengar jelas kekehan dari arah belakang tubuhnya.

Rion menengok ke belakang--mendongak ke arah wajah Bilal.

"Orang-orang dzolim yang seneng banget gue kesiksa, lo tahu dosanya segede apa?"

"Apa?" Bilal menanggapi ocehan tidak jelas Rion dengan santai sembari terus mendorong pelan kursi roda.

"Gede banget pokoknya," sahut Rion sambil menghadapkan kembali pandangannya ke depan.

Kening Bilal mengerut sekilas.

"Gak jelas," serunya dengan suara yang pelan.

"Gue lagi gak mood diajak becanda."

"Dih, siapa juga," seru Bilal lagi, yang ini hanya dalam hati.

Sampai di halaman rumah yang beralaskan paving blok, Bilal menghentikan dorongan kursi roda.

"Panas tahu di sini," protes Rion.

"Matahari jam segini itu anget, niatnya juga kan berjemur."

"Maksa."

Bilal tidak menanggapi, adiknya sedang mode 'ngajak ribut', yang dimana dia maunya Bilal menanggapi sikap menyebalkannya terus nantinya ribut, di waktu ribut itu lah dia akan mengeluarkan semua uneg-uneg yang ada dalam benaknya. Tapi, sekarang Bilal sedang tidak ingin mendengarkan rentetan ocehan dari Rion. Bukan karena malas mendengarkan, tapi nanti Rion akan kelelahan sendiri.

Just🌹StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang