18

3.4K 454 42
                                    

Rion memunggungi Gazza saat meminum semua obatnya. Dia juga menghirup inhaler rutinnya di dalam kamar mandi, selain agar gampang kumur, tapi juga... gak tahu, entah perasaan malu atau hanya sekadar tidak mau dilihat, padahal Gazza juga sejak tadi sibuk dengan handphone, tidak memperhatikan Rion.

Rion menjepitkan oksimetri di telunjuknya. Dia menggaruk kepala sembari melirik Gazza. Lagi-lagi saturasi oksigennya ada di bawah normal. Sepertinya Rion sudah kecanduan oksigen tambahan, setiap mau tidur saturasi oksigennya jadi selalu turun. Dan masalahnya, alat Oksigen Konsentrator itu mengeluarkan bunyi yang sedikit bising saat digunakan. Kalau di rumah sih berisik pun tidak apa-apa karena hanya ada Rion di dalam kamar, tapi kalau di sini... sepertinya tidak akan sopan kalau kebisingan itu sampai mengganggu tidur Gazza.

"Ahh... " Gazza menghempaskan handphone kemudian menggeliat sembari bersuara.

"Pas masih libur pengen cepet ngampus, pas udah waktunya ngampus pengennya libur lagi. Aneh banget dah," celoteh Gazza diakhiri dengan menguap lebar. Lalu dia bangun, melangkah keluar ruangan kamar yang tanpa pintu itu. Di ruang yang dipisah sekat dengan kamar, ada meja makan dan kamar mandi.

Rion menyimpan oksimetrinya. Dia melirik Oksigen Konsentrator yang dibawa dari rumah, baterainya masih penuh, tapi kalau untuk tidur biasanya Rion menggunakannya sambil disambungkan ke stop kontak listrik karena kalau hanya mengandalkan baterai, alat itu tidak akan tahan sampai pagi.

"Yong, kok, gue laper, ya. Ngomong-ngomong, kemaren pas pindahan di dalem lemari lo masih banyak mie, gue amanin semua. Boleh dimasak, ya?" Gazza izin, nongol di balik sekat sembari nyengir lebar.

"Lah, masih ada? Gue kira udah dimasak selama gue di rumah sakit."

"Ya, dimasak, tapi stock punya lu, kan, kek orang mau buka warung, banyak bener."

Rion mengingat-ingat memang seberapa banyak mie instan yang dia punya.

"Masak dah," katanya kemudian.

"Lo mau?" tawar Gazza.

Rion menggeleng.

"Walaupun gak mau, tapi tetep temenin gue dong masaknya. Udah jam 10 nih, serem juga ke dapur sendiri," kata Gazza.

Rion bangkit dari kursi tanpa protes.

Gazza mengembangkan senyum.

.

Dapur umum di kosan dua lantai itu ada dua, satu di lantai atas dan satu lagi di lantai bawah.

Tempat nongkrong di parkiran depan senyap karena semua penghuni kos yang rata-rata mahasiswa besok serentak masuk kuliah, dan mungkin ada juga yang belum pulang ke kosan, masih tidak mau meninggalkan rumah.

Rion duduk di kursi makan yang ada di dapur terbuka itu.

"Yong, mau gue buatin sup krim jagung, gak? Di kulkas ada yang tinggal masak, pelengkapnya gue punya sosis."

"Napa lu tiba-tiba nawarin krim sup?" tanya Rion.

"Ya, kali aja lu laper, orang tadi lu makan dikit," kata Gazza dengan posisi memunggungi Rion.

"Nggak usah, gue gak laper," sahut Rion.

Suasana kos hari ini benar-benar senyap, padahal kemarin-kemarin anak kos yang nongkrong di luar terdengar sampai tengah malam.

Gazza jadi canggung karena keheningan malam ini. Soalnya, Rion sedang tidak seperti biasanya, dia sedang jadi sendu dan diam, tidak seperti Iyong yang biasa.

"Lo jadi, Yong, magang di EO yang waktu itu?"

Gazza mencoba membangun obrolan di tengah menunggu mienya matang.

Just🌹StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang