"Gimana keadaan kamu?"
Dokter di hadapannya tidak begitu tua, tapi abangnya bilang dokter itu adalah dokter spesialis paru terbaik di rumah sakit ini.
Rion memandang ragu.
"Gak terlalu baik, Dok," jujurnya.
Dokter Nirwan menghampiri ranjang pasien setelah tadi bersapa-sapa singkat dengan Lena dan Hardian. Bilal sedang tidak ada di sini, dia pulang dulu ke apartementnya.
"Ada keluhan apa?" tanya Dokter Nirwan.
"Sesek, batuk-batuknya ganggu, lemes, agak pusing. Ya, biasa gitu aja, Dok," sahut Rion.
Dokter Nirwan memeriksa Rion dengan stetoskop yang menggantung di lehernya lalu melihat layar monitor.
"Saya izin melakukan beberapa pemeriksaan," ucap Dokter Nirwan kepada Lena dan Hardian.
Dokter Nirwan membeberkan apa saja pemeriksaan yang akan dia lakukan kepada Rion. Tes darah, tes fungsi paru, CT-Scan Thorax, EKG dan USG jantung, juga tes sampel dahak. Rion hanya mendengarkan sembari sesekali terbatuk. Agak lebih ribet dari kemarin, sepertinya ini permintaan dari abangnya. Begini lah malasnya kalau sakit dan keluarga tahu.
.
Beberapa lama setelah dokter selesai menyiapkan segala persiapan untuk melakukan pemeriksaan, Rion dibantu oleh seorang perawat untuk bangun dari ranjang, duduk di kursi roda. Awalnya dia melepas oksigen, tapi baru beberapa menit ternyata napasnya tersengal, jadi seorang perawat mengambil tabung oksigen kecil dan menyambungkannya dengan masker oksigen, jadi Rion tetap bisa memakainya selagi perjalanan menuju ruang-ruang pemeriksaan.
Lena dan Hardian ikut menemani Rion yang dibawa keluar dari ruang perawatannya itu.
.
Setelah melakukan pemeriksaan-pemeriksaan yang sebenarnya tidak seberapa itu, Rion merasa begitu lelah, padahal dia hanya beberapa kali berpindah dari kursi roda ke tempat pemeriksaan, bahkan tidak harus banyak melangkah--hanya berdiri dan mengayunkan kaki sekali dua kali, tapi itu membuatnya sangat lelah. Sepertinya kondisinya sedang benar-benar tidak baik.
Kembali ke ruangan rawat, Dokter Nirwan menyuntikkan obat melalui selang infus. Tidak lama setelah itu Rion merasakan kantuk. Sebenarnya dari tadi dia ingin tidur, tapi terus terganggu oleh batuk-batuknya, sekarang akhirnya Rion bisa tertidur lelap.
-
Saat Rion bangun dari tidurnya, di ruangannya sudah ada Yuzi, Adam, dan Gazza.
"Om Hardian lagi keluar," kata Adam. Padahal Rion tidak bertanya.
"Kok, bisa kek kemaren lagi sih, Yong?" tanya Yuzi.
Selang berukuran cukup besar mencuat dari balik selimut, tersambung ke alat yang sama persis seperti saat Rion dirawat waktu itu. Rion mengenakan masker oksigen dengan manset tensi di bagian atas lengan kanannya, dan tampak segerombolan kabel-kabel kecil yang mencuat dari sela kancing piyamanya yang tersambung ke monitor, juga ada alat yang menjepit jari telunjuk Rion. Lengkap sekali, pikir mereka, apa karena ini rumah sakit besar?
"Gak tahu, kayaknya gue terlalu kecapekan kemaren. Gara-gara ke Bromo nih!"
Yuzi menghela napas. Masih saja gedek ke masalah Bromo.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just🌹Stories
General Fiction**Jangan plagiat nyerempet copy paste** Tentang si bengek apes 'Clarion--Iyong'.