96

2K 386 85
                                    

Acara makan-makan diadakan di halaman rumah Rion yang luas. Selain teman-temannya serta Pak Sehan, orang tua Adam dan Yuzi juga datang. Kasihan Gazza yang lagi-lagi hanya bisa gigit jari, ibu dan ayahnya baru bisa datang saat acara wisuda nanti.

Rion tidak ikut makan. Padahal semua makanan yang tersaji dengan konsep prasmanan itu terlihat enak-enak. Tadi dia hanya mencicip salah satu makanan penutup. Bukannya tidak tertarik dengan makanan yang lain, tapi membayangkan mengunyah saja sudah membuatnya bertambah sesak. Maka dari itu, sejak teman-temannya mulai berdatangan, Rion memilih duduk di sofa teras rumah, menaikan kedua kakinya yang berbalut kaos kaki, ada beberapa teman yang menemani, saling mengobrol, tapi Rion hanya sesekali menanggapi obrolan, selebihnya ikut tertawa dan senyum-senyum saja.

Adam, Yuzi, dan Gazza sedang bersenang-senang dengan berbagai makanan. Perut mereka seperti tidak kenyang-kenyang, katanya karena kemarin-kemarin sibuk menyiapkan sidang, jadi kurang makan.

Seorang bocah keluar dari pintu rumah.

"Jun, Abang ada?"

Junior menoleh, langkahnya terhenti, tadinya dia ingin menghampiri kedua orang tuanya.

"Ada, di kamarnya," sahut Junior, "kenapa? Mau dipanggilin Abang?"

Senyuman Rion melebar. Peka sekali adiknya, walaupun wajah datarnya itu tidak menunjukan kepedulian.

" Iya," kata Rion.

Junior kembali masuk ke dalam rumah.

"Itu adek lo, Yong?"

Rion mengangguk, menanggapi pertanyaan dari salah satu temannya.

"Lo punya adek berapa?"

"Dua."

"Satu lagi yang tadi tinggi-tinggi itu, kan?"

Rion mengangguk lagi.

"Cakep-cakep amat keluarga lo."

"Ada saudara cewek gak?"

"Dah kawin."

"Lah, sayang banget."

Rion hanya menanggapi dengan senyuman. Bukannya jutek, dia sedang menahan gejolak batuk, jadi tidak ingin banyak mengeluarkan suara.

Pundak Rion ada yang menepuk.

"Kenapa?" tanya si penepuk.

Rion menoleh.

Teman-teman Rion yang ada di sana terperangah, melihat abang teman mereka yang baru menampakan diri.

"Ke dalem dulu, ya," ucap Rion kepada teman-temannya, yang sebenarnya waktu aktif ngampus tidak terlalu akrab.

"Iya, Yong. Hati-hati, Yong--"

Salah satu teman yang jaraknya paling dekat refleks hendak bangkit saat Rion oleng ketika menapakan kaki ke atas lantai, untung ada tangan kekar abangnya yang sigap menahan.

"Ke dalem dulu ya Iyong-Nya. Silahkan dinikmati makan-makannya," kata Bilal dengan ramah.

Membuat perhatian teman-teman Rion kembali teralih padanya.

Walaupun Rion punya darah bule yang pada dasarnya pasti menambah daya tarik, tapi abang Rion yang tidak ada bule-bulenya itu, maksudnya rambutnya hitam legam dan potongan wajahnya khas orang asia, tapi ada aura lain yang lebih memikat, daya tarik abangnya terasa jauh lebih kuat dibanding Rion yang cukup terkenal di kampus sebagai turunan bule tampan.

Bilal memberikan senyum, sebelum mendorong kursi roda.

"Untung yang seangkatan kuliah sama kita bukan abangnya, anjir. Kalo abangnya, abis semua cewek diembat, kita gak bakal kebagean."

Just🌹StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang