69

3.1K 421 39
                                    

Lena sangat kalut hari ini karena sejak pagi putri pertamanya sudah mulai merasakan kontraksi dan sekarang telah berada di ruang rawat inap ibu bersalin. Namun, bukan hanya itu yang membuatnya kalut, ada hal lain yang lebih membuat hatinya gelisah tidak menentu: di waktu yang bersamaan kondisi putra ke-tiganya tidak begitu baik, sejak semalam dia mengalami kesulitan dalam bernapas, sampai pagi tadi belum juga membaik, dan beberapa waktu yang lalu Lena mendapat kabar bahwa jika hasil observasi sampai siang ini tidak ada perubahan, ada kemungkinan akan dirujuk ke ICU. Jika berurusan dengan masalah sistem pernapasan mau tak mau urusannya pasti berujung dengan ICU.

Lena mengusap-usap pinggang putrinya dengan dada yang menyesak. Dia berusaha untuk terlihat baik-baik saja di depan putrinya yang sedang dalam tahapan proses persalinan itu.

Erlin tidak diberitahu tentang kondisi Rion. Tapi Rafli yang ada di sana tahu, bahkan sempat melihat kondisi adik iparnya saat tadi dia keluar untuk membeli makanan lalu menyempatkan diri untuk menjenguk sebentar ke ruangan Rion.

"Bunda kalo mau hirup udara segar dulu gak apa-apa, biar Er sama aku aja. Ya, Sayang? Kasian Bunda pegel dari tadi usap-usap pinggang kamu terus, belum keluar-keluar ruangan juga, pasti sumpek."

Rafli beradu pandang sejenak dengan Lena yang kentara sekali bola matanya sedang menyembunyikan gelisah.

Erlin yang sedang dalam posisi meringkuk, menengok ke belakang.

"Biar giliran Rafli aja, Bun. Gak pa-pa kalo Bunda mau keluar dulu."

Rafli bangkit dari duduknya, siap menggantikan posisi Lena yang berada di tepi ranjang.

"Yaudah, Bunda keluar bentar, ya," kata Lena.

Erlin mengangguk.

Lena lalu turun dari ranjang, mengenakan sandalnya.

"Bunda bentar kok," ucap Lena kepada Rafli.

Rafli mengangguk. Ingin menenangkan mertuanya itu, tapi ada Erlin yang tidak tahu apa-apa.

.

Lena menunggu pintu lift terbuka dengan tak sabaran, hampir saja memilih berlari menuruni tangga, tapi urung karena pintu lift akhirnya terbuka. Dan sekarang Lena tidak sabaran menunggu lift untuk sampai di lantai 1. Dalam hati mulai merutuki kenapa gedung tempat Ibu bersalin tidak satu gedung dengan tempat Rion dirawat. Lena mendengkus saat lift harus berhenti di lantai dua karena ada yang naik, kenapa mereka tidak lewat tangga saja? Toh, hanya turun satu lantai. Lena semakin tidak sabaran, untuk menuju lantai 1 saja rasanya sangat lambat. Mana Hardian sulit dihubungi, yang membuatnya semakin merasa gelisah.

Sampai di lantai satu, Lena bergegas keluar dari lift.

Hardian tidak kunjung merespons panggilan. Sembari melangkah dengan terburu-buru Lena beralih menghubungi Bilal.

"Gimana Iyong, Bang?" tanya Lena dengan panik, bahkan dia lupa untuk berbasa-basi terlebih dulu, langsung melontarkan tanya begitu panggilannya diterima.

"Bunda di mana itu?"

"Lagi jalan mau ke ruangan Iyong."

"Hati-hati, Bun, jangan keburu-buru. Iyong udah gak apa-apa."

"Abang pikir Bunda percaya? Ayah sampe gak angkat telepon, itu lagi di mana? Udah di ICU?"

"Ayah lagi ngobrol sama Dokter Nirwan. Ini ada di ruang rawat biasa, gak jadi ke ICU. Bentar, ganti ke video call."

Lena langsung menggeser ikon hijau begitu Bilal beralih ke panggilan video. Dengan kamera belakang Bilal memperlihatkan Rion yang tampak terlelap tenang dengan masker oksigen berkantung yang membantunya bernapas.

Just🌹StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang