7

3.7K 458 80
                                    

"Vitamin-vitamin masih ada, Yong?"

"Ada."

"Inhaler?"

"Ada."

Lena mengangguk-angguk dengan raut wajahnya yang kini sumringah. Senang sekali rasanya saat tadi mendengar cerita dari si bungsu kalau dia pagi tadi sarapan dengan sandwich isian telur dan sosis yang dibuat oleh Rion, dan minumnya segelas susu hangat yang dibuat oleh Qaisar. Walaupun bukan sesuatu yang bisa membuat orang lain terpukau, tapi bagi Lena itu sebuah peningkatan besar dalam waktu semalam. Tersentuh sekali Lena mendengarnya. Apa ke depannya dia memang harus sering meninggalkan mereka bertiga di rumah? Biar hubungan mereka bisa lebih lengket ngelebihin lengketnya lem Korea.

Sekarang putra ketiganya--Rion sedang duduk di kursi makan dengan kedua kaki terangkat, pandangannya kosong ke depan. Tidak aneh. Rion memang senang melamun, itu sudah seperti kegiatan rutin di waktu senggangnya.

"Yong, nih."

Lena memajukan sebuah kunci ke hadapan putranya itu.

Rion melirik dan seketika menarik kesadarannya yang semula tenggelam dalam lamunan.

"Matic aja. Jangan dimodif-modif lagi, apalagi kalo dikencengin. Hati-hati jalaninnya."

"Motor?" tanya Rion, retorik, sudah jelas kuncinya berlambang salah satu perusahaan produsen motor.

Lena mengangguk. "Matic."

Bodo lah mau matic atau apa, senyum Rion tetap mengembang.

"Di mana?"

"Di garasi."

Rion beranjak melangkah ke arah pintu yang menuju garasi. Ada sebuah motor matic yang tampak masih baru di sana.

Kemudian Rion kembali masuk menghampiri bundanya.

"Iyong pulang ke kosan sekarang, ya, Bun."

"Lho?"

Rion nyengir.

"Sekalian test drive. Assalamu'alaikum."

Setelah mengecup singkat punggung tangan Lena, Rion pergi. Lena melongo.

"Wa'alaikumsallam," sahutnya pelan.

-

Setelah dari rumah sakit untuk kontrol sebentar, Rion langsung menemui teman-temannya yang sedang nongkrong di Taman skateboard. Ketiga temannya memang menyukai permainan papan seluncur itu, mereka cukup lihai dalam menggunakannya. Rion juga kadang ikutan tapi hanya sebatas belajar dasar-dasarnya saja, tidak sampai asik meluncur bebas seperti teman-temannya, karena dia malas kalau harus bengek di tempat umum.

Gazza tertawa saja mendengar Rion yang terus merutukinya karena dia sudah terlalu banyak bercerita kepada Bilal--waktu itu saat dirawat di rumah sakit.

"Tapi bagus juga, Yong, masalah lo sama abang lo jadi clear, kan? Gemes gue tuh yakin banget kalo lo berdua tuh sebenernya cuma miskomunikasi," kata Gazza.

Yuzi mengangguk. "Kalo gue tahu caranya begini, udah dari dulu gue cepuin semua omongan lo ke abang lo."

"Tapi, Yong, lo kek apa sih pas jaman SMA sampe bikin abang lo gedek?" tanya Adam.

"Gak dari jaman SMA, dari jaman SD juga gue udah mulai nongkrong di warnet tempat maen game, balik sore hampir mau malem tiap hari. Pas SMP makin ada peningkatan tuh, gue baru bakal balik pas udah mau tengah malem. Nah, pas SMA gue jarang balik, nginep di kosan temen gue atau kadang di warnet yang 24 jam, dua hari sekali baru balik rumah, itu juga cuma buat nuker baju, minta duit, sama nyolong cemilan."

Just🌹StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang