14

3.5K 495 70
                                    

Sebenarnya Rion mau banget ngamuk-ngamuk, mencak-mencak, dan mengeluarkan segala emosi lainnya untuk mengekspresikan kemurkaan. Tapi, waktu UAS sebentar lagi. Dia lebih butuh belajar dan hadir di kelas, daripada marah-marah--mogok makan atau mogok ngomong segala macem. Ya, mau bagaimana lagi kalau sudah begini, seperti kata Raisa: mau dikatakan apa lagiii... 🎶

Mungkin keadaannya yang jadi seperti ini juga salah dirinya sendiri--lagi sadar--nyalahin diri sendiri, tidak menyalahkan Bilal.

Rion kembali ke rutinitasnya seperti minggu-minggu lalu: latihan pernapasan, obat-obatan, inhaler, uap, pemeriksaan, dan lain-lain. Hanya saja sekarang ditambah dengan aktifitas belajar yang lebih giat. Setelah Hardian datang ke kampus, entah berbicara dengan para dosen-dosennya atau langsung dengan rektor, the power of Hardian membuat Rion bisa mengikuti kelas secara online, ya, dia ikut kelas melalui panggilan video yang tersambung dengan laptop Adam, disimpan di atas meja paling depan, jadi Rion bisa melihat dosen yang tengah berbicara. Untuk mengusasai materi lebih dalam dia bisa kulik di google.

Kadang Rion harus mengikuti kelasnya itu dengan nasal kanul yang dilapisi menggunakan masker--agar tidak terlihat. Hardian atau Lena selalu berada di sana memantau Rion yang sedang mengikuti kelas.

Kalau ada kuis, Rion juga bisa menjawab. Tidak ada halangan, walaupun hanya dekat di virtual dan jauh di jarak nyata.

Setelah selesai kelas, Rion lanjut memahami materi dari copy-an yang dibawakan Gazza waktu itu. Iya, dia seberusaha itu, soalnya UAS di kampusnya pasti selalu ada satu atau dua pertanyaan yang jawaban essai-nya bisa sampai satu lembar kertas. Mm, selalu ada beberapa dosen yang sadisnya keterlaluan.

Dari sofa, Lena memperhatikan Rion yang sedang fokus belajar. Bahkan saking fokusnya anak itu tidak melirik sedikit pun kepada Junior yang Lena bawa. Walaupun memang biasanya juga Rion acuh, tapi biasanya minimal dia sekali melirik dan memberikan pelototan yang membuat Junior mau pulang.

Lena tahu walaupun Rion nakal, namun anak itu selalu peduli pada hasil pendidikannya, terbukti dari nilai Rion yang dari Sekolah Dasar sampai kuliah ini selalu bagus, sangat bagus malah untuk ukuran anak yang keliatannya tidak mungkin peduli pada pembelajaran.

Rion mendorong meja di hadapannya saat dirasa dia tidak sanggup lagi duduk tegak. Punggungnya dihempaskan pada sandaran ranjang sembari kemudian menarik napas dalam.

"Udah, Yong, jangan dipaksain," kata Lena.

Rion memejamkan mata selama beberapa lama, lalu membukanya kembali, melirik Lena.

"Nanti ikut UAS-nya kayak gimana, Bun?" tanya Rion.

Lena menghela napas. Rion keukeuh banget, padahal dia bisa ikut susulan. Kemarin Lena dan Hardian sempat membujuk Rion untuk operasi saja secepatnya, masalah UAS bisa susulan, tapi anak itu langsung menolak dengan keras.

Jadinya, kemarin Hardian datang lagi ke kampus Rion untuk membicarakan masalah UAS.

"Mungkin salah satu dosen atau staff kampus bakalan ke sini, ngawasin kamu langsung. Kalo buat yang praktek, nanti bisa dibikin video aja katanya."

Rion menghela napas. Tidak asik, tapi lagi-lagi: mau bagaimana lagi. Ini akan jadi pengalaman UAS-nya yang paling membosankan. Perjuangan banget akhir semester kali ini, perjuangannya tidak akan Rion lupakan.

Rion melirik Junior yang seperti biasa langsung mengalihkan pandang saat dia lirik.

"Kok, si Qai gak pernah jenguk ke sini?" tanya Rion pada Lena.

"Qai sibuk banget. Lagian, Yong, coba kamu perbaikin dulu hubungan kamu sama adek-adek. Gimana adek-adeknya mau peduli kalo kakaknya acuh sama galak," ucap Lena.

Just🌹StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang