8

3.5K 424 66
                                    

"Film kelompok lo berdua dapet nilai paling gede."

"Ya, iyalah effort-nya aja gede. Dapet nilai A plusnya tiga kali juga gak bisa ngebalikin duit gue."

"Bersyukur kali, Yong, nilai kita A+," kata Yuzi.

"Ah, gak sebanding sama ongkos ke Malang, belom penginapan, belom biaya makan, biaya transport."

Gazza terbahak.

"Lo ngomel mulu dah."

"Ya, iye, nilai lu A, gue A+, beda plusnya doang, tapi effort-nya beda jauh. Maksud gue kek lo bikin film di sini aja bisa kek tetep bagus--nilai gede, gak perlu sampe jauh-jauh. Yang nulis naskahnya si Nilam sih, sutradaranya si Oki, ya, dua-duanya setan instagram, yakin gue mah berangkat ke Bromo cuma biar ada bahan story."

"Yong, mulut lo itu pembawa keributan," ucap Adam.

Yuzi mengangguk-angguk. "Emang iya, Dam, mending ngomongnya depan kita, ini udah di depan anak-anak, takut jadi berantem, gue ketar-ketir selama bikin film kemaren."

Rion meneguk habis botol kedua susu beruangnya, dia demam dari kemarin, demam anget doang gak parah, kata Yuzi minumin susu steril, Rion nurut, dari kemarin sudah habis beberapa kaleng.

"Gue gedek!" kesalnya.

Uhukk... uhukk.

"Lo ke dokter sono, batuk-batuk lagi noh dari tadi," titah Yuzi.

"Ya, batuk doang. Kan, dia penyakit sepaketan ma demam," sahut Rion tenang.

"Takutnya kek kemaren lu, kek orang mau mati."

Rion melirik Yuzi dengan mata yang refleks melotot.

"Astaghfirullahaldzim, Uzi, ngomongnya."

Yuzi meneguk kopi kalengnya dengan santai.

"Gue parno tahu," katanya.

"Lo punya abang dokter pergunain, berobat gratis," seru Adam.

Rion melirik. "Heh, kata siapa lo gratis? Orang abang gue aja kalo sakit bayar."

"Seenggaknya gak terlalu mahal, lo tinggal bayar obat doang, dokternya nggak."

"Iya gitu?"

"Tahu ah, Yong, pusing gue ngomong ma lo." Adam melengos.

Yuzi dan Gazza terkekeh.

"Tahu diri lo, lagi sakit tidur di ubin," kata Adam sambil melempar Rion dengan kaleng minumannya yang sudah kosong.

"Gerah," sahut Rion. Yang lain pada di karpet, dia doang yang tiduran di keramik, mana posisi tengkurap, gak sadar diri lagi batuk-batuk juga. Tapi memang sudah kebiasaan di kampus--tidur di ubin masjid, ubin kosan Gazza pun lama-lama membuat Rion jadi mengantuk dan perlahan matanya menutup.

-

"Yong."

"Mmmm."

"Bangun, mau ikut kagak lo?"

"Mane?"

Rion membalikkan badan, mengucek-ngucek mata sembari mengeluarkan suara pelan.

Uhukk... uhukk...

"Nah, kan, gue bilang ape, kalo batuk jangan tidur di tembok, dinginnya kena dada, apalagi lo tengkurep. Perasaan lo yang adeknya dokter, tapi gue yang pinter," kata Adam.

Rion duduk lalu menggerakkan punggungnya ke kanan dan ke kiri. Tidak menghiraukan celotehan Adam. Lagian, batuk doang, ribut bener.

"Mau pada ke mana?" tanya Rion, melihat ketiga temannya yang sudah pada berdiri--siap pergi.

Just🌹StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang