"Jun, gue punya lagu bagus buat lo."
Junior yang sedang tiduran di atas bean bag, terlihat tidak peduli, kedua matanya tetap fokus ke arah televisi; sedikit pun tidak mempedulikan Rion.
Suara musik mulai mengalun dari ponsel abang menyebalkan-nya itu.
"Dek, bila suatu saat kaudengarkan lagu ini... 🎶"
Saat lirik terdengar, Rion ikut menyenandungkannya dengan mengganti sebagian dari kata yang menjadi bait lagu.
"Dan aku sudah tak ada lagi di sampingmu. Kau akan mengerti, mengapa begitu menyebalkannya ku di matamu... 🎶"
"Dek... jika saat nanti kau telah hidup sendiri. Dan dunia ternyata tak seperti harapanmu. Ku ada di sana, menjadi tempat yang s'lalu menanti kedatanganmu... 🎶"
"Kelak kau 'kan jadi orang dewasa seperti aku. Yang ingin adikmu bahagia dengan hidupnya--eh, tapi lo, kan, gak punya adek. Bunda juga gak mungkin punya anak lagi. Ah, bodo dah."
"... Bila bentakan kecilku patahkan hatimu. Lebih keras dari itu dunia'kan menghakimimu. Kubentuk dirimu menjadi engkau hari ini... 🎶"
"Halah, bentak-bentuk, lo mah kalo lagi bentak, bentak aja, Bang, gak ada niatan bentuknya. Bentaknya gak kecil lagi. Emang dasarnya jahat aja lo mah."
Tiba-tiba Qaisar yang ada di sisi ranjang dekat dinding, bersuara. Dia dalam posisi memunggungi Rion. Dari tadi diam, dikira tidur.
"Bacot, Qai! Lo tidur, tidur aja," sentak Rion.
Dia tidak memperpanjang sentakannya karena musik yang masih terputar menunggunya untuk menyenandungkan lirik berikutnya.
"Dek... kan tiba waktu kau harus tentukan jalanmu. Yang mungkin tak searah dan indah di mataku. Pabila terjadi, berjanjilah kau akan s'lalu menjadi dirimu sendiri... 🎶"
"Kelak kau 'kan jadi orang dewasa seperti aku. Yang ingin adikmu berkuasa atas hidupnya--ah, udah ah, gak asik. Gara-gara lo sih, adek bangsat."
Rion melirik jengkel pada Qaisar seraya menendang pelan pantat adiknya yang masih dalam posisi membelakanginya itu.
Junior di sana tetap tidak begitu peduli pada segala celotehan dan keributan abangnya. Dia tidak mengerti dan tidak peduli, jadi hanya fokus menonton saja.
"Qai, gantian posisi ah, gue di situ, deket tembok."
Qaisar mendengkus karena pantatnya ditendang lagi oleh Rion, kali ini keras.
"Di situ aja, Bang, gak usah banyak mau," sahut Qai jengkel sembari menoleh sedikit dengan alis bertaut.
Rion bangun--berdiri. Lalu kaki jenjang-nya mengayun, melangkahi tubuh Qaisar, kemudian menapak di sisi kasur yang kosong di antara tembok dan tubuh adiknya.
"Ngapain sih, Bang, ah! Ganggu aja lo!"
Qaisar menyentak dan menatap sengit abangnya yang berdiri di depan tubuhnya yang menghadap tembok, abangnya itu hendak merebut paksa posisinya.
"Ini tempat gue, lo sono!" usir Rion.
Qaisar mendengkus. Dia kemudian mengalah, menggeser tubuhnya dengan gerutuan. Tapi dia mengalah bukan berarti kalah, hanya saja tidak ingin memperpanjang masalah kecil.
"Resek!" sentak Qaisar kesal.
Rion tidak peduli. Dia puas dengan tempatnya sekarang; mojok tembok. Lagian, memang biasanya juga ini adalah tempat Rion, Qaisar saja yang tiba-tiba menempatinya tanpa izin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just🌹Stories
General Fiction**Jangan plagiat nyerempet copy paste** Tentang si bengek apes 'Clarion--Iyong'.