19

3.1K 421 36
                                    

Rion memutuskan untuk mulai belajar berdamai dengan takdirnya. Ya, baru dengan takdirnya, dengan saudara-saudaranya belum ada hidayah.

Setelah kedatangan tiga temannya, bujangnya Bapak Hardian itu jadi terlihat kembali hidup. Suaranya yang agak serak-serak becek terdengar lagi, walau seringnya yang disuarakan hanya gerutuan dan rutukan. Dan si putra kedua itu kembali menjadi musuh bagi si bungsu. Apalagi Rion sekarang tidak lagi tinggal di kosan, sekarang dia pulang pergi ke kampus dari rumah.

Dan karena Rion sudah tidak kos, Gazza pun kembali lagi ke kamar kosnya yang dulu. Walaupun bundanya Rion mengatakan kepada Gazza untuk tetap tinggal di kamar itu saja, untuk urusan biaya per-bulan biar Bapak Hardian yang bayar. Tapi, Gazza menolak, dia memilih kembali ke kamar tipe single-nya.

Rion sudah mengajukan surat permohonan izin magang yang diberikan dari kampus kepada perusahaan. Tidak jadi ke perusahaan Event Organizer yang sebelumnya Rion pernah magang secara mandiri di sana; waktu itu saat liburan semester, coba-coba, dan memang seru, crew EO yang gak abal-abal seperti anak-anak kampusnya, mereka tentu jauh lebih profesional dan bertanggung jawab sampai akhir acara, tapi jauh lebih melelahkan memang. Jadi, dengan terpaksa Rion harus merelakan ajakan salah satu crew EO senior di sana untuk Rion bergabung lagi bersama mereka.

Awalnya, Hardian menyuruh Rion untuk magang di perusahaan kecilnya saja, lintas jurusan tidak apa-apa yang penting kondisi Rion di sana akan terpantau dan terjaga. Tapi, Rion-nya tidak mau. Akhirnya, Hardian membantu mencarikan jenis perusahaan yang Rion inginkan untuk menjadi tempat magangnya. Bertemulah Hardian dengan salah satu perusahaan Professional Event Organizer, kebetulan bos di tempat itu adalah mantan klien-nya, jadi bisa nego; Rion tidak akan ditempatkan di lapangan, dia akan magang di bagian kantor, membantu di pelayanan jasa pembuatan video dan editing visual; pelayan jasa yang disediakan oleh perusahaan itu. Jadi, Rion tidak usah lelah-lelah di lapangan, dia hanya akan duduk di ruangan yang sejuk bersama dengan tim editing produksi media audio-visual.

.

Untuk beberapa lama Rion dan juga ketiga kawannya harus berpisah karena mereka magang di tempat yang berbeda-beda.

Sekarang Hardian adalah supir pribadi Rion, yang siap mengantar ke mana pun. Rion tidak lagi pernah menggunakan motornya, selain karena Lena tidak memperbolehkannya, dia juga sadar diri, angin saat berkendara itu tidak baik untuk tubuhnya.

Namun, na'asnya, dia terhindar dari angin jalanan, tapi malah drop setelah magang berjalan lewat dari satu minggu, kemungkinannya dikarenakan suhu AC kantor yang terlalu dingin untuk Rion atau memang kebetulan saja penyakitnya juga sedang berulah.

Semalaman itu Rion tidak bisa tidur, napasnya sesak meskipun sudah mengenakan nasal kanul, suara mengi terdengar nyaring dibarengi dengan suara gemuruh seperti ada sekumpulan dahak yang memenuhi dada dan kerongkongan. Saat Rion terbatuk, dahak itu tidak mau keluar, sampai dada Rion sakit rasanya karena batuk-batuk terus tanpa hasil, hanya membuat tambah sesak.

Akhirnya di waktu dini hari, Rion dibawa ke rumah sakit. Hardian dan Lena tidak bisa tidur juga malam itu karena Rion yang batuk-batuk membuat mereka terjaga semalaman.

Keadaan Rion cukup membaik setelah diberi terapi nebulizer dan segala obat-obatan yang disuntikan ke dalam pembuluh darahnya. Dahaknya yang sulit keluar, akhirnya berhasil keluar, walaupun tidak banyak.

Sekarang Rion bisa tidur. Napasnya masih terengah dan berbunyi, tapi setidaknya batuknya sudah mereda--sudah tidak terlalu menganggu.

Lena menarik selimut, menutupi tubuh bagian atas Rion yang tanpa pakaian itu.

Melihat putranya yang untuk bernapas saja terlihat kesulitan, membuat hatinya terasa teriris.

Sesekali lenguhan terdengar. Suara napas Rion dan bunyi monitor pasien berkolaborasi dengan baik. Dan Lena tidak suka dengan bunyi kolaborasi itu.

Just🌹StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang