97

1.8K 334 100
                                    

"Pak, kita lagi ngerjain revisi di rumah Iyong."

"Oh iya bagus. Cepetan beresin, pada sedikit, kan, yang harus diperbaiki?"

"Nanti Bapak gak akan kasih tambahan revisi, kan?"

"Ya, tergantung."

"Jangan lah, Pak."

"Pembimbing kalian bukan cuma saya, tugas penguji juga gak bisa saya ambil. Tapi tenang lah, saya yakin gak akan ada tambahan. Iyong, sehat hari ini?"

Rion tersenyum, mengacungkan jempol.

"Sehat, Pak," katanya.

"Jangan terlalu capek. Saling bantu kalian, ya."

"Siap, Pak."

Aneh, tapi nyata, mereka bisa jadi sedekat itu dengan dosen pembimbing. Pak Sehan memang pada dasarnya membaur dengan para mahasiswanya, terkenal sangat baik, beliau bahkan memiliki rumah produksi yang masih dalam tahap merintis bekerja sama dengan anak-anak didiknya yang sudah alumni. Selain Pak Sehan, mereka ada satu lagi dosen pembimbing, yang juga sangat baik, hanya sedang sibuk, tapi untungnya, se-sibuk-sibuknya dosen yang lebih tua dari Pak Sehan itu tidak pernah menyulitkan, selalu memberi waktu jika anak bimbingannya sedang membutuhkan.

Dosen penguji mereka juga baik-baik. Beruntung sekali lah. Padahal teman-teman mereka waktu itu banyak yang mengeluhkan betapa rumitnya perjalanan untuk mendapatkan gelar sarjana, sebelum sidang mengeluh, dan sesudah sidang juga lebih mengeluh lagi, revisi, yudisium, wisuda, perjuangannya 'waw' sekali kata mereka. Sempat was-was juga Adam, Yuzi, dan Gazza, tapi untungnya diberi jalan yang selancar ini. Mereka yakin ini jalan yang Tuhan mudahkan untuk Rion.

Suasana hati Adam, Yuzi, dan Gazza hari ini sangat baik, bukan karena apa-apa, melihat kawan mereka bisa duduk bersama di tempat yang bukan kasur pun mereka sudah sangat senang, se-senang itu sampai rasanya tidak ingin waktu berlalu.

Mereka mengerjakan revisi bersama di teras, duduk di sofa, menghirup udara segar dengan ditemani semilir angin yang sejuk. Halaman rumah Rion itu ada banyak pohon, jadi cukup sejuk.

"Uhukk... uhukk... "

Adam, Yuzi, dan Gazza kompak melirik. Ini lah kenapa mereka tidak ingin waktu berlalu.

"Keselek minum doang, serem banget lirikan lo pada."

"Hati-hati lah kalo minum," ucap Gazza sambil mengusap-usap punggung Rion yang duduk di sampingnya.

"Wajar orang keselek mah, uhukk... "

Tatap Adam, Yuzi, dan Gazza tetap tertuju kepada Rion sampai batuknya itu berhenti.

"Do'a gue paling keras, Yong, gue pengen lo sembuh, dapet donor paru-paru."

Kalimat Adam membuat suasana jadi hening seketika.

Yuzi dan Gazza terdiam, refleks termenung.

Rion pun bingung harus menanggapi bagaimana, do'a nya setiap waktu juga begitu, tapi jikapun tidak terwujud, dia hanya minta dipermudah dalam sakaratul mautnya.

"Gue baca dari Google, katanya ada yang transplantasi paru-paru dari dua orang pendonor, dalam keadaan si pendonor itu hidup."

Gazza bersuara.

Adam, Yuzi, dan Rion refleks menatap ke arahnya.

"Hoax gak tuh?" tanggap Yuzi.

"Nggak, anjir. Bentar gue cari, baru semalem nih tadi gue nemu," kata Gazza sembari dinyalakannya ponsel yang sejak tadi tergeletak di pinggir laptop.

Just🌹StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang