6

3.3K 468 60
                                    


Lena melirik Rion, tapi sebelum kepada Rion, dia memeluk singkat Bilal dulu yang ada di hadapannya.

"Capek banget keliatannya, Bang," kata Lena sembari menilik wajah putra keduanya.

Bilal tersenyum.

"Besok libur?" tanya Lena.

"Libur, tapi malem ini aku ada jadwal jaga."

Lena menghela napas. "Jangan berlebihan, Bang."

Bilal tersenyum lebih lebar. "Aku masih butuh banyak jam terbang, Bun," katanya, "yaudah, ke kamar dulu, ya, Bun," pamitnya kemudian.

Lena mengangguk, membiarkan Bilal pergi setelah mengelus pipinya dengan penuh kasih.

Giliran Rion yang mengecup punggung tangannya lalu mendapatkan pelukan singkat dari Lena.

"Kenapa susah dihubungin?" tanya Lena.

"Handphone ku ilang pas kecelakaan, ada yang ambil."

"Kenapa gak kasih tahu?"

"Maaf," ucap Rion.

"Udah beli yang baru?"

Rion mengangguk.

"Nanti Bunda transfer buat ganti uangnya. Jajan kamu juga gak jadi Bunda potong."

"Hm?"

Alis Rion naik, bola matanya seketika melebar.

"Udah sana, Bunda lagi masak."

Rion membalikkan badan dengan senyuman yang terbit perlahan. Bersorak dalam hati. Yeah! Tidak jadi cari kerja paruh waktu. Uang jajannya cukup buat cicilan hutang, asalkan Rion tidak se-boros sebelumnya.

.

Pukk.

Rion melirik ke arah kanan, kakinya baru menapaki ubin lantai dua. Sebuah peluru panjang yang terbuat dari plastik mengenai pipinya, tidak sakit, tapi cukup membuatnya kaget.

"Jun, keluar lo," titahnya. Dia tahu pelakunya adalah si bungsu, bocah kelas 2 SD yang cengeng dan manja itu.

Junior keluar dari persembunyiannya; di balik dinding.

Pukk.

Peluru kedua mengenai hidung Rion.

Junior tersenyum lebar memperlihatkan deretan giginya.

"Sini," panggil Rion dengan suara yang dia tahan untuk tidak menampakkan emosi.

"Nggak mau. Iyong suka nyentil," kata bocah itu.

Rion melangkah lebar ke arah Junior.

Junior sigap berlari. Rion mengejarnya. Ayunan kaki pendek adiknya seberapa cepat pun tidak sulit untuk dia kejar. Rion menangkap adiknya, mereka berdua terjatuh karena Rion menabrak tubuh Junior--sengaja menjatuhkannya.

"Akh... BUN--"

Rion membekap mulut yang hendak berteriak itu. Dia meringis karena luka bekas tindakan WSD kemarin belum sepenuhnya sembuh, kadang masih terasa perih.

Junior menjerit di dalam bekapan tangan Rion dan berusaha meronta.

"Diem lu, kalo ngadu gue sentil jidat lo sampe merah," ancam Rion, kemudian dia melepaskan tangannya.

Junior hampir menangis.

Bukk..

"Akh!"

Wajah Rion dipukul pistol-pistolan  yang panjang itu. Adiknya itu bangun dengan cepat lalu berlari ke arah tangga dan menuruninya untuk menemui sang Bunda.

Just🌹StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang