"Mereka yang membantu kami melupakan segala kegundahan, tapi keberadaan mereka tak bisa dijamin akan selalu tersedia."
~~~
Saat ini Lavanya dan juga Annara tengah duduk termenung di tepi kolam ikan sekolahannya.
"Emm Nari." Lavanya menatap lekat kearah Annara seolah ingin menanyakan sesuatu yang teramat penting.
"Hmm? Apa?" Annara tak memalingkan tatapannya dari kolam, tapi mulutnya tetap menjawab panggilan Lavanya.
"Pegang dulu tangan gua." Lavanya sudah lebih dulu menggenggam tangan Annara.
"Lo udah tahu kan kalau Jaendral balik lagi?" Lavanya bertanya hati-hati, takut-takut temannya ini memberikan respon diluar dugaan.
"Hm." Annara hanya memanggut-manggut meiyakan pertanyaan Lavanya.
"Lo gapapa kan?" Lavanya semakin mengeratkan genggaman tangannya.
"Iya, gapapa kok." Annara tak juga kunjung menatap Lavanya, matanya yang tadi diposisikan menatap kolam yang jauh lebih rendah darinya, kini ia posisikan menatap langit yang berawan.
"Besar atau kecilnya kemungkinan dia untuk nemuin lo lagi, tapi tetap aja kita harus ngehindar dari tu anak. Untuk kedepannya kalau mau pergi jauh-jauh jangan ajak yang lain, lo punya gua, lo bisa minta tolong atau temenin ke gua, jangan ke yang lain. Yang paling tau lo itu gimana ya gua. Jangan sok humble ke yang lain, lo gatau dia gimana, dan dia juga ga tau keadaan lo," peringat Lavanya seolah-olah saat ini tengah menyindirnya.
Annara tak memberi respon, hanya saja kini pandangannya sudah kembali berpaling dari langit.
"Mbak!! Kemana aja sihh mbak? Pergi berdua aja, ga ngajak-ngajak, cih." Chalis dan juga Dira ikut bergabung duduk bersama anak dua tadi.
"Ngapain sih melamun di tepi kolam gini, keliatan banget jones nya hahaha," Dira meledek Lavanya dan Annara yang terus saja melamun menatap kolam.
"Kenapa sih nyet? Sewot mulu," Lavanya menceloteh kesal kearah 2 anak yang baru datang itu.
"Nya, mau pergi lagi ga? Kemarin belum puas mainnya, mana waktu kita pergi mepet banget lagi sama jam tutupnya." Chalis cemberut mengingat kejadian kemarin.
"Iya tuh, mana disuruh cepet-cepet pulang lagi," Dira kembali menimpali dan wajahnya ikut berubah masam.
Sepertinya dari 4 orang yang berada disana hanya 1 orang yang tak paham dengan topik yang mereka bicarakan, entah dia yang terlalu lemot untuk memahami, yang pasti ia asing dengan pembicaraan itu.
"Oke, nanti pergi lagi." Lavanya tersenyum sumringah dan mengacungkan kedua jari jempolnya.
"Bagusnya sepulang sekolah ini kita langsung pergi, ga kayak kemarin, kemaleman banget," saran Dira.
Annara yang makin tak paham dengan topik pembicaraan orang-orang ini hanya menatap penuh akan tanda tanya. Lavanya melirik sekilas, dan menyadari bahwa saat ini ia berbicara mengenai hal yang tak ada sangkut pautnya dengan Annara, sehingga menimbulkan keterbingungan untuk temannya ini.
"Ah hehe Ri, maaf kemarin ga ngajakin lo, soalnya gua udah yakin lo bakalan nolak." Lavanya terkekeh canggung, menggaruk kepalanya yang tak gatal sedikitpun.
"Hmm, memang gabakal ikut kok." Annara berbicara dengan intonasi yang teramat pelan, kembali terfokus ke dalam kolam, tanpa memperhatikan 3 orang yang berada di dekatnya itu.
"Kali ini juga gamau ikut?" Chalis membuka suara ingin menanyakan pendapat Annara.
Tak bersuara, pertanyaan itu hanya ia respon dengan gelengan.
KAMU SEDANG MEMBACA
MARI AKHIRI INI (FUGACIOUS)
Teen FictionProblematic kehidupan selalu hadir mengambil tempat. Kesalahpahaman, pengkhianatan, keterpurukan, serta kehilangan merupakan bagian lain dari masalah itu sendiri. Tak terkecuali pada sepasang manusia ini. Dia Jaendral, pria yang dikenal humoris di...