[✓]1. KEMBALINYA DIA

52 9 0
                                    

"Bang!! Tolongin gua lah bang." pria putih mancung itu bertengger pilu di kaki lawan bicaranya. Tampaknya ia punya masalah besar, sehingga ia harus memohon sampai sebegitunya.

"Ga!! Salah lo sendiri kenapa pemales, kenapa malah nyusahin gua? kelarin sendiri noh masalah lo. Gua gapeduli."

"Ya Allah bang segitunya," mendapati lawan bicaranya yang tak ada peduli-pedulinya Zidan hampir putus asa.

"Yaudahlah Pin, tolongin aja napa? Lo kan pinter," Imora mencoba membujuk Alvin agar mau membantu adek kelasnya ini.

Gadis bersurai sebahu itu tiada henti melepaskan perhatian dan melunturkan kekehan melihat tingkah Zidan yang selayaknya bocah yang merengek minta dibelikan mainan.

"Ogah!! Lo aja noh yang bantu dia," masih kekeuh dengan pendiriannya, Alvin melangkah ke arah belakang dari bangunan seukuran 5×7 m ini. Mendorong pelan orang yang bertengger di kakinya, sehingga membuat Zidan tersungkur ke lantai.

"Oiya, gua kan MIPA juga kaya lo ya Pin, yaudah sini Dan, gua bantuin," balas Imora percaya diri, melambai-lambai meminta adik kelasnya itu untuk mendekat.

"Ogah, lo goblog kak, gua gamau ngulang remed dua kali, gua capek," pengakuan Zidan barusan benar-benar membuat orang seruangan menahan tawa. Sedangkan sang empu dengan anteng mengambil posisi duduk di samping Pandya.

"Hahahaha, woyy parah lo Dan." Alvan selaku kembarannya Alvin tertawa nyaring menanggapi ucapan Zidan barusan. Sedangkan yang lain hanya asik tertawa.

"Maksud?" Imora beberapa kali berkedip tak percaya, anak ini tampaknya harus diberi pelajaran.

Imora langsung berdiri, dan mengambil sebuah tongkat yang tersandar di dinding tepat disamping ia duduk. Berlanjut mendekat ke arah Zidan, hendak memukulnya dengan benda panjang itu.

Zidan terbelalak, "woyy kak!! Akhh!! Jangan gitu kak, gua canda doang, jangan dibawa serius kak!!"

Zidan dengan gesit mengelakkan tubuhnya dari tongkat yang sedikit lagi akan mendarat mulus untuk memukulnya. Dia melarikan diri, disertai beberapa teriakan memohon maaf pada sang empu.

Satu lirikan tajam yang diperlihatkan oleh Pandya kepada dua manusia tadi berhasil membuat mereka terbirit-birit berlarian keluar. Hal ini bukan berarti menjadi pertanda bahwa pertengkaran Imora dan Zidan akan segera berakhir, melainkan pertengkarannya akan kembali berlanjut di luar ruangan ini.

Drrttt.... Drrtt....

Dering ponsel memecah tawa Alvan, ia merogoh kantong celana tempat ia menyimpan HPnya. Melirik sekilas, tertera nama 'Sarap' di nama kontak itu. Alvan menaikkan sebelah alisnya bertanya-tanya ada gerangan apa orang ini menelponnya setelah sekian lama. Ia pamit dengan yang lain, dan mengangkat telfon itu dari luar.

|"Oyy Pan."

"Lah, elu masih idup?"|

|"Bapak lo!! Yaiya lah."

"Bangsat! Gua pikir lo udah koit anying!"|

"Hilang kabar beberapa tahun, keren lo begitu?"|

|"Hahaha maaf."

Refleks Alvan langsung menengadah kearah langit, niat menghentikan air matanya yang rasanya akan menetes, disertai ingus yang ikut serta mengalir.

"Woy? Kok diam?"|

"Anjing, anjing lo Jen. Gua rasanya mau nangis akhirnya dapat kabar dari lo."|

MARI AKHIRI INI (FUGACIOUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang