8. DITERTAWAKAN, MENERTAWAKAN

10 9 0
                                    

Semuanya memiliki cara tersendiri untuk menunjukkan rasa cinta dan kasih. Tak selalu perhatian yang menjadi kasih, dan tak selalu ledekan menjadi benci.

~~~

Di hari yang sama, bukannya ia berlanjut pulang, malahan berbelok ke arah basecamp, apakah ia terlupa bagaimana karakter teman-temannya yang berada disana? Mencari malu saja ia datang kesana.

BUGG!!

Angin sangat peka dengan situasi saat ini, ia menyapu seluruh ruangan hingga membuat semua mata tertuju ke arah mereka berdatangan.

"Uhukk!!" Jagadita terbatuk karena menahan tawa.

"Wait? Wait? Jaendral?" Daiva sempat loading melihat orang yang baru sampai ini, apakah benar dia orang yang ia kenal?

"Aha-ha Jen.. Jaendral." Imora ikut serta menahan tawa, tapi tak terbendungkan lagi, walau saat ini ia tertawa cukup canggung dan juga tergagap.

"Oalahh ini bukan sesi tahan tawa, lepaskan saja!!" Alvan memperhatikan seisi ruangan, semuanya berusaha untuk menahan tawa, tapi bukanlah Alvan namanya jika tidak seusil ini.

"Hahahaha hahaha."

Benar, saat Alvan menjadi pembuka sesi menertawakan Jaendral, semuanya pun juga sudah tak sanggup lagi menahan tawanya. Tak terkecuali dari mereka yang tertawa, semuanya yang ada disana, sudah kelelahan menertawakan kondisi Jaendral saat ini.

Benar-benar seisi ruangan dipenuhi oleh tawa, siapapun yang mendengar berbagai ragam suara tawa anak-anak ini pun akan ikut tertawa tanpa tahu topik yang mereka tertawakan.

"Hahahaha."

"Hohohoho."

"Hihihihihihi."

"Hahakhahak."

"HaaaaHuahahahah."

"WOYYYYY!! LO PADA MAU MATI?!" Jaendral meneriaki semuanya, ia terlewat malu, bagaimana bisa temannya yang berada dalam kesulitan malah mereka tertawakan.

"Hari ini gapapa banget mah kalau gua mati, seenggaknya ga nyia-nyiain mata gua ngelihat hal yang hampir dikatakan mustahil begini." Utama memegangi perutnya yang sudah terasa sakit karena kebanyakan tertawa.

"Uhukkk." Alvin yang baru datang teramat kaget melihat penampilan Jaendral yang berada di ambang pintu, pipinya bergetar menahan tawa.

Ia tak bergerak sedikitpun, apakah memang sengaja membuat dirinya menjadi bahan tertawaan?

Alvin yang tadi berusaha menahan tawa berjalan kebelakang Alvan, dan disanalah dia mulai tertawa tanpa suara, karena memang Alvin ini tawanya tak bersuara, seperti orang bengek saja.

Ntah penampilan bagaimana orang-orang itu tertawakan dari Jaendral, yang pasti tampilannya tidaklah benar-benar Jaendral.

"Ngapain lo berpenampilan kayak gembel gini? Celana plus jaket abu-abu terlalu longgar, ini apaan? Pake karet segala, ahahah, kelonggaran? Rambut lo kenapa kaku, keras gini? Trus ini? Kenapa muka lo pada bonyok? Habis diamuk masa?" Jagadita berjalan mendekat, mereview setiap inci dari tubuh Jaendral yang dapat ditertawakan, berulang kali ia mencoba menahan agar tawanya tak terlepas tepat di depan Jaendral, berkali-kali pula ia membungkam mulutnya yang sudah bergetar.

Mengingat lem yang tak mau terlepas dari pakaian Jaendral, terpaksa ia meminta bantuan karyawan supermarket untuk meminjamkannya baju. Sebenarnya Jaendral fear fear saja jika memakai pakaian yang terdapat bekas lem itu. Tapi yang jadi masalah nya, baju itu malah sobek saat dipaksa lepas dari kursi itu. Benar-benar sial nasibnya kali ini.

MARI AKHIRI INI (FUGACIOUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang