Beberapa dari murid XII BAHASA 1 ini sudah memasuki kelas, sementara yang lain ada juga yang masih berkeliaran di luar, mengingat hari ini full jamkos karena persiapan anniv yayasan.
Buk Nala memasuki kelas ini dengan menenteng beberapa buku yang sepertinya tugas kemarin.
"Ini hasil dari tugas kalian kemarin ya." Buk Nala menaruhnya pada meja guru, dan mengintruksi Daiva untuk membagikannya.
Buk Nala hendak melangkah keluar, tapi tiba-tiba terhenti dan kembali masuk.
"Untuk Ajeng dan Annara, atas permintaan yang lain nilainya naik 2 point ya." Buk Nala tersenyum melirik pada Annara, karena sekarang tak terdapat keberadaan Ajeng.
"Ehh kenapa buk?" Annara bertanya bingung.
"Terimakasih sudah bantu menjelaskan pada teman-teman yang lain mengenai materi yang tak dapat saya jelaskan. Saya terlalu sibuk, jadi seringkali tak punya waktu untuk menghadiri kelas kalian, mengingat sekarang mendekati hari anniv yayasan." Buk Nala menjelaskan kenapa Annara mendapat nilai plus.
Annara tak menjawab, hanya merespon dengan anggukan serta senyuman.
Semuanya sibuk membuka buku mereka, tampaknya teramat penasaran dengan hasil yang mereka dapatkan. Tak ada satupun yang murung, tampaknya nilai mereka cukup memuaskan.
"Woww."
"YE YE YE!! ANNARA TENGKYU!!" Mario yang mulai lebay membentuk love dengan kedua tangannya.
"Yeyyy."
"Makasih Nara."
"Duhh makin cinta deh sama Nara."
"Ett dah, kalau udah gini lo pada muji-muji dia." Dira membuka suara.
"Lah, emang kapan kami ledek Annara coba?"
"Ya gaada sihh."
Semuanya tak lupa berterimakasih disertai ucapan-ucapan menggelikan khas orang yang keinginannya tercapai.
Semuanya bersorak girang karena mendapat nilai 96, memang di pelajaran Buk Nala ini tak kan ada yang dapat nilai sempurna alias 100, karena nilai tertinggi versi dia hanyalah 98, dan itu diperoleh oleh Ajeng juga Annara.
"Maaf buk." Nataya yang baru saja melihat hasil dari tugasnya mengangkat tangan.
"Iya, Nataya?"
"Saya tak minta bantuan siapapun untuk menyelesaikan tugas ini, tapi kenapa nilai saya sama dengan mereka?" tampaknya ia tak terima dengan angka 96 pertama di bukunya, mengingat selama ini selalu dia lah yang mencapai nilai tertinggi.
"Saya tak melihat skill ataupun kemampuan seseorang, yang saya lihat usaha, serta kebersediaan seseorang dalam membantu." Buk Nala menatap lekat pada Nataya.
"Saya harap kamu dapat menerima ini Nataya, jangan berkecil hati, karena kamu tetap menjadi si A." maksud Buk Nala ini ialah, Nataya ini di semua bidang selalu dapat nilai A, jarang sekali ia mendapat B dalam hal apapun.
"Udahlah Nat, terima aja kali, ga mati kan ya kalau nilai lo turun?" Shelin meledek Nataya, tapi tak direspon gadis itu. Ia malah memposisikan dirinya untuk duduk bergabung dengan 7 gadis lainnya.
"Gimana Ri? Ketahuan?" Lavanya bertanya kepada orang yang duduk berhadapan dengannya ini.
Annara mengacungkan jari jempolnya, "aman."
Annara tak bohong, mengingat saat ia pulang kemarin, orang rumah tak lagi berada di luar, mereka semua sibuk sendiri di kamar masing-masing. Makanya dengan mudah Annara memasuki rumah tanpa dicurigai. Dan untungnya pagi ini bengkak pada pipinya sudah mulai baikan, jadi ga keliatan amat bengkaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MARI AKHIRI INI (FUGACIOUS)
Teen FictionProblematic kehidupan selalu hadir mengambil tempat. Kesalahpahaman, pengkhianatan, keterpurukan, serta kehilangan merupakan bagian lain dari masalah itu sendiri. Tak terkecuali pada sepasang manusia ini. Dia Jaendral, pria yang dikenal humoris di...