4. SANG TULANG PUNGGUNG

12 9 0
                                    

"Mereka yang memutuskan kehidupan kami, tapi bukan mereka yang menjadi pemutus masa depan kami."

~~~

"Kenapa baru pulang?!"

"Udah jam berapa ini, Jaendral!?" sahut Reswara mendapati putranya yang baru pulang masih dalam keadaan berseragam lengkap. Terlebih lagi dalam keadaan seragam yang tak terpasang rapi alias ugal-ugalan.

Dengan beberapa kancing baju yang tak terpasang, jaket yang bergelantungan di tangan kanannya, serta rambut panjang yang acak-acakan.

"Mau jadi apa kamu? Kerjaan cuman ngabisin duit orangtua, dan nyusahin semua orang!!" cercah Reswara kesal.

Jaendral tak memberi respon, pria berdimple itu terus melangkah tanpa memperdulikan orang yang tengah mengajaknya bicara saat ini.

Terlewat kesal, Reswara melempar sebuah mangkok kearah Jaendral, dan mangkok itu tepat mengenai lengannya. Sempat langkahnya terhenti sejenak, ia melirik sekilas ke arah benda keras yang menghantam lengannya tadi.

Tak membalas, Lagi-lagi Jaendral melangkah ke arah kamarnya yang berada di lantai atas, tanpa memperdulikan papanya yang saat ini tengah mengamuk di meja makan.

Reswara benar-benar naik pitam. Makanan yang sedikit lagi tersuap pada mulutnya ia lempar ke sembarang arah, serta beberapa makanan yang terletak di atas meja ia dorong dari atas sana sehingga membuatnya berjatuhan ke lantai.

"Bi Jiah!! Bi Jiah!!" Reswara berteriak memanggil ART yang bekerja di rumahnya.

"Astaghfirullah pak, ini ada apa pak?" Bi Jiah kaget mendapati ada pecahan mangkok, serta keadaan meja makan dan lantai yang dipenuhi oleh remahan makanan yang baru saja di masak Bi Jiah.

"Beresin ini semua Bi, saya tidak ada selera makan, jadi jangan masak makanan lagi," perintah Reswara, ia melangkah pergi menuju kamarnya.

"Tapi den Jaendral belum makan pak, dan makanan yang baru saya bikin sudah habis terbuang," sela Bi Jiah disertai raut cemas.

"Biarkan saja anak itu tak makan, saya tidak peduli!!" bentak Reswara tak mau di bantah Bi Jiah.

Sepersekian detik ia langsung membanting pintu kamarnya untuk melampiaskan amarah terhadap anak semata wayangnya itu.

Bi jiah melirik sekilas ke lantai atas kamar Jaendral. Ia merasa prihatin dengan anak itu yang tak habis-habisnya dimarahi Reswara.

"Anak itu harus makan. Kalau tidak, bisa-bisa bukan 2 butir obat tidur melainkan sebotol yang ia minum." Bi jiah menggeleng tak habis pikir dengan tindakan yang dilakukan tuannya 2 hari yang lalu.

Dimana ia yang teramat kesusahan membangunkan Jaendral yang seharian penuh mengurung diri di kamar, ia tak makan sedikitpun, hingga hari kedua ia juga tak kunjung bangun, hingga Bi jiah terpaksa menyuruh para pekerja di rumah Reswara mendobrak pintu kamar Jaendral untuk membangunkan nya.

Alhasil juga tak ada sahutan sedikitpun, terpaksa Bi jiah mencubit, memukul, serta menyiraminya dengan air, yang pada akhirnya Jaendral terpaksa dibawa ke rumah sakit untuk dirawat inap.

Paling parahnya saat baru terbangun bukannya berdiam diri dulu untuk istirahat beberapa waktu, malahan ia langsung pergi kembali pulang. Dan paginya langsung berangkat sekolah dengan keadaan perut kosong.

Terkadang Bi Jiah kebingungan dengan anak ini, terbuat dari apa? Apakah tak pernah merasa kesakitan? Apakah tak kesulitan menahan semua sakit yang ia bentuk sendiri?

TOK!! TOK!! TOK!!

Bi Jiah tampaknya khawatir dengan keadaan Jaendral, jadi ia memberanikan diri untuk datang ke kamar Jaendral untuk memeriksa keadaan anak itu.

MARI AKHIRI INI (FUGACIOUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang