26. MENGHINDAR

7 5 0
                                    

H-2 KEDATANGAN RABROETA.

"Gimana?" Jaendral menduduki dirinya tepat di samping Alvin.

Mengingat acara yayasan yang semakin dekat. Otomatis saat ini semua siswa terkhusus nya anak-anak ekskul di sibukkan untuk mempersiapkan perlombaan yang akan diadakan hari itu.

Makanya tak lah heran mendapati anak-anak ini sibuk latihan basket tiap harinya. Beruntungnya menjelang satu bulan lagi, seluruh murid dibebaskan dari seluruh tugas. Tapi, ini semuanya juga tergantung pada gurunya, karena dari sekian banyak tenaga pendidik disini, pasti ada yang tak mau menyia-nyiakan waktu mengajarnya dengan membuat muridnya berleha-leha.

"Apanya yang gimana?" setelah meneguk air yang berada di botol, Alvin langsung bertanya.

"Itu, kemarin urusan lo sama Lavanya," diiringi dengan Jaendral menyeka keringat yang berada di leher serta pelipisnya.

Bukannya menjawab, setelah melirik sekilas pada Jaendral, pria ini langsung melongos pergi ke arah lapangan.

"Lahh, woiii!! Bukannya di jawab malah kabur," setengah berteriak Jaendral menyusul pria itu.

Di tiap langkah Alvin, Jaendral selalu mengekor, tampaknya teramat kepo. Dan berharap segera dapat jawaban.

Mengingat lapangan basket Rajoendra ini berupa outdoor, jadi disekelilingnya ditumbuhi beberapa pepohonan. Pria itu memulung beberapa daun kering, dan kembali mengikuti langkah temannya tadi.

"Woiii." melempar beberapa daun kering pada temannya itu, Jaendral sesekali berbisik meminta penjelasan.

"Apasih?" menghentikan langkahnya, Alvin menghadap temannya ini dengan dahi yang sudah mengasar.

"Gua butuh jawaban," tersenyum sumringah, Jaendral ikut serta berhenti.

"Kepo banget sihh lo, udah kaya minta penjelasan setelah gua ngelakuin dosa besar aja." berkacak pinggang Alvin menggerutu pada temannya ini.

"Trus kenapa? Salah?"

"Ya, kagak lah, orang gua juga teman lo, patut tahu lah kelanjutannya." alisnya di naik turunkan, seolah sedang menggoda temannya ini.

Seperti biasa tangan Alvin mengusap kasar wajah Jaendral. Dirasa keringat pria itu menempel pada tangannya, ia langsung menarik ujung baju Jaendral, untuk dijadikan lap-an.

"Gua ga banyak bicara sama dia, setelah duduk bentar di lapangan futsal, kita langsung pergi gitu aja." berbohong, Alvin berujar datar.

Jaendral mengecilkan matanya, menatap Alvin seolah sedang mencari letak kebohongan pria ini.

"Masa gitu doang, gaada yang lain gitu?" Jaendral bertanya curiga.

"Trus lo berharap gua ngapain sama dia? Otak lo perlu di otak atik nihh, mari." berjalan mendekat pada Jaendral yang melangkah mundur, serta tangannya yang melambai-lambai seolah menyuruh Jaendral mendekat.

BUGG!!

"Bangsat!!"

Satu pukulan secara bergantian memukul kepala Alvin dan Jaendral. Spontan keduanya mengusap bagian kepalanya yang terkena pukulan tadi.

"Woiii!! Anjing lo." Jaendral mengumpati pria yang memukul kepalanya itu.

Jaendral kesal, Alvin juga sama. Tapi, tak seperti Jaendral yang hendak membalas, justru pria ini malah pergi meninggalkan dua pria ini.

"Berani banget lo sebagai adek kelas mukul gua." Jaendral menggeretakkan jari tangannya.

"Gua ga peduli mau lo abang kelas kek atau apapun. Yang pasti disini kedudukannya yang paling tinggi yaitu gua selaku kapten basket."

MARI AKHIRI INI (FUGACIOUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang