"Tarik kembali niat cutimu...."
"Nggak, saya gamau." geleng Jaendral, dan langsung berdiri, niat akan keluar dari ruang wakil kesiswaan ini.
"Ini jadi urusan kakek, jika saya tak jadi cuti untuk semester ini, maka saya akan melanjutkan pendidikan sesuai dengan yang saya inginkan."
"Sudah berkali-kali saya katakan, bahwa saya tidak mau meneruskan usaha keluarga, kecuali keinginan saya yang ini terkabulkan," ancam Jaendral, berbisik pada Rajendra.
Rajendra hanya bisa memejamkan mata sembari menghembus napas lelah. Ntah terbuat dari apa cucunya yang satu ini, teramat keras kepala dan mengesalkan. Selagi Rajendra bernegosiasi dengan Buk Nala, Jaendral sudah berlalu ke arah lapangan basket dengan sebatang rokok yang sudah terapit di kedua bibirnya.
Tak butuh waktu lama untuk nya mematik korek api, saat akan berlabuh di ujung rokoknya, benda yang terapit di bibirnya itu seketika di lempar oleh seseorang. Kaget, dahi Jaendral mengasar hendak berduel dengan pria itu.
"Mau apa? Ke lapangan!!" perintah Davas tegas, diiringi oleh Jagad yang tak sengaja sejalan dengannya.
Sebenarnya Jaendral tak mau mendengarkan, tak suka di atur pria ini. Tapi, mengingat saat ini ada Jagadita, jadi ia lebih memilih pasrah. Tak mau berurusan dengan pria itu, baik disekolah ataupun di basecamp nantinya.
"Kalian pikir ini tempat kondangan?!" teriak Buk Levi menggenggam gulungan kertas sembari memukul kepala para gadis yang banyaknya lebih dari sepuluh orang.
Semuanya serentak mengaduh dan mengusap pelan kepalanya yang terasa sakit itu, menunduk malu, tak mau menatap guru yang berada di depannya itu.
"Memang tidak ada larangan untuk berdandan di sekolah ini. Tapi, seharusnya kalian sudah cukup mengerti mengenai batasan dalam berdandan di tempat seperti ini," ceramah Buk Levi mondar-mandir.
Melirik pada penampilan Buk Levi yang serba cetar, dengan didominasi oleh warna merah tak lupa dengan riasan yang juga merah merona nya. Luna menaikkan sebelah bibirnya pertanda jengkel.
"Kita sama Buk, malah lebih parah Ibuk tahu," sindir Luna pelan, tapi masih dapat di dengar yang lainnya.
Serentak pipi yang lainnya mengembang menahan tawa. Sedangkan, gadis yang berbicara tadi hanya menatap lempeng ke arah guru yang menahan amarah di depannya.
"Ini anak ngajak ribut? Nama kamu siapa?!" sergap Buk Levi mendekat pada Luna, tapi gadis itu malah berlari menghindar takut di pukul.
"Ett dahh ni guru, nyaring juga telinganya," bisik Luna pada dirinya sendiri.
Terlihat tiga orang pria berjalan mendekat ke arah orang-orang yang berkumpul di tiang bendera saat ini. Hal itu membuat perhatian Buk Levi teralihkan, sehingga ia lebih memilih mendekat pada ketiga pria itu.
"Atas kasus apa?" tanya Buk Levi pada Davas.
"Merokok, buk," jawab Davas, langsung membuat Buk Levi berkacak pinggang.
KAMU SEDANG MEMBACA
MARI AKHIRI INI (FUGACIOUS)
Teen FictionProblematic kehidupan selalu hadir mengambil tempat. Kesalahpahaman, pengkhianatan, keterpurukan, serta kehilangan merupakan bagian lain dari masalah itu sendiri. Tak terkecuali pada sepasang manusia ini. Dia Jaendral, pria yang dikenal humoris di...