"Gimana? Lo udah serahin surat permohonan maaf lo?" tanya pria berkulit sawo matang, pada pria yang menyandar bosan di kursi yang terdapat dalam ruangan penuh berkas-berkas yang tak jelas isinya apa.
"Hmm." dehemnya malas.
"Dia bilang apa?" penasarannya mengernyit sembari berpangku tangan.
"Yaudah, saya maafin, jangan ulangin lagi, ya," ujarnya menirukan nada suara Kayla yang di lembut-lembutkan.
"Nyantai aja kali, gak harus segitunya juga niruinnya," tegur Davas tak suka.
"Bodo," cetus Jaendral.
"Salah sendiri, siapa suruh lo bikin onar."
"Gara-gara lo orang satu group terpaksa break latihan untuk beberapa hari ini," tudingnya kesal.
"Terpaksa, prett. Palingan jingkrak-jingkrakan bisa nyantai," cela Jaendral benar-benar menampilkan mimik wajah yang membuat siapapun memandangnya akan langsung naik darah.
Kedua pria ini tengah berada di ruang Osis, yang mana Davas lebih dulu memaksa orang yang bersamanya saat ini untuk menemuinya dengan ancaman akan mengeluarkan Jaendral dalam group tarian klasik, kalau saja ia tak datang.
Tak lain alasan pria ini memaksa Jaendral kesana karena ingin memaksa pria itu untuk menyerahkan surat permohonan maaf pada Kayla yang sempat ia buat sakit hati karena tingkahnya.
Tak mau lagi membalas pria yang super menjengkelkan itu. Davas lebih memilih menghembus napas berat kembali melirik pada pria itu dalam.
"Nenek apa kabar?" tanyanya diiringi raut sendu.
"Alhamdulillah sehat, kenapa?"
"Nggak, gua kangen aja karena udah lama gak ketemu," kilahnya tersenyum tipis.
"Halahh, kebelet ngerasain kasih sayang dari nenek lagi kan lu? Makanya suruh tuan Sanandra untuk cari istri baru."
"Biar nantinya tante Ruby gak ngomel-ngomel lagi ke lo," ledek Jaendral langsung dilempari dengan buku tebal oleh Davas.
"Gua mau ngebales lo, tapi takut jokes gua kelewatan," ujar Davas menatap jengkel pada Jaendral.
"Kenapa? Kasihan? Gak perlu," pungkas pria itu menampilkan wajah masam.
Terlewat jengah mendengar segala respon yang diberikan Jaendral padanya, lagi-lagi Davas hanya bisa melepas napas berat. Sesekali memperhatikan pria yang sudah melamun di depannya itu.
"Kakek gua rindu saudarinya," celetuk Davas tiba-tiba, memecah lamunan Jaendral.
"Trus?" mengerutkan dahinya bingung, sekarang Jaendral berbalik bersedekap dada.
"Semenjak nyokap lo kehilangan kewarasannya, dari hari itu hingga sekarang, hanya sedikit waktu yang dapat kami gunakan untuk berhubungan dengan nenek Sabita," ujarnya menatap datar pada Jaendral.
KAMU SEDANG MEMBACA
MARI AKHIRI INI (FUGACIOUS)
أدب المراهقينProblematic kehidupan selalu hadir mengambil tempat. Kesalahpahaman, pengkhianatan, keterpurukan, serta kehilangan merupakan bagian lain dari masalah itu sendiri. Tak terkecuali pada sepasang manusia ini. Dia Jaendral, pria yang dikenal humoris di...