Sekarang menunjukkan pukul 8 tepat. Sudah semestinya semua siswa sudah memasuki kelasnya masing-masing.
Teramat ribut, sangat ribut kelas ini, tahu saja guru tak ada mereka meribut sesuka hati, tak mencerminkan anak Bahasa yang terbilang tenang dan kalem.
Beberapa ada yang bermain kartu di pojok kelas, ada juga yang sibuk bergosip ria, dan ada pula yang saat ini asik berpacaran.
"Ya kan? Ganteng banget kan?"
"Siapa dulu, world wide handsome."
"Raa!! Bantuin gue, remed bindo gue belum kelar," Alya merengek kepada Annara perihal remed B.Indonesia nya tak kunjung di acc Buk Nala. Seisi kelas tahu, walau Annara bukanlah sang juara, tapi dia si paling sastra. Jadi, apabila kesulitan mengenai pembelajaran B.indo tanya padanya saja.
"Sini." mumpung lagi tak ada kegiatan, Annara langsung mengambil kertas Remed Alya, untuk ia periksa bagian mana yang membuat Remed nya tak kunjung di acc Buk Nala.
"Woyy!! Bobbi!! Itu penggaris gua, lo maling ya?!" Lavanya yang tadi kewalahan mencari-cari keberadaan penggaris nya seketika murka mendapati penggaris nya itu ditangan Bobbi.
"Kagak!! Lo pitnah anjirr." Bobbi yang merasa penggaris di tangannya akan terancam keberadaan nya dengan sigap ia menyembunyikannya ke dalam baju.
"Balikin ga, woyy!!" Lavanya berusaha merebut kembali penggaris yang saat ini posisinya jauh diatas kepala Bobbi, sehingga membuat Lavanya kesulitan menjangkaunya.
"Woyy!! Anjing!! Lo berdua berisik!!" Dika yang tampaknya lagi galau, terlalu sensitif dengan keadaan kelas yang terlalu berisik ini.
"Apaan sih lo? Ganggu aja, ck." Lavanya memutar mata jengah melihat kearah Dika.
"Op Nya, nyantai Nya, lagi galau, jangan galak-galak." Ciko yang merupakan sohib Dika, memberikan penjelasan mengapa temannya itu menjadi sensitif seperti itu.
Sang ketua kelas memasuki kelas dengan santai, seperti sedang membawa informasi baru yang akan ia sampaikan kepada para anggota nya.
"Perhatian teman-teman, langsung ke Ruang seni sekarang, gaada yang boleh keluyuran kemana-mana, karena Buk Cindy sudah menunggu disana." Yudanta bertepuk tangan dengan niat menginterupsi pandangan teman-teman nya, tapi sia-sia hanya beberapa saja yang mendengarkan.
"WOYY!! LO SEMUA BUDEG?! DENGERIN TUH APA KATA YUDANTA!!" Dika yang tak dapat lagi membendung amarahnya langsung meneriaki orang sekelas.
Semuanya langsung memalingkan wajah menatap Yudanta.
"Ehemm itu ke ruang seni semuanya." agak syok melihat Dika yang banyak tingkah mendadak menjadi pemarah begini.
Tak juga ada yang mendengarkan, melainkan semua mata mereka menatap tajam kearah Dika, seolah ingin tahu sesuatu.
"Ayang beb Dika kenapa?" Nila yang sudah memang diketahui orang sekelas bahwa ia menyukai Dika mendadak bertanya.
"Lo apaan sihh? Jijik gua dengernya!!" lagi-lagi Dika murka.
"Hahahaha Dika galau karena Luchia XII IPA 1 punya pacar." Ciko merupakan definisi teman yang ember.
"Lahh buset, Dika!! Sejak kapan lo suka Luchia? Lo ga salah suka dia? Ngaca tolol!!" Jordi si bermulut pedas ini setiap bicara selalu sesuai fakta tapi selalu menyayat hati.
"Hahahaha apaan sihh, nyadar Dik, sia-sia lo suka Luchia karena tipenya jauh di atas lo." Alya nimbrung meledek Dika.
"Nahh iya tu yang beb, sama aku aja, aku nerima kamu apa adanya."
KAMU SEDANG MEMBACA
MARI AKHIRI INI (FUGACIOUS)
Novela JuvenilProblematic kehidupan selalu hadir mengambil tempat. Kesalahpahaman, pengkhianatan, keterpurukan, serta kehilangan merupakan bagian lain dari masalah itu sendiri. Tak terkecuali pada sepasang manusia ini. Dia Jaendral, pria yang dikenal humoris di...