18. DI KANTIN BERSAMANYA

8 8 0
                                    

Hari menjadi terlalu lama berlalu jika sudah dihadapkan dengan begitu banyak masalah. Apalagi masalah kemarin yang semakin diperpanjang pihak sekolah.

Pihak sekolah sempat mengirim surat undangan untuk orangtua Annara, yang mana surat undangan itu ditujukan untuk penyelesaian masalah yang dialami Annara kemarin.

Untung saja, saat surat itu sampai dirumah, orang yang hanya berada di rumah hanyalah Annara. Karena seisi rumah pada pergi, tentu saja untuk sekolah dan ngampus, sedangkan Ayahnya pergi kerja.

Mengingat tragedi kemarin terjadi di pagi hari. Annara tak sempat mengikuti PBM walau 1 mata pelajaran saja. Sehingga setelah ia sadar dari pingsannya, dan isi infus sudah habis, ia memaksa Jaendral untuk mengantar nya pulang.

Sebenarnya bukan memaksa Jaendral untuk mengantarnya, melainkan memaksa pria itu agar mengizinkan ia pulang secepatnya.

Jaendral tak sedikitpun mengizinkan Annara untuk pulang dalam keadaan seperti ini. Tapi karena gadis ini jauh lebih keras kepala, ia sampai mengancam akan pulang sendiri. Tak peduli mau jalan kaki sekalipun asalkan ia harus sampai dirumah lebih dulu dari keluarga nya yang lain.

Bertepatan dengan mereka yang sampai dirumah Annara, jasa kurir pun juga sampai dirumah Annara. Lebih untung lagi yang antar kurir, kalau pihak sekolah, sudah dipastikan akan memberikannya langsung ke tangan Ayahnya.

Sekarang Annara pusing, apa yang harus ia lakukan dengan surat ini? Dibuang sajakah? Dibakar? Atau pasrah dan diberikan saja ke Ayahnya?

Tidak, pilihan yang ketiga paling buruk. Kalau surat ini sampai di tangan Ayahnya sudah dipastikan sang empu akan syok dan jantungan.

Jadi pilihan terbaik, ia harus bawa surat ini kemanapun ia pergi, biar tak satupun dari orang rumah yang melihat surat ini, jika ia tak berada di rumah.

"Raa!!" Alisha berteriak dari arah dapur.

Memang sudah seperti ibu rumah tangga, kalau anak ini tak ada kelas pagi. Pagi-pagi begini sudah sibuk berada di dapur, entah hal apa yang ia kerjakan.

"Iyaa?!"

"Seragam kamu yang kemarin mana?!"

"Masih di kamar?" Alisha sudah berada di ruang tamu, tempat Annara berada.

Sepertinya pagi ini Alisha akan menyuci pakaian. Memang sedikit manja, karena beberapa pakaian Annara dan 3 lainnya Alisha lah yang menyucikan.

Annara sempat kalang kabut alasan apa yang akan ia berikan. Mengingat baju itu yang berlumuran darah. Jadi, tepat setelah sampai dirumah baju itu ia cuci agar semua noda darahnya benar-benar hilang.

"Ahh itu, udah aku cuci. Karena kemarin bau banget. Hehe." ia tersenyum canggung mengingat alasannya agak ngawur. Biasanya kan bau tak bau memang di cucikan Alisha. Kenapa baru kali ini punya inisiatif nyuci sendiri.

Dahi Alisha berkerut, "tumben."

Karena malas memperpanjang percakapan mereka Alisha kembali berjalan ke arah dapur. Dengan membawa beberapa pakaian yang sempat ia ambil dalam perjalanan ke tempat Annara.

Untung saja, pakaian hari ini dan kemarin itu berbeda. Dan lebih bersyukur lagi, karena hari ini seragam yang ia gunakan berlengan panjang. Jadi, orang rumah tak akan ada yang tahu luka pada tangannya ini.

Lagi-lagi rasanya jantung Annara berpindah ke belakang. Melihat Aruna menenteng tempat sampah yang berada di kamarnya, mengingat sekarang ia berada diruang tamu yang mana disini ada Ayahnya dan juga Arjuna. Dan lagi tempat sampah itu sudah dipenuhi oleh tisu yang berlumuran darah.

"Kak!! Ini darah apaan? Kakak luka?" Apakah lagi-lagi Annara harus berbohong?

Semuanya melirik ke arah Aruna, dan bergantian melirik kearah isi yang ada di tempat sampah itu.

MARI AKHIRI INI (FUGACIOUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang