Sean yang baru mendapati kehadiran Annara, setelah 30 menit menunggu, menggeleng pasrah.
"Ada baiknya kita bikin terms and conditions, agar tak ada satupun dari kita yang lagi-lagi lalai akan tugas ini." Sean tak memberikan kesempatan untuk gadis itu duduk terlebih dahulu, ia sudah memberikan kertas itu kepada Annara agar segera ia tanda tangani.
Annara berkedip beberapa kali, cukup tercengang mendengar pernyataan Sean barusan. Tampaknya ia kesal untuk yang kedua kalinya Annara terlambat kembali.
"Aa, hahaha, Se-Sean? Bukannya ini agak berlebihan?" Annara berkomentar setelah membaca isi dari surat persyaratan tersebut.
Sean hanya menggeleng, tanpa melirik. Ia teramat sibuk mencoret-coret kertas, tampaknya sedang melampiaskan amarah.
Disana tertulis:
1. Dilarang terlambat dari waktu pertemuan
2. Setiap harinya, masing-masing dari rekan tim harus menyelesaikan minimal 2 chapter, yang per chapter minimal 1.500 kata.
3. Izin tidak memenuhi pertemuan maksimal 3 kali dalam jangka waktu sebulan ini.
4. Dilarang pacaran, karena itu akan dapat mengganggu konsentrasi author dalam menyelesaikan cerita.
5. Dilarang berhenti di tengah-tengah berjalannya proses project.
6. Masing-masing harus memberikan kesediaanya untuk membantu rekan tim saat berada dalam kesulitan.
7. Dilarang spoiler.Note: Bagi yang melanggar, akan mendapat hukuman sesuai dengan mood rekannya.
Walau dalam surat perjanjian itu hanya tertera 7 aturan, tapi isinya sedikit membuat Annara tertekan apalagi aturan yang pertama dan kedua. Apalagi hukumannya yang masih abu-abu semakin membuat dirinya tertekan.
Takut-takut jika ia berbuat kesalahan, dan hal itu membuat Sean marah. Akankah ia menghukumnya dengan sangat berat? Ia takut, anak ini tak seutuhnya dapat dipercaya.
Kenapa Sean ini sebegitu terniatnya membuat surat ini, pake acara ada materai 10.000 yang seolah ini sebuah project atau tugas besar saja.
"Kenapa?" Sean melirik sekilas kearah Annara yang saat ini sudah manyun seperti orang sedih.
"Kenapa hukumannya harus sesuai mood?"
"Ya, biar seru aja."
"Kamu ga pemarah kan?" Annara wanti-wanti takut anak ini pemarah. Biasanya orang tak banyak bicara begini, kalau sudah marah akan sangat menyeramkan.
Sean mengangkat bahunya seolah tak tahu. Ia benar-benar membuat Annara tertekan.
"Ck, ribet banget sihh," Annara berujar pelan, mendongkol terhadap sikap Sean.
"Harus ribet, biar lo ga lalai lagi." ternyata tetap terdengar oleh pria ini, Annara menunduk karena terlanjur malu.
"Udah di tanda tangani?" mendengar pertanyaan Sean barusan Annara mengangguk pelan, dan itu langsung diangguki sang empu.
"Ini beberapa cerita yang pernah gua bikin, tapi selalu di tolak Buk Nala. Gua gatau letak kesalahannya dimana, jadi lo bisa lihat-lihat dulu, siapa tahu ada hal yang bisa kita perbaiki."
"Juga ini beberapa karya lo, gua udah minta izin Buk Nala untuk minjem ini."
Annara mengangguk dan berusaha untuk membaca semua cerita itu, dan menulis beberapa hal penting yang mungkin bisa terpakai untuk memperbaiki beberapa karya tertolak ini.
"Aku bingung, ini letak kesalahan yang ngebikin karya kamu di tolak terus-terusan dibagian mananya, bagus gini kok?"
"Gua ga butuh pujian, jadi lanjut aja ke bagian yang perlu diperbaiki."
"Ck, niat orang baik muji kamu biar seneng. Hargai dikit napa?" Annara memukul Sean dengan tumpukan kertas yang berada di meja. Ia kesal dengan respon Sean yang jauh diluar dugaan, bukannya berterimakasih, malahan bersikap judes begini.
KAMU SEDANG MEMBACA
MARI AKHIRI INI (FUGACIOUS)
Teen FictionProblematic kehidupan selalu hadir mengambil tempat. Kesalahpahaman, pengkhianatan, keterpurukan, serta kehilangan merupakan bagian lain dari masalah itu sendiri. Tak terkecuali pada sepasang manusia ini. Dia Jaendral, pria yang dikenal humoris di...