Kapulungan (Sekarang sekitar Kab. Pasuruan), Tahun 1359 Masehi
"Darya," tegur Hayam Wuruk.
Darya yang termenung sedari tadi memikirkan titah Sang Raja segera menunduk hormat. "Hamba mohon ampun, Gusti Prabu."
"Apa yang kamu pikirkan, Darya?" tanya Hayam Wuruk sembari mengangkat alisnya. Hayam Wuruk rasa Darya seperti enggan melaksanakan perintahnya.
"Sekali lagi hamba yang rendah ini mohon ampun, Gusti Prabu, telah lancang dan tidak tahu diri atas segala perintah Gusti Prabu," ujar Darya yang tiba-tiba saja malah berlutut dengan posisi tangan yang masih membawa mangkuk manisan.
Hayam Wuruk semakin heran dengan sikap Darya yang tidak biasa. Matanya menatap tajam pada abdi-nya yang bukannya terlihat takut tetapi justru bahunya malah kian tegap meski kepalanya tertunduk. "Apa yang kamu pikirkan, Darya." Hayam Wuruk mengulangi pertanyaannya, kali ini penuh penekanan.
Bahu Darya terlihat sedang ditarik ke atas untuk beberapa detik, membuang napasnya, kemudian abdi yang sudah paruh baya itu terlihat lebih tenang. "Apakah Gusti Prabu hendak mengangkat selir?" tanya Darya ragu.
"Bukankah tadi perintahku sudah jelas, Darya," jawab Hayam Wuruk dengan tegas.
"Gusti Prabu, sekali lagi hamba mohon ampun, tidak ada maksud untuk menolak perintah, jika diizinkan hamba ingin menyampaikan pendapat," kata Darya. Bagaimanapun posisinya hanyalah abdi, bukan penasihat raja, meski secara kedudukannya, dia telah dipilih secara langsung oleh Rajaputri Tribhuwana Tunggadewi untuk mendampingi serta memberikan pelajaran mengenai tata krama calon raja saat Hayam Wuruk masih berstatus Yuwaraja di usia 6 tahun.
"Darya ...,"
Darya meletakkan mangkuk manisan lalu menangkupkan kedua tangannya ke atas. "Gusti Prabu, mohon pertimbangkan lagi keinginan Gusti Prabu untuk mengangkat selir sebelum keluarga kerajaan tiba terlebih dulu di Kapulungan. Selama ini selir-selir datang dan dipilih oleh para sentana raja, bertujuan untuk meningkatkan hubunan kekerabatan Wilwatikta dengan negeri kerabat, hamba hanya sedikit khawatir, bila pengangkatan selir tanpa sepengetahuan para sentana raja, nantinya akan berdampak buruk. Apalagi kita juga harus meneliti asal usul calon selir dan bagaimana kedudukan keluarganya," ungkap Darya akan pemikirannya.
"Apakah kamu meragukan kemampuanku—yang adalah seorang raja—dalam menilai seseorang, Darya?"
"Tentu hamba tidak berani, Gusti Prabu. Hamba hanya memberikan pendapat hamba demi Wilwatikta dan juga Gusti Prabu."
Hayam Wuruk menaruh dua tangannya di belakang. "Bukankah tadi aku sudah menyampaikan bahwa saat Rama di dusun ini datang menghadap, bawa dia kepadaku, dan ... DAN JIKA dugaanku benar, maka pengangkatan selir akan dilakukan esok malam. Artinya adalah pengangkatan selir akan terlaksana jika penilaianku benar. Perintah raja tentu tidak bisa ditolak 'kan, Darya?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
MATAHARI TERBELAH DI WILWATIKTA (TAMAT)
Historical FictionBlurb: Tragedi Perang Bubat tidak hanya menorehkan jarak antara Majapahit dan Pasundan, tapi juga luka dan duka bagi dua kerajaan tersebut. Gugurnya Dyah Pitaloka-calon permaisurinya, membuat Hayam Wuruk melewati masa-masa sulit. Namun, Wilwatikta t...