26. Topeng

719 93 40
                                    

Selamat membaca

Setelah mengikuti pertemuan di Bale Manguntur, Sang Rakawi masih belum bisa melepaskan rasa ingin tahunya untuk mengenal lebih dekat sosok Patih Madhu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah mengikuti pertemuan di Bale Manguntur, Sang Rakawi masih belum bisa melepaskan rasa ingin tahunya untuk mengenal lebih dekat sosok Patih Madhu. Dia pernah bertemu beberapa kali saat menemani ayahnya yang masih masih menjabat Dharmadyaksa Ring Kasogatan waktu itu, tapi tidak sempat memperkenalkan diri. Meski dikenal salah satu pemimpin agama Buddha, dia tertarik pula pada sastra. Dulu dia sering diam-diam menyalin atau menulis sastra-sastra kuno terutama pada masa Prabu Airlangga, sebab ayahnya—Dang Acarya Kanakamuni, lebih menginginkan dirinya bisa menjadi seorang Citralekha (penulis prasasti yang dikeluarkan raja).

Dia hanya ingin mengetahui lebih banyak tentang Bubat. Dan, menurut beberapa sumber yang telah berbicara dengannya mengatakan bahwa sosok Patih Madhu adalah orang yang berjasa mengenalkan sosok Putri Pasundan pada Sri Rajasanagara. Konon katanya, Patih Madhu sendiri lah yang melukis sang putri yang kabarnya sangat cantik jelita itu. Karena itu, dia memberanikan diri untuk menemui Patih Madhu di kediamannya. Bersama dua orang muridnya, Sang Rakawi menghadap penjaga tempat Patih Madhu dan mengatakan ingin bertemu secara langsung dengan Patih Madhu.

Sang Rakawi tampak gugup saat Patih Madhu melangkah mendekatinya. Jalannya yang tegap tampak begitu gagah. Meski terlihat ramah dan menyambutnya hangat, Sang Rakawi tahu bahwa tatapan Patih Madhu begitu menelisik dan menilainya. "Saya sungguh tidak menyangka akan mendapat tamu seorang Dharmadyaksa Kasogatan di rumah saya, apa yang bisa saya bantu wahai putra Dang Kanakamuni?"

Sang Rakawi tersenyum penuh takzim lalu menuturkan niat dan maksud kedatangannya. Kedua muridnya duduk di bawah dengan bersila, ikut mendengarkan cerita yang disampaikan Patih Madhu. Mencatat dan merekam dalam ingatan mereka tentang bagaimana Pasundan dan Wilwatikta.

***

Ini tidak biasa. Sungguh. Sebab Sudewi amat jarang berkunjung ke tempatnya. Permaisurinya itu sejak kembali ke Kedaton pasca lawatan, tidak pernah mendatanginya lebih dulu. Namun, kini Sudewi datang didampingi tak hanya Bibi Padmi tapi juga beberapa emban lain yang membawakan beberapa makanan dan juga kudapan serta minuman. "Apakah kedatangan hamba mengganggu Gusti Prabu?" tanya Sudewi dengan suara lembut dan mendayu.

Sebenarnya tidak. Hanya panggilan Gusti Prabu dari Sudewi ... masih menganggunya. Alih-alih mengucapkan pemikirannya, Hayam Wuruk hanya menggeleng dan memperhatikan Sudewi yang mengarahkan para emban untuk menata makanan dan kudapan ke atas meja. "Hamba mendengar dari Darya bahwa beberapa hari ini Gusti Prabu makan lebih sedikit, karena itu hamba membawa kudapan yang lebih banyak agar tidak membuat Gusti Prabu terasa lapar saat bekerja," ucap Sudewi dengan lembut.

Ini ... Sudewi tidak sedang merayunya, kan.

"Aku makan seperti biasa. Mungkin karena akhir-akhir ini di Bale Manguntur sering mengadakan pertemuan dengan para pejabat Wilwatikta, sehingga saat makan di sini, perutku sudah terasa penuh," balas Hayam Wuruk.

MATAHARI TERBELAH DI WILWATIKTA (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang