46. Sang Rakawi

460 50 10
                                    

Selamat hari senin! mungkin lagi capek pulang kerja atau seharian beraktivitas, istirahat bentar sambil baca bab terbaru Hayam dan Sudewi. Selamat membaca.

***

Tahun 1365

Sejak hari di mana rencana kedua orang tuanya diungkap oleh biyungnya, Sudewi sering mendapat kiriman dari Nyi Tarsih secara rutin. Kadang abdi yang sudah biasa ditugaskan, kadang pula Ayu Pinggala yang datang menemuinya membawa kiriman. Sudewi sendiri yang meminta pada biyungnya untuk rutin mengirim perkembangan informasi setidaknya satu bulan sekali, agar dia bisa mengetahui keadaan Aji Rajanatha dalam pengasuhan Wengker juga keadaan biyungnya.

Sudewi tidak bisa melepaskan Aji Rajanatha begitu saja. Pesan dari mendiang Gajah Mada dihafal mati dalam pikirannya. Sudewi tidak ingin melawan keluarga apalagi membiarkan mereka terkena tuduhan berkhianat. Karena itu dengan mengawasi seperti inilah Sudewi bisa tahu dengan pasti bagaimana keadaan Raden Aji Rajanatha, karena bagaimanapun anak kecil itu tetap pangeran dan putra raja Wilwatikta.

"Gusti Paduka Sori, Ayu Pinggala sudah berada di Taman Keputren untuk menemui Gusti Paduka Sori dan mengirimkan kain," ucap salah satu emban yang memberi kabar padanya.

"Bawa Ayu Pinggala ke tempat saya di sini."

"Baik, Gusti Paduka Sori."

"Bibi, tolong antar Kusumawardhani ke kamarnya. Dan, minta emban untuk menyiapkan kamar untuk Ayu Pinggala beristirahat," kata Sudewi pada Bibi Padmi.

"Baik, Gusti Paduka Sori."

Setelah Bibi Padmi pergi melaksanakan perintah Sudewi, Ayu Pinggala datang dengan raut yang tidak biasa. Senyumnya tampak terpaksa dan sorot matanya terlihat takut. Namun, yang menarik perhatian Sudewi adalah gadis kecil yang datang bersama Ayu Pinggala. Yang Sudewi tahu, gadis penenun itu belum menikah dan biyungnya pernah bercerita bahwa Ayu Pinggala hidup sebatang kara dua tahun lalu.

"Rahayu Gusti Paduka Sori, hamba memberi hormat," sapa Ayu Pinggala yang menunduk dan menangkupkan kedua tangannya. Gadis kecil bersamanya terlihat menggemaskan karena mengikuti gerakan Ayu Pinggala.

"Senang bertemu kembali denganmu, Ping," balas Sudewi sambil menundukan tubuh agar tingginya sama dengan si gadis kecil. "Siapa nama gadis cantik bermata bulat dan indah ini, bolehkah saya tahu."

Gadis kecil itu merespons dengan anggukan. Sebelum menjawab, dia terlebih dulu bersikap hormat lalu menangkupkan kedua tangan ke atas dan berkata, "hamba bernama Wuri putri dari rama Kebo Manggali memberi hormat pada Gusti ... ee—," gadis itu tak menggaruk pelipisnya. "—Gusti apa ya Ping? Wuri belum diajarkan rama."

Pinggala tertawa kecil. "Beliau ini Gusti Paduka Sori. Istri dari Maharaja Wilwatikta. Parameswari," bisik Pinggala menjelaskan.

"Istri raja ...? Jadi raja punya istri ya Ping, tapi kenapa rama tidak punya," sahut Wuri bernada tanya yang menggemaskan.

Kali ini Pinggala tertawa canggung. Segera saja Pinggala menutup mulut gadis kecil itu. "Mohon ampun Gusti Paduka Sori, anak kecil ini memang badannya saja yang kecil, tapi bibirnya seperti burung beo."

Sudewi tersenyum lebar. "Tidak apa. Dia menggemaskan sekali."

"Hamba membawa pesanan Gusti Paduka Sori seperti biasa," ucap Pinggala ragu. Sudewi merespons dengan anggukan lalu Pinggala kembali membuka bibirnya. "Gusti Paduka Sori ..., bolehkah hamba menyampaikan sesuatu setelah Gusti Paduka Sori membuka pesanan yang datang dari Nyi Tarsih," imbuh Pinggala.

Begitu Pinggala menyerahkan kotak kayu cendana berukiran naga, Sudewi segera membuka dan membaca pesan dari biyungnya. Sejak beberapa bulan lalu, ibundanya mengukir aksara di kain sutra agar tidak dicurigai. Awalnya biyungnya menulis di atas rontal, lalu berganti kertas. Namun, Sudewi tidak mau ada kesalahan hingga membahayakan biyung dan keluarganya, karena itu kesepakatan dibuat di selembar kain sutra yang dihias, nantinya akan disamarkan dengan kain berwarna sama yang rusak. Di sinilah fungsi Pinggala untuk menginap di Kedaton untuk menjadi alasan membawa kain yang sulaman dan tenunannya tidak rapi untuk dikembalikan pada biyungnya.

MATAHARI TERBELAH DI WILWATIKTA (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang