13. Serupa tapi Tak Sama

791 99 40
                                    

 Kotaraja Majapahit, Bulan Badrapada Tahun 1359 Masehi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

 Kotaraja Majapahit, Bulan Badrapada Tahun 1359 Masehi

Sebenarnya sejak menjadi Raja Majapahit, Hayam Wuruk sudah beberapa kali melakukan lawatan ziarah ke beberapa tempat, khususnya mendiang raja-raja Majapahit dan Singasari yang merupakan para pendahulunya. Hanya saja lawatan kali ini, seluruh keluarga kerajaan akan ikut serta. Seharusnya dua bulan lalu sudah berangkat, akan tetapi baru terlaksana pada bulan Badrapada (sekitar awal September dalam kalender Saka saat itu) setelah kesehatan Sudewi dipastikan membaik.

Hayam Wuruk akan berangkat lebih dulu dengan beberapa prajurit Bhayangkara terpilih saat matahari belum terbit. Oleh sebab itu beberapa penjaga dan emban tidak tidur, khususnya Darya dan Sudewi yang menyiapkan segala keperluan Hayam Wuruk untuk bekal beberapa hari di perjalanan. Sedangkan Sudewi akan berangkat lusa bersama rombongan kerajaan.

"Warna merah dengan sulur gringsing berwarna emas sepertinya paling bagus untuk aku pakai, meski sebenarnya warna apa pun akan cocok untukku," ujar Hayam Wuruk yang sedari tadi menunggu Sudewi sedang memilihkan upawita untuknya.

Sudewi sontak menoleh sembari tangannya memegang kain tenun buah karya tangannya. "Kakang Prabu ingin memakai yang ini?" tanya Sudewi yang tampak ragu.

"Pakaikan yang itu sekarang, dan semua kain tenun hasil tanganmu akan dibawa oleh Darya. Sedangkan Mahabhusana Raja sudah diurus Darya dan akan dibawa oleh rombongan bagian perbekalan,"Jawab Hayam Wuruk sembari mengedikkan dagunya pada kain tenun yang berada di tangan Sudewi.

Sudewi mengerjapkan mata seraya menghela napasnya, kemudian melangkah mendekati suaminya. Sudewi hanya bisa menunduk sebab berdekatan dengan Hayam Wuruk sering membuat jantungnya seperti sedang berlari. Mendadak berdetak dengan cepat hingga sering membuat napasnya tiba-tiba sesak. Sebagai putri dari Wijayarajasa (Kudamerta) yang seringnya hanya tinggal di keputren kerajaan Wengker kekuasaan ayahnya atau kadang mengikuti acara kerajaan di kotaraja Majapahit, Sudewi jarang berteman dengan pria. Teman sepermainannya adalah Dyah Nertaja dan kakaknya Indudewi. Sedang teman prianya sejak kecil hanyalah Sotor.

Bersama Sotor rasanya selalu hangat dan menyenangkan. Tempat saling berbagi cerita sebab Sotor selalu punya cerita pengalaman perjalanan berburunya yang menarik—sesuatu hal yang tidak pernah Sudewi alami dan rasakan. Sudewi hanya berpikir mungkin karena dia belum mengenal suaminya secara menyeluruh yang membuatnya seperti ini. Mereka menikah karena perjodohan—yang Sudewi sendiri masih tidak mengerti. Statusnya hanya putri dari selir, meski sudah secara sah dan memiliki gelar setelah diangkat oleh Dyah Wiyat, tetapi membuatnya masih merasa jauh untuk menjadi sosok permaisuri bagi Wilwatikta.

"Jangan terus menatap dadaku. Matahari akan segera terbit jika kamu hanya terus diam berdiri dan tidak lekas memakaikan kain tenun itu," ucap Hayam Wuruk.

Sudewi membuka bibirnya dan mengerjapkan mata. "Hamba mohon maaf, Kakang Prabu."

Hayam Wuruk hanya mendesah kecil sembari melirik Sudewi untuk sesaat, kemudian menengadahkan pandangannya kembali. Namun, mendadak jantungnya berdegup kencang saat Sudewi semakin mendekat dan tangan lentik istrinya itu sedang memakaikan upawita yang sengaja dibuat Sudewi dari kain tenun, sebab biasanya upawita yang dipakai saat acara-acara khusus dan acara resmi kerajaan bentuknya seperti jalinan rantai yang terbuat dari emas.

MATAHARI TERBELAH DI WILWATIKTA (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang