Selamat Membaca ❤
***
Tribhuwana menghentakkan kaki, sedang jemarinya mengetuk-ketuk di atas meja. Sesekali dia menggaruk pelipis, menggeleng, lalu jemarinya kembali mengetuk. Tak terhitung pula, berapa kali napasnya diembuskan panjang.
Minuman hangat yang disajikan oleh emban, sudah tiga kali dia tandaskan. Namun, cemas dan gelisah, masih enggan pergi. Tribhuwana khawatir bahwa rencana yang dilakukan Sudewi padanya waktu itu, tidak berjalan dengan baik.
Dia sudah menolak, sebab terlalu berisiko. Namun, Sang Parameswari terlalu keras kepala dan yakin bahwa ini adalah cara satu-satunya. Hanya saja, saat itu, tidak ada yang menyangka bahwa Sudewi benar-benar hamil. Sebab baik walyan ataupun tabib yang memeriksa keadaan Sudewi waktu itu, belum yakin.
Sebelum Perayaan Srada
"Ananda Paramewari, ada apa? Sampaikanlah?" tanya Tribhuwana yang masih belum mengerti dengan maksud pesan Sudewi yang disampaikan Danastri. Dalam pesan tersebut Sudewi menyampaikan ingin bertemu dan berbicara dengan Tribhuwana dan Gajah Mada. Namun, Tribhuwana mengerutkan dahinya, saat Sudewi datang tidak sendiri, akan tetapi membawa Bibi Padmi dan seorang gadis muda yang sempat Tribhuwana kenali datang bersama Rakryan Tumenggung Nala bernama Inu—seorang acaraki yang diketahuinya membuat ramuan penawar dari ramuan tipuan yang beredar di kalangan para selir.
"Hamba mohon maaf telah menganggu waktu ibunda dan juga Paman Mahapatih. Sebelumnya, izinkan hamba membawa Bibi Padmi dan Inu. Inu adalah gadis yang datang pada perayaan Srada bersama Rakryan Tumenggung Nala. Hamba mengenalnya saat menemani lawatan Gusti Prabu ke tempat Rakryan Tumenggung waktu itu. Dia memiliki keahliah meracik jamu dan obat-obatan," papar Sudewi.
Tribhuwana dan Mahapatih Gajah Mada saling lirik setelah mendengarkan pemaparan Sudewi. "Maksud ... Ananda Parameswari?"
"Kasus Selir Rupini beberapa waktu lalu menganggu hamba. Ibunda pun mengetahui bahwa hamba juga meminumnya. Namun saat perjalanan lawatan dan bertemu Inu, beruntung Inu yang memberi tahu bahwa ramuan tersebut berbahaya dalam jangka panjang terutama saat kehamilan. Tentu Ibunda sudah mengetahui tentang kisah ini. Tapi bukan itu yang ingin hamba sampaikan," ucap Sudewi.
Tribhuwana dan Mahapatih Gajah Mada masih tenang dan memperhatikan Sudewi. "Apa yang menimpa Selir Rupini masih membekas dalam ingatan hamba dan sulit sekali untuk dilupakan. Selir Rupini bersalah memang benar, akan tetapi siapa yang menyebarkan pertama kali ramuan tipuan itu, belum pernah dibawa untuk mendapatkan pengadilan dan hukuman sesuai Kitab Kutaramanawa. Mencelakai manusia lainnya bahkan para selir dan anggota kerajaan adalah tindakan pelanggaran yang berat. Karena itu hamba mengajukan sebuah rencana." Tak ada gentar di dalam diri Sudewi. Sorot matanya menunjukkan keyakinan dan keberanian.
"Beberapa waktu lalu, seseorang mendatangi hamba untuk menawarkan ramuan yang bisa menyehatkan. Anggap saja ini sebuah praduga dan hamba yang bersalah telah berani menebak-nebak tanpa dasar dan bukti yang kuat. Hanya saja, ucapan Selir Rupini sebelum meninggalkan Kedaton, menguatkan keyakinan hamba."
Tribhuwana mencondongkan tubuhnya seraya menaikkan alis kanannya. "Apa yang diucapkan Selir Rupini?"
"Selir Rupini menyampaikan permohonan maaf pada hamba serta mengatakan bahwa dia beberapa kali diam-diam memperhatikan para selir lainnya yang meminta ramuan penyubur garba tersebut. Namun, pernah di suatu hari, Selir Rupini menjumpai bahwa seseorang yang diketahuinya, sedang menemui acaraki yang selama ini menyalurkan ramuan tersebut pada para emban. Hanya saja, Selir Rupini tidak berani menyampaikan secara langsung karena takut menjadi tuduhan yang tidak berdasar. Di lain sisi, Selir Rupini sejak saat itu tidak lagi meminum ramuan. Selir Rupini mengaku salah karena berselingkuh di belakang Gusti Prabu dan berniat menggoda Gusti Prabu untuk bisa bermalam di tempatnya, agar bayi yang dikandungnya dianggap sebagai keturunan Gusti Prabu. Sayangnya rencananya tidak berhasil. Dan yang masih menjadi kecurigaan Selir Rupini adalah, bagaimana ramuan tersebut berada di tempatnya padahal sudah beberapa waktu tidak meminumnya—"
KAMU SEDANG MEMBACA
MATAHARI TERBELAH DI WILWATIKTA (TAMAT)
Ficção HistóricaBlurb: Tragedi Perang Bubat tidak hanya menorehkan jarak antara Majapahit dan Pasundan, tapi juga luka dan duka bagi dua kerajaan tersebut. Gugurnya Dyah Pitaloka-calon permaisurinya, membuat Hayam Wuruk melewati masa-masa sulit. Namun, Wilwatikta t...