Selamat Membaca
***
Pada hari berikutnya, Hayam Wuruk dan Kudamerta berbicara berdua saja tentang pengaturan Wengker yang baru. Hayam Wuruk memberikan waktu pada Kudamerta untuk memahami isi ketetapan juga wilayah yang akan dikelola selain Wengker.
"Adakah yang ingin Paman sampaikan tentang isi ketetapan yang kemarin? Termasuk hak dan kewajiban yang harus dilakukan?" tanya Hayam Wuruk tanpa basa-basi. Dia tampak enggan untuk bersikap ramah pada ayah mertuanya.
"Mengapa Ananda Prabu tidak memberikan hukuman untuk saya sebagai pengkhianat?" Kudamerta balik bertanya.
"Jika ingin memberikan sanksi hukuman pengkhianat, harusnya sudah saya lakukan sejak tragedi Bubat terjadi. Paman tidak melakukan tugas sebagai anggota Dewan Sapta Prabu yang harusnya menyambut rombongan Pasundan, melainkan paman malah mendorong dan menyetujui sikap Paman Mada yang enggan menerima pernikahan dengan Pasundan. Setelah rencana itu berhasil hingga mengorbankan banyak nyawa, paman mempengaruhi ayahandaku untuk menjodohkan dengan Sudewi. Ah ... tak hanya itu, paman juga mempengaruhi Rajadewi untuk mengangkat Sudewi sebagai anak dan Aji Rajanatha," ucap Hayam Wuruk tegas diakhiri dengan seringai di bibir. "Seharusnya paman memang tidak diampuni, tapi saya mempertimbangkan paman sebagai bhatara Wengker yang sebelumnya begitu gemilang memimpin Wengker terutama di bidang pertanian. Saya hanya menganggap paman sedang terlena duniawi, karena itu saya banyak berharap paman akan lebih bijaksana menggunakan kekuasaan di masa mendatang. Ribuan nyawa rakyat sangat bergantung pada kita sebagai pemimpin."
Kudamerta termenung. Menatap lembaran peta jawadwipa di hadapannya. "Apa yang harus saya lakukan di kadipaten Wirabhumi?"
"Patuh. Patuhlah pada aturan dan tidak melebihi batas. Patuh dan buat daerah timur Jawadwipa ini khususnya Wirabhumi, menjadi daerah yang makmur dan sejahtera. Di seberang ini adalah Pulau Bali, Paman Mada pernah melakukan perjalanan ke sini dan tinggal beberapa waktu, Pulau Bali merupakan wilayah yang akan baik bagi jalur perdagangan dan budaya, yang bisa menjadi jembatan Wilwatikta ke daerah timur di seberang Pulau Bali," jelas Hayam Wuruk sambil menunjuk gambar pada peta.
"Daerah ini dekat dengan Sadeng, Keta dan Puger, rakyat di sini begitu memuja Ananda Prabu, lahan pertanian dan perkebunannya masih sangat luas begitu pula dengan lautnya," timpal Kudamerta. "Apakah wilayah ini nantinya untuknya Aji Rajanatha ...?" Kudamerta menanyakan dugaannya.
"Karena itu saya tidak ingin Aji Rajanatha menjadi orang yang haus akan takhta dan ambisi. Saya melakukannya demi keutuhan Wilwatikta di masa mendatang. Paman menjadi saksi bagaimana pemberontakan demi pemberontakan terjadi di masa mendiang Eyang Prabu Sanggramawijaya hingga ibunda, karena itu saya kecewa sekali bahwa paman bisa terlena seperti ini," ungkap Hayam Wuruk.
Kudamerta tak menjawab. Sekali lagi dia hanya tertunduk.
"Pengelolaan wilayah ini memang berada di tangan paman secara garis pemerintahan, akan tetapi Pawana akan membantu paman untuk mengelola wilayah Wirabhumi dan Lasem, karena itu angkatlah Pawana sebagai Patih. Paman jangan khawatir, meski Pawana adalah orang kepercayaanku, dia tak akan pernah saya perintahkan untuk menusuk paman dari belakang. Meski memiliki garis keturunan murni Wangsa Rajasa, tetapi ibunda Tunggadewi tidak pernah mencontohkan hal seperti itu dan teladan saya adalah ibunda Tunggadewi dan Paman Mada," kata Hayam Wuruk.
Kudamerta sempat tersentak beberapa detik. Namun dia ikut tersenyum meski kaku, saat Hayan Wuruk menyunggingkan bibirnya ke atas. "Dua hari lagi kami akan kembali ke kotaraja dan tidak hanya Sudewi yang aku bawa, tapi juga Aji Rajanatha akan ikut bersama kami sampai dia di usia cukup, nanti akan kembali pada pengasuhan paman dan bibi di Wengker."
Hayam Wuruk berdiri. Meninggalkan Kudamerta tanpa memberikan kesempatan untuk menjawab ataupun menanggapi pernyataannya. Begitu membuka pintu, Hayam Wuruk melihat Pawana sudah berjaga di depan.
KAMU SEDANG MEMBACA
MATAHARI TERBELAH DI WILWATIKTA (TAMAT)
Historical FictionBlurb: Tragedi Perang Bubat tidak hanya menorehkan jarak antara Majapahit dan Pasundan, tapi juga luka dan duka bagi dua kerajaan tersebut. Gugurnya Dyah Pitaloka-calon permaisurinya, membuat Hayam Wuruk melewati masa-masa sulit. Namun, Wilwatikta t...