Tiga Tahun Sebelum Hayam Wuruk Naik Takhta
Malam ini sangat berbeda dari malam-malam biasanya di Kedaton Majapahit. Para sentana raja berkumpul dan kini Mandapa sudah dihias dengan dibuat sebuah panggung yang berada dekat dengan pohon brahmastana. Tempat duduk berukiran emas yang berada di tengah-tengah akan menjadi tempat duduk Rajaputri Tribhuana Tunggadewi dan suaminya Sri Kertawardhana. Sedang di sebelah kanan adalah tempat duduk Sang Yuwaraja Hayam Wuruk. Dan di sebelah kiri adalah tempat duduk Brhe Daha Dyah Wiyat dan suaminya Brhe Wengker. Kemudian para sentana raja lainnya yang terdiri dari; selir dan anak-anaknya, kerabat raja, dan beberapa punggawa istana yang tergabung dalam panca ring Wilwatikta berada di sisi lain dengan membentuk setengah lingkaran.
Para Vaditra mulai mengalunkan musiknya diawali dengan bunyi bende yang mampu menghentak dengan dentumannya yang berirama. Beberapa saat kemudian seorang penari muncul dengan memakai topeng yang memerankan seorang raja tengah mencari-cari gadis perawan yang hampir habis di negerinya, sebab sang raja tiap malam selalu meminta persembahan gadis-gadis perawan, hingga sang raja bertemu dengan seorang gadis bernama Tantri—satu-satunya perawan yang tersisa. Sang raja tertarik untuk meminang gadis tersebut, dan pada saat malam pertama mereka, saat sang raja hendak memadu asmara karena gairahnya yang sudah membumbung tinggi, gadis itu malah menceritakan sebuah kisah dongeng yang berlanjut hingga malam-malam selanjutnya dan menyelamatkan gadis tersebut dari jerat nafsu sang raja.
Para penari topeng menari dengan apik hingga mampu memukau keluarga raja dan punggawa istana, terutama Sang Yuwaraja Hayam Wuruk. Putra Mahkota Wilwatikta itu terus menatap takjub dalam setiap gerak yang seirama dengan alunan musik. Tantri Kamandaka ini sudah dihafalnya. Dia menyukai kisah fabel di dalamnya yang begitu sarat makna. Jika boleh jujur, Hayam Wuruk lebih menyukai belajar sastra daripada kanuragan dan pemerintahan.
Goresan aksaranya sangat bagus dan gurunya pun memujinya. Namun, beban tugasnya sebagai Yuwaraja mengharuskannya belajar segala ilmu terutama kanuragan dan sosial politik. Kata ibundanya, pemerintahan tidak sesederhana apa yang terlihat. Dan, dia pun mengamininya. Dia tahu dan paham betul bagaimana ibundanya Tribhuana Tunggadewi dan Mahapatih Gajah Mada menjalankan negeri ini, berusaha meredam segala gejolak yang muncul.
Namun, nyatanya saat-saat seperti inilah yang disukainya. Hayam Wuruk mengedarkan pandangannya, lalu dia menemukan kumpulan adik dan sepupunya yang tengah bebas tertawa dan menari bersama-sama di bagian sisi belakang. Bibirnya menyungging ke atas, ketika dia melihat adiknya Nertaja dan Indudewi—sepupunya dari Bibi Dyah Wiyat dan Paman Kudamerta—tengah asyik melompat-lompat tampak seperti mengikuti gerakan para penari topeng.
Lalu pandangannya beralih pada dua orang bocah lainnya yang diketahuinya bernama Sri Sudewi dan Sotor. Sudewi adalah anak Paman Kudamerta dari selir, sedangkan Sotor adalah saudara kandungnya beda ibu—anak ayahnya dari selir bernama Gantari.
KAMU SEDANG MEMBACA
MATAHARI TERBELAH DI WILWATIKTA (TAMAT)
Historical FictionBlurb: Tragedi Perang Bubat tidak hanya menorehkan jarak antara Majapahit dan Pasundan, tapi juga luka dan duka bagi dua kerajaan tersebut. Gugurnya Dyah Pitaloka-calon permaisurinya, membuat Hayam Wuruk melewati masa-masa sulit. Namun, Wilwatikta t...