Spesial Part

765 81 28
                                    


Haloooo ... Selamat pagi di Minggu cerah di Bandung.

Terima kasih atas komentarnya yang luar biasa di bab kemarin. Sebenarnya part ini tuh antara butuh nggak butuh, Cuma jadi kayak titik balik aja.

Tapi apa pun itu, semoga kalian masih menikmatinya.

Sarapan dulu biar kuat. Hehehe ...


**** 

Kedaton Wilwatikta, Tahun 1354 Masehi

Sejak menjadi yuwaraja, Hayam Wuruk menjalani hari-harinya di Kahuripan—sama seperti ibundanya dulu sebelum naik takhta. Lalu di hari-hari tertentu, dia akan datang berkunjung ke Trowulan dan biasanya akan menghabiskan waktu kurang lebih satu minggu kemudian kembali lagi ke Kahuripan. Lelah, tentu saja. Dia tidak hanya harus belajar menjadi raja muda, tapi juga kepemimpinan. Menghabiskan waktu masa kecil hingga remajanya belajar banyak ilmu dari para resi yang ditunjuk sebagai guru pribadinya.

Membaca berbagai lontar seperti; sastra, tata sila, tata upacara juga pemerintaan pun sudah menjadi makanannya sehari-hari. Terkadang dia merasa iri pada adik-adiknya juga sepupu-sepupunya yang masih bisa bebas bermain tanpa tanggung jawab takhta. Kini dia sedang berjalan bersama Darya di belakangnya juga beberapa abdi lainnya, melewati undakan paseban hendak menemui Eyang Rajapatni. Langkahnya terhenti saat melihat empat bocah kecil sedang bermain engklek. Dan, adiknya Sotor menjadi satu-satunya anak laki-laki yang ikut bermain.

Adiknya Nertaja dan Indudewi lah yang paling heboh di antara mereka berempat, sedang Sotor yang paling jago bermain, selalu menurut pada apa yang dikatakan kedua putri tengil itu. Hanya Sudewi yang terlihat tidak banyak tingkah, meski bibirnya terus menyunggingkan senyuman yang manis. Tatapan Hayam Wuruk terpaku pada sosok Sudewi kecil. Lalu dia membalikkan telapak tangan dan membukanya. Janggal sekali. Sebab dia merasakan sebuah kekosongan.

Anehnya, mengapa dia masih mengingat ketika tangannya menggenggam erat tangan mungil Sudewi saat acara perjamuan beberapa bulan lalu. Segera saja Hayam Wuruk menggeleng kasar, mengibaskan tangannya ke belakang. Dia kembali melangkah, akan tetapi sialnya Nertaja malah memanggilnya.

"Kakang Yuwaraja!" suara Nertaja selalu melengking. Dia heran sekali, kenapa adiknya itu sedikit liar, berbeda dengan ibundanya yang anggun, bijaksana dan lembut. "Kakang, marilah bermain bersama kami. Aku ingin bermain tarik tambang tapi kurang orang. Kalau Kakang Yuwaraja ikut, nanti biar Sudewi saja yang menjadi pengadilnya."

"Nertaja, kasihan Sudewi, masih kecil, biar aku saja yang menjadi pengadil," sahut Indudewi.

Hayam Wuruk masih tampak berpikir akan ajakan Nertaja sembari menatap pada Sotor dan Sudewi yang berdiri berdampingan. "Aku ikut," tukasnya. Dia segera berjalan ke lapang Mandapa, meninggalkan Darya yang memanggil-manggil namanya dengan panik, karena seharusnya Hayam Wuruk menghadap Eyang Rajapatni.

"Nertaja kamu dengan Sotor di kelompok yang sama, biar aku dengan Sudewi saja, karena kalau Sudewi dengan Sotor, akan tidak imbang," putus Hayam Wuruk yang membuat lainnya terperangah. Sedang Hayam Wuruk sendiri tampak tidak peduli, dia mengedikkan dagunya pada Sudewi—menyuruh gadis kecil itu untuk mengikutinya.

Keempatnya mengambil posisi dan bersiap memegang tali. Posisi Sudewi berdiri di depan dan Hayam Wuruk di belakang. Dianggukkan kepalanya pada Sudewi penuh keyakinan, bahkan dia sempat memberikan senyuman tipis. Indudewi yang menjadi pengadil berdiri di tengah, bersiap memberikan aba-abanya. Dari keempat pemain, tampaknya yang benar-benar bersemangat hanya Nertaja, sebab Sotor sejak tadi hanya diam dan menurut pada kakak perempuannya.

MATAHARI TERBELAH DI WILWATIKTA (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang