45. Pengganti Sang Patih Amangkubhumi

589 59 12
                                    

Halo ... mari kita bersiap untuk menuju bab-bab akhir kisah Hayam dan Sudewi.  Mohon koreksi info dan typo bila ada yang tidak tepat. Selamat membaca.

***

Memulai kembali aktivitas pemerintahan dan kenegaraan tanpa kehadiran Gajah Mada begitu hambar. Tidak ada sosok yang biasanya mendampingi di sebelah singgasana. Tidak ada pula pemikiran-pemikiran tajam dan kalimat yang lugas dari punggawa kerajaan lainnya selain Gajah Mada. Oleh sebab itu, kursi Patih Amangkubumi Wilwatikta masih dibiarkan kosong berminggu-minggu.

Perundingan dengan Dewan Sapta Prabu sudah dijalankan untuk memilih kandidat pengganti Gajah Mada. Nama Rakryan Tumenggung Nala yang keluar dan kini sudah berada di Balai Witana, menghadap Hayam Wuruk dan Dewan Sapta Prabu.

"Rakryan Tumenggung sudah menerima pesan dari Sri Nata Rajasanagara?" tanya Tribhuwana setelah Nala memberikan hormat dan salamnya.

"Sudah, Gusti Ibunda Ratu," jawab Nala.

"Tidak ada nama lain yang kami pikirkan kecuali Rakryan Tumenggung Nala. Prestasi yang gemilang selama memimpin berbagai perluasan serta juga kepribadian, keberanian dan kecerdasan. Keahlian Rakryan Tumenggung tidak hanya sekadar tentang membuat Kapal Jung dan melakukan pelayaran, tapi juga menjalin kerja sama serta taktik dalam peperangan. Tidak ada hal yang menggugurkan Rakryan Tumenggung untuk menjadi Patih Amangkubumi Wilwatikta," ujar Tribhuwana.

Sementara Hayam Wuruk yang sejak tadi diam memperhatikan, akhirnya berpendapat. "Rakryan Tumenggung sepertinya terlalu berat untuk menerima, saya yakin ada hal yang mengganjalnya. Lagi pula saya pikir tidak ada yang layak untuk menggantikan Paman Mada."

"Ananda Prabu!"

"Gusti Prabu!"

Secara bersamaan, Tribhuwana dan Dewan Sapta Prabu lainnya menyeru pada Hayam Wuruk. Sedang Sudewi hanya diam mengamati dan mencermati setiap kata yang dilontarkan suaminya. Nala sendiri tidak terpengaruh atau merasa direndahkan. Sorot mata Sang Penakluk Samudra tanpa ragu menatap langsung pada Sang Sri Nata.

"Siapa yang berani melanjutkan amukti palapa yang diucapkan Paman Mada. Memegang teguh janjinya tanpa terpengaruh sedikit pun dengan segala godaan dunia. Hampir seluruh hidupnya dihabiskan untuk mengabdi pada Wilwatikta, apa Rakryan Tumenggung sanggup seperti Paman Mada ketika menduduki kursi Patih Amangkubumi?" cibir Hayam Wuruk.

"Mohon ampun Gusti Prabu, hamba tentunya tidak sebanding dengan mendiang Mahapatih Gajah Mada. Lagi pula kursi Patih Amangkubumi sebaiknya untuk saat ini dibiarkan kosong," ujar Nala.

"Rakryan Tumenggung, tahukah kamu arti dari perkataanmu itu? Membiarkan kursi Patih Amangkubumi kosong adalah hal yang tidak pernah terjadi, sebab roda pemerintahan harus dijalankan beriringan antara Raja dan Mahapatih," sanggah Rajadewi.

"Apa maksud Rakryan Tumenggung mengatakan hal seperti itu?" tanya Tribhuwana.

"Mohon Ampun Gusti Ibunda Ratu Tunggadewi dan Gusti Rajadewi, sejak datang amanah yang diberikan pada hamba, hamba terus berpikir apa yang baiknya hamba lakukan. Menurut hemat hamba, rakyat masih kehilangan sosok Mahapatih Gajah Mada, sedang di wilayah mandala kita dan negeri sahabat sosok Mahapatih Mada begitu disegani, akan tetapi tetap nama besar Gusti Prabu Sri Rajasanagara dan Wilwatikta yang paling dihormati dan diperhitungkan. Mendiang Mahapatih dan hamba hanyalah kepanjangan dari Gusti Prabu untuk membawa nama baik Wilwatikta dan Gusti Prabu di Nuswantara."

"Sehingga ...?" tanya Rajadewi yang meragukan pernyataan Nala.

"Hamba mengusulkan untuk sementara ini biarlah kursi Patih Amangkubumi kosong. Hal baiknya adalah negeri ini akan bisa melihat kemampuan para punggawa lainnya, siapa yang layak dan tidak, dan siapa yang berambisi untuk menaiki kursi tersebut. Mengingat kembali ke belakang, negeri ini pernah berkemelut panjang hanya karena hasrat ingin menduduki takhta Patih Amangkubumi. Namun, hal buruknya adalah roda pemerintahan akan terlihat pincang, kekuatan tidak seimbang, paling buruknya adalah kepercayaan wilayah mandala yang mungkin saja bisa meremehkan kewibawaan Wilwatikta dengan perubahan tatanan."

MATAHARI TERBELAH DI WILWATIKTA (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang